Pin It

Lahirnya Undang Undang No. 39/2008 tentang Kementerian Negara diharapkan bisa menghapus stigma negatif organisasi pemerintah yang tambun, tidak profesional, inefisien, lamban, reaktif-tidak responsif, sarat KKN, serta cap negatif lainnya. Namun demikian, sistem kelembagaan pemerintahan negara yang handal dan mantap, tak kan pernah terwujud tanpa adanya proses implementasi yang dikawal secara konsisten.

Demikian ditegaskan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Taufiq Effendi, selaku keynote speaker pada Seminar Nasional bertajuk Indonesia 2009 – 2014 : Postur Kabinet Berdasarkan UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara, di Jakarta (26/5).

Acara tersebut diselenggarakan Kementerian Negara PAN bekerjasama dengan Gerakan Jalan Lurus. Seminar menghadirkan pembicara Deputi Menpan Bidang Kelembagaan, Ismadi Ananda, Tim Sukses ketiga Capres dan Cawapres, serta pengamat politik Bima Arya Sugiarto, Yudi Latief, serta Robertus Robet.

Lebih lanjut Menpan mengatakan, implementasi UU Kementerian Negara yang konsisten sangat memerlukan dukungan semua pihak, terutama komitmen Presiden terpilih, yang sangat berkepentingan dalam penyusunan kabinet. Hal itu diperlukan untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih berkualitas, dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. ”Keberhasilan dalam tahap implementasi ini sangat ditentukan oleh kepemimpinan yang kuat,” ujarnya.

Kehidupan demokrasi yang semakin mewarnai kehidupan pemerintahan dalam beberapa tahun terakhir, tuntutan, dinamika, dan aspirasi masyarakat perlu disikapi secara tepat, dengan menyiapkan tatanan pemerintahan dan bangsa agar mampu menghadapi tantangan.

Dalam hal ini, pemerintah perlu membentuk pemerintahan yang lebih profesional, dan secara konsisten mampu memberikan pelayanan terbaik kepada publik, terlepas dari siapa atau partai mana yang berkuasa. ”Bangsa Indonesia perlu mengembalikan fungsi lembaga-lembaga public service, yang pada hakekatnya to serve the public, dan pada akhirnya menghasilkan bangsa dengan ekonomi yang baik, masyarakat yang sejahtera, dan proses politik yang mapan,” tutur Menteri.

Disadari, di tengah belum berkembangnya institusi administrasi publik yang mapan, dewasa ini masyarakat dan pasar akan sangat sensitif dengan berbagai diskontinuitas proses politik. Di sini diperlukan kepastian kesinambungan kebijakan administrasi publik, sehingga agenda kesejahteraan rakyat akan berjalan terus, dan roda administrasi pemerintahan tidak terganggu di tengah berjalannya proses politik.

Dari sisi pemerintah, lanjut Menpan, good governance akan berjalan secara efektif apabila memiliki sistem kelembagaan yang kuat, kepemimpinan yang kapabel dan responsibel, SDM aparatur yang kompeten dan profesional, sistem yang memungkinkan mekanisme cheks and balances, operasi pemerintahan yang berdasarkan prosedur dan keteraturan, serta mekanisme yang transparan dan akuntabel.

Hingga tahun 2004 lalu, Presiden terpilih masih bebas untuk menentukan jumlah menteri, kementerian/departemen, sampai lembaga-lembaga yang akan membantunya dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun, untuk pertama kalinya dalam sejarah NKRI, sejalan dengan  lahirnya UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara, Presiden terpilih tahun 2009 akan mempunyai pedoman dalam menyusun kabinetnya.

Selain membatasi jumlah kementerian negara, maksimal 34, UU ini juga mengatur pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara. Lahirnya UU ini diharapkan dijadikan tonggak untuk melakukan reformasi birokrasi secara menyeluruh, dan secara berangsur-angsur menghapus stigma bahwa birokrasi tambun, tidak profesional, lamban, inefisien, sarat KKN dan berbagai cap negatif lainnya.

Saat ini terdapat lebih dari 70 lembaga non struktural, melebihi jumlah kementerian dan LPND. Lembaga itu lahir, umumnya sebagai pelaksanaan amanat undang-undang sektoral. Tidak jarang lembaga itu menduplikasi  tugas dan fungsi kelembagaan pemerintah yang telah ada, sehingga mengakibatkan terjadinya friksi dan tarik menarik kewenangan, atau bahkan menciptakan birokrasi baru.

Tidak berhenti di situ. Lembaga-lembaga tersebut, juga menyedot anggaran negara yang cukup besar. Menurut laporan Departemen Keuangan, pada tahun 2007 lembaga-lembaga tersebut mendapat alokasi APBN lebih dari Rp 2,3 triliun.

Diberlakukannya UU No. 39/2008 ini, menurut Menpan, agar dijadikan momentum untuk menata kembali keseluruhan kelembagaan pemerintahan, baik kementerian negara maupun kelembagaan pemerintah lainnya. Dalam hal ini, Kabinet periode 2009 – 2014 diharapkan mampu menterjemahkan visi nasional serta melaksanakan seluruh agenda pembangunan lima tahun ke depan. ”Diperlukan strategi yang tepat, termasuk dalam mengorganisasikan kementerian negara dalam postur kabinet yang lebih proporsional, efisien, dan efektif,” tambahnya. (HUMAS MENPAN)


Cetak   E-mail