Pin It

 

Senin, 17 Februari 2020 |  Jakarta

Hadirin yang saya hormati,

  1. Saat ini, Indonesia menghadapi tantangan yang intensif dan kompleks. Hal ini antara lain disebabkan oleh pesatnya perkembangan teknologi dan globalisasi.Reformasi birokrasi merupakan salah satu visi Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin untuk menjawab tantangan perkembangan zaman.
  2. Reformasi birokrasi merupakan bagian penting untuk menghadapi berbagai tantangan yang ada, yaitu dengan menghapus pola pikir linier, monoton dan terjebak dalam zona nyaman. Kita membutuhkan terobosan untuk mengubah tata kelola pemerintahan, bukan hanya untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam skala nasional, tetapi juga masyarakat dunia yang bertujuan untuk mempertahankan laju ekonomi dan menarik peluang investasi.
  3. Karena itulah, Pemerintah saat ini berupaya untuk terus meningkatkan kualitas birokrasi. Langkah-langkah strategis yang dilakukan antara lain mencakup:

a. Meningkatkan kualitas SDM ASN melalui restrukturisasi Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Tujuan dari restrukturisasi komposisi ASN adalah agar struktur aparatur benar-benar didominasi oleh jabatan fungsional teknis berkeahlian sebagaimana visi Indonesia Maju. Tentu bukan pekerjaan mudah untuk mereformasi birokrasi. Sebab ini menyangkut 4.286.918 ASN di seluruh Indonesia, dimana sekitar 70 persennya berada di Pemerintah Daerah (Pemda).

Harus diakui pula, proporsi ASN saat ini belum berimbang. Proporsi ASN masih didominasi oleh jabatan pelaksana yang bersifat administratif. Tercatat ada 1,6 juta ASN yang mengisi jabatan pelaksana yang bersifat administratif. Sementara untuk mendukung terwujudnya visi Indonesia Maju, diperlukan  SDM berkeahlian.

b. Penyederhanaan birokrasi.

Penyederhanaan birokrasi menjadi dua level eselon dan peralihan jabatan struktural menjadi fungsional masuk dalam lima prioritas kerja Presiden dan Wakil Presiden. Penyederhanaan birokrasi mempunyai beberapa tujuan pokok. Pertama, agar birokrasi lebih dinamis. Kedua, demi percepatan sistem kerja. Ketiga, agar fokus kepada pekerjaan fungsional. Keempat, untuk mendorong efektivitas dan efisiensi kinerja agar lebih optimal. Dan kelima dalam rangka mewujudkan profesionalitas ASN.

Tentunya penyederhanaan birokrasi dua level eselon ini memerlukan persiapan dan perencanaan yang matang. Sebab, dari fakta yang ada, dari jumlah PNS di Indonesia per Juni 2019 yang tercatat sebanyak 4.286.918 orang, 11 persennya menduduki jabatan struktural. Penyederhanaan struktur birokrasi diperlukan untuk membangun mesin birokrasi yang lebih dinamis dan profesional. Selain meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam mendukung kinerja pelayanan pemerintah kepada publik, baik di instansi pusat maupun daerah. Adapun kriteria pejabat struktural yang dialihkan adalah yang mempunyai tugas dan fungsi jabatan yang berkaitan dengan pelayanan teknis fungsional serta berbasis keahlian tertentu.

Penyederhanaan birokrasi itu sendiri untuk  menjawab kelemahan yang lahir dari struktur organisasi birokrasi yang ada sekarang ini. Setidaknya ada beberapa kelemahan dari struktur organisasi birokrasi saat ini.

Pertama, struktur birokrasi yang gemuk membuat pengambilan kebijakan dan keputusan lambat. Dalam kondisi seperti ini semakin besar pula kemungkinan mis komunikasi dan mis koordinasi. Kerja birokrasi pun kian tidak fleksibel dan mahal biaya. Maka, penyederhanaan birokrasi dua level menjadi hal yang mendesak dilakukan. Ini semata, untuk mengembangkan profesionalisme aparatur.

Kedua, untuk mewujudkan akuntabilitas pemerintahan. Karena harus diakui, indikasi budaya birokrasi yang korup yang memanfaatkan dan menyalahgunakan jabatan masih kerap terjadi. Dengan struktur yang disederhanakan, diharapkan kinerja birokrasi lebih efisiensi dan efektif. Sebab bagaimanapun struktur birokrasi yang gemuk membutuhkan biaya banyak. Sasaran akhir dari penyederhanaan birokrasi itu sendiri adalah membangun birokrasi yang dinamis yang mempunyai fleksibilitas tinggi, kapabel, berbudaya unggul dan organisasi yang berbasis kinerja sehingga bisa melahirkan kebijakan yang adaptif yang terintegrasi ke setiap unit.

c. Melakukan upaya-upaya penyederhanaan regulasi (regulatory reform).

Upaya penyederhanaan regulasi ini adalah untuk mengurangi jerat aturan sehingga membuka peluang untuk melakukan inovasi sepanjang diperlukan untuk memberikan kemanfaatan bagi masyarakat, mengurangi tumpang tindih dan kontradiksi antar satu aturan dengan aturan lainnya. Saat ini pemerintah juga sedang berupaya menyusun Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja.

d. Memperkuat penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) – Pemerintahan berbasis Digital (Digital Government)

Pemerintah juga melakukan upaya untuk mendorong penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Upaya ini dilakukan dengan memperkuat basis hukum, yaitu melalui Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang SPBE. Perpres ini merupakan platform kebijakan SPBE untuk keterpaduan pembangunan SPBE di instansi pusat dan pemerintah daerah.

Sebagai upaya percepatan SPBE akan memberikan fokus pada penerapan sistem perencanaan berbasis kinerja, integrasi layanan kepegawaian, integrasi E-perkantoran dan pengaduan masyarakat. Disamping itu juga memperkuat infrastruktur TIK membangun pusat data nasional dan jaringan intra pemerintah.

4. Sementara terkait dengan perpindahan ibukota negara, sebagaimana arahan Presiden, KemenPANRB juga telah menyusun road map perpindahan ASN kementerian dan lembaga ke ibu kota negara baru di Kalimantan Timur.

5. Beberapa tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia antara lain korupsi, narkoba, radikalisme, dan bencana alam. Berkaitan dengan ini, Kementerian PANRB beberapa waktu yang lalu juga telah mengundang Pimpinan BPIP, BNPT, KPK, dan BNN untuk memberikan  bekal pengetahuan tentang pentingnya Pancasila, UUD Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahaya korupsi, dan bahaya narkoba.

6. Berkaitan dengan penanganan radikalisme negatif di kalangan ASN, ASN wajib setia dan taat pada Pancasila, UUD Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah.

7. Sejak awal pembentukan UU yang mengatur kepegawaian, yaitu: UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, kemudian diubah dengan UU Nomor 43 Tahun 1999, dan terakhir ditetapkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, telah secara jelas mengharuskan ASN wajib setia dan taat kepada Pancasila.  

8. Keharusan ini kemudian dipertegas dengan PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, serta PP 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS.

9. Radikalisme pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu radikalisme positif dan radikalisme negatif. Keduanya ada dalam satu garis kontinum, di satu ujung menunjukkan radikalisme ekstrim negatif, dan di ujung lain radikalisme ekstrim positif.

10. Radikalisme positif, jika kelola dalam taraf tertentu dan diarahkan untuk kepentingan pemerintah, justru akan mendorong kinerja pemerintah menjadi lebih baik. Dan saya kira, manajemen ASN memang diarahkan untuk mengelola hal ini.

11. Yang berbahaya adalah radikalisme negatif, yang akhir-akhir ini tumbuh sejalan dengan perkembangan keterbukaan informasi.

12. Radikalisme negatif muncul dengan suatu ideologi yang ingin mengubah sistem hukum, sosial, dan politik. Ciri-ciri dari radikalisme negatif ini antara lain: menyuburkan sikap intoleran, anti Pancasila, anti NKRI dengan takfiri, dan menyebabkan disintegrasi bangsa.

13. ASN memiliki peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Di saat negara ini sedang berupaya keras untuk mewujudkan Indonesia yang maju, pada sebagian kecil ASN muncul benih-benih radikalisme yang jika tidak ditangani dengan benar dan hati-hati akan tumbuh dan berkembang menyebar secara liar sehingga dapat mengganggu penyelenggaraan pemerintahan dan negara bahkan menimbulkan dampak perpecahan bangsa dan negara.

14. ASN sudah seharusnya menjadi unsur perekat persatuan bangsa yang menjaga keutuhan NKRI. ASN menjadi unsur penggerak kemajuan pemerintahan sehingga mampu menggerakkan seluruh unsur masyarakat untuk secara bersama mewujudkan kesejahteraan bangsa. Apa jadinya jika ASN jika benih-benih radikalisme dibiarkan tumbuh dan berkembang di lingkungan ASN.

15. Karena itu, kita harus jaga agar ASN tidak terpapar radikalisme meskipun dalam kadar yang masih kecil. Mereka harus tetap dalam koridor ketaatan dan kesetiaan terhadap Pancasila.

16. Untuk mencegah tumbuhnya benih-benih radikalisme di kalangan ASN, pada tahun 2018 sudah diterbitkan SE Menteri PANRB Nomor 137 Tahun 2018 tentang Penyebarluasan Informasi Melalui Media Sosial bagi ASN. Surat ini pada dasarnya mengingatkan kepada seluruh ASN agar berhati-hati dalam menggunakan media sosial. ASN diminta untuk menggunakan media sosial sebagai sarana komunikasi untuk penyebarluasan informasi, baik antar individu, individu dan institusi, serta antar institusi, untuk membangun suasana dalam menghadapi tantangan dan perubahan lingkungan.

17. Melalui surat edaran ini, kita dengan tegas menerapkan sanksi disiplin, jika diketahui ada ASN yang menyalahgunakan media sosial untuk menumbuhkan rasa kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan pemerintahan, kebencian/antipati terhadap salah satu suku, agama, ras dan antar golongan, dan bentuk lainnya.

18. Upaya mencegah tumbuh dan berkembangnya benih radikalisme di lingkungan ASN harus dicegah dan ditangani sedini mungkin. Permasalah ini harus ditangani, tidak oleh Kementerian PANRB secara sendiri, harus melibatkan beberapa kementerian/lembaga lainnya yang terkait.

19. Karena itu, beberapa kementerian/lembaga yang terkait dengan masalah ini sepakat untuk menerbitkan Surat Keputusan Bersama tentang Penanganan Radikalisme Dalam Rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan. Kementerian/lembaga yang terkait sebagaimana saya sebutkan tadi adalah:

a. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;

b. Menteri Dalam Negeri;

c. Menteri Hukum dan HAM;

d. Menteri Agama;

e. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;

f. Menteri Komunikasi dan Informatika;

g. Kepala Badan Intelijen Negara;

h. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme;

i. Kepala Badan Kepegawaian Negara;

j. Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila;

Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara.

20. Ada 11 jenis pelanggaran berdasarkan SKB Penanganan Radikalisme dalam rangka Penguatan Wawasan Kebangsaan pada ASN, terdiri dari:

a. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tertulis dalam format teks, gambar, audio, atau video melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;

b. Penyampaian pendapat baik lisan maupun tertulis dalam format teks, gambar, audio, atau video melalui media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap salah satu suku, agama, ras dan antar golongan;

c. Penyebarluasan pendapat yang bermuatan ujaran kebencian sebagaimana pada angka 1 dan 2 melalui media sosial (share, broadcast, upload, retweet, repost dan sejenisnya);

d. Tanggapan atau dukungan sebagai tanda setuju pendapat sebagaimana angka 1 dan 2 dengan memberikan likes, dislike, love, retweet atau comment di media sosial;

e. Pemberitaan yang menyesatkan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan;

f. Penyebarluasan pemberitaan yang menyesatkan baik secara langsung maupun melalui media sosial;

g. Penyelenggaraan kegiatan yang mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;

h. Keikutsertaan pada organisasi dan atau kegiatan yang diyakini mengarah pada perbuatan menghina, menghasut, memprovokasi dan membenci Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;

i. Penggunaan atribut yang bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Pemerintah;

j. Pelecehan terhadap simbol negara baik secara langsung maupun melalui media sosial; dan/atau

k. Perbuatan sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai 10 dilakukan secara sadar oleh ASN.

21. Adapun tata cara penanganan radikalisme ASN melalui portal aduan ASN adalah sebagai berikut:

a. Menerima laporan dari masyarakat melalui portal aduanasn.id (admin Kementerian Kominfo);

b. Tim Satgas (11 K/L) menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang masuk dari portal aduanasn.id; dan

c. Memberikan rekomendasi penanganan laporan kepada PPK/PyB ditembuskan kepada Kemen PANRB, Kemendagri, BKN, dan KASN.

22. Jumlah pengaduan radikalisme melalui portal aduan ASN (November s.d. Januari 2019) mencapai 86 laporan dengan rincian sebagai berikut:

a. Intoleran: 36 laporan

b. Ideologi anti Pancasila: 6 laporan

c. Anti NKRI: 27 laporan

Radikalisme: 17 laporan

23. Dari 86 aduan, BKN telah memverifikasi terdapat 21 nama yang merupakan Pegawai ASN.

24. Setelah didapatkan data kepegawaian dari 21 nama tersebut, selanjutnya Kominfo bertugas untuk Profiling lebih lanjut melalui jejak digital yang dimiliki.

25. Dari 21 ASN yang sudah dilakukan profiling oleh Kominfo, terdapat 11 ASN yang diduga terpapar radikal.

26. Untuk menentukan rekomendasi hukuman yang tepat yang akan dijatuhkan PPK, tim Satgas berkumpul membahas satu persatu secara detail dan teliti, sehingga keluar dengan rekomendasi yang dipandang tepat.

27. Atas dasar tersebut, kita sudah mengeluarkan surat rekomendasi kepada seluruh PPK instansi dimana ke 11 ASN dimaksud bekerja.

28. Dari 11 pegawai ASN tersebut meliputi Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, BPPT, Mahkamah Agung, Pemerintah Kota Bandung, Pemprov Jawa Timur, Kabupaten Kotawaringin Barat, Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Kalimantan Timur.

29. Hasil dari rekomendasi Tim Satgas tidak bersifat final dan mengikat, PPK mempunyai kewenangan untuk mengklarifikasi terlebih dahulu untuk selanjutnya menjatuhkan hukuman kepada yang bersangkutan.

30. Inti dari apa yang kita lakukan adalah pada dasarnya:

Pertama, kita ingin mencegah sedini mungkin munculnya benih-benih radikalisme di kalangan ASN. Oleh karena itu, kita harus berlaku tegas terhadap mereka yang melakukan pelanggaran. Tidak ada toleransi sedikitpun terhadap benih-benih radikalisme di kalangan ASN, karena dampak yang ditimbulkan akan sangat fatal bagi keutuhan NKRI.

Kedua, kita menginginkan seluruh ASN fokus pada pekerjaan mereka masing-masing dalam membangun bangsa dan negara ini. Saya menduga bahwa ASN yang terpapar radikalisme adalah ASN yang banyak menggunakan waktu dalam bekerja untuk bermedia sosial, termakan berita-berita hoax, dan akhirnya terpancing untuk ikut-ikut memberikan komentar yang cenderung bersifat radikal.

Ketiga, kita ingin mendorong peran ASN sebagai perekat dan pemersatu bangsa dalam satu ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu, kita harus terus memperkuat rasa kebangsaan dan kebanggan sebagai warga Negara Indonesia yang bersatu dan bernaung dalam dasar negara Pancasila.

Sekian dan Terima Kasih

Wassalamualaikum Wr. Wb.

 

MENTERI PANRB

 

TJAHJO KUMOLO


Cetak   E-mail