Pin It

20190702 wawancara top 99 innovasi 1

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo saat menjelaskan inovasi pelayanan publik di Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Jakarta, Selasa (02/07).

 

JAKARTA – Lima kementerian/lembaga membuka hari pertama tahapan wawancara Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2019. Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan menampilkan dua inovasi, Kementerian Keuangan tampil dengan empat inovasi, sedangkan Badan Pusat Statistik serta Kementerian Kelautan dan Perikanan menampilkan masing-masing satu inovasi.

Presentasi ini dilakukan di Ruang Sriwijaya, Kantor Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Selasa (02/07). Sesi pertama, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mempresentasikan inovasinya yang dinamakan Pemanfaatan Data Kependudukan Terintegrasi Secara Online Untuk Mewujudkan Single Identity Number atau disebut Si Juwita.

Si Juwita menyatukan satu sumber data kependudukan untuk banyak manfaat bagi lembaga pengguna secara online bertujuan untuk mewujudkan SIN berbasis e-government berupa tata kelola pelayanan publik dalam transformasi digital yang dengan mudah beradaptasi atas perkembangan teknologi informasi. “Tujuan inovasi ini adalah peningkatan kualitas layanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi dan penegakan hukum serta pencegahan kriminal dalam mewujudkan ekosistem data dan dokumen kependudukan untuk semua keperluan yang terintegrasi dan terkolaborasi,” jelas Tjahjo Kumolo.

Inovasi ini memiliki potensi dan terbukti telah diterapkan dan diadaptasi oleh 641 lembaga. Sejumlah 2.928.486.605 Nomor Induk Kependudukan (NIK) sudah digunakan dan diakses melalui inovasi ini. NIK dalam aplikasi ini digunakan untuk kepentingan pelayanan publik, seperti pengurusan BPJS, perbankan, asuransi, hingga digunakan oleh Bareskrim Polri untuk pengungkapan kasus kejahatan.

Masih dari Kemendagri, inovasi kedua adalah Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) sebagai Solusi dalam Pelayanan Penerbitan Akta Kelahiran atau “Supertajam”. Inovasi ini lahir dengan tujuan untuk memudahkan penduduk dalam mendapatkan akta kelahiran jika penduduk tidak dapat memenuhi persyaratan. Persyaratan yang dimaksud adalah surat keterangan kelahiran dari dokter/bidang/penolong kelahiran, orang tua tidak memiliki buku nikah atau akta perkawinan atau Berita Acara Pemeriksaan kepolisian untuk anak yang tidak diketahui asal usulnya. “Dengan SPTJM, seorang anak dapat memiliki akta kelahiran dengan mudah,” imbuh Menteri Tjahjo.

 

20190702 wawancara top 99 innovasi 2

 

Apabila seseorang tidak memiliki akta kelahiran, maka keberadaan dan masa depannya akan kurang terlindungi. Mereka juga akan sulit mengakses pelayanan publik serta rentan terhadap tindak kriminal, diantaranya perdagangan dan perkawinan anak.

Diluncurkan pada 16 Mei 2016, program ini berhasil meningkatkan kepemilikan akta kelahiran anak. Pada akhir tahun 2017 meningkat drastis menjadi sebanyak 68.846.584 (85,20%) dari jumlah anak 80.281.466.

Setelah Kemendagri, giliran Kementerian Kesehatan yang mempresentasikan inovasinya. Melalui RSUP dr. Sardjito, Kementerian Kesehatan menciptakan inovasi Vacuum Assisted Closure (VAC) atau Negative Pressure Wound Therapy (NPWT). VAC merupakan teknologi perawatan bermacam-macam kondisi luka, baik luka tersebut bersifat akut maupun kronik. Metode manajemen luka dengan VAC ini memiliki empat mekanisme penting pada luka yaitu macrodermation, remove fluid, stabilize the environment, dan microdeformation.

Direktur Utama RSUP dr. Sardjito, dr. Darwito mengatakan, terapi luka dengan menggunakan tekanan negatif mempercepat penyembuhan luka. “Efektifitas penggunaan VAC pada penanganan luka sudah diakui oleh banyak klinisi, sehingga diperlukan inovasi tentang mesin VAC yang ada selama ini agar lebih mudah dan murah untuk digunakan,” jelasnya.

Mesin VAC yang dikembangkan Kemenkes mempunyai fungsi yang sama dengan VAC pabrikan, namun mempunyai biaya pengadaan yang relatif lebih murah, sehingga dapat diproduksi dalam jumlah banyak sesuai kebutuhan. Selain itu, mesin ini dapat dibawa pulang ke rumah oleh pasien sehingga akan menurunkan angka length of stay (LOS) pasien di rumah sakit. “Pasien hanya perlu datang untuk mengganti vacuum dressing setiap 3-4 hari sesuai dengan keadaan lukanya,” ujar dr. Darwito.

Keunggulan lainnya adalah harga VAC versi dr. Sardjito yang jauh lebih terjangkau. Jika mesin VAC keluaran pabrik bisa mencapai Rp50 juta, VAC ciptaan dr. Sardjito ini hanya memakan biaya sekitar Rp300.000.

Inovasi kedua dari Kemenkes adalah Regional Maintenance Center (RMC), yang diinisiasi oleh Direktorat Fasilitas Pelayanan Kesehatan. “Peran RMC di dinkes provinsi maupun kabupaten/kota dalam pengujian kalibrasi alat kesehatan sangat dibutuhkan untuk menjamin bahwa pelayanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas pelayanan kesehatan telah sesuai dengan standar norma yang berlaku, sehingga mutu pelayanan kesehatan terjamin dan dapat dipertanggungjawabkan,” jelas Dirjen Pelayanan Kesehatan dr. Bambang Wibowo.

Latar belakang inisiasi inovasi ini adalah banyak rumah sakit dan puskesmas di daerah yang alat kesehatannya rusak berat, rusak sedang, dan atau rusak ringan. Dari permasalahan tersebut akan mempengaruhi kinerja rumah sakit dan puskesmas dalam pelayanan kepada masyarakat terkait kesehatan. Kebanyakan rumah sakit dan puskesmas apabila alat kesehatan itu rusak akan menganggarkan untuk pembelian kembali alat kesehatan yang rusak tersebut tanpa menganalisa dulu apakah bisa diperbaiki atau tidak.

Maka dari itu, analisa dibutuhkan untuk mengkategorikan bahwa alat kesehatan tersebut rusak berat, rusak sedang, dan atau rusak ringan. Signifikansi RMC bagi pemerintah daerah adalah dapat menghemat anggaran pembelian alat kesehatan sehingga APBD bisa dialokasikan ke anggaran yang lain yang lebih membutuhkan. Bagi pemerintah pusat, implementasi inovasi ini adalah salah satu pemenuhan indikator dalam program Nawacita Indonesia Sehat.

 

20190702 wawancara top 99 innovasi 2

 

Inovasi terakhir di sesi satu hari pertama ini adalah Radar Padi milik Badan Pusat Statistik (BPS). Radar Padi bertujuan memperbaiki metode pengumpulan data luas panen melalui teknik pengumpulan data dan estimasi yang objektif dan modern dengan menerapkan metode Kerangka Sampel Area (KSA). KSA memanfaatkan teknologi mutakhir, seperti peta spasial lahan baku sawah, aplikasi berbasis Android, GPS, dan sistem berbasis web (ksa.bps.go.id).

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, dengan memanfaatkan Radar Padi, data yang dihasilkan menjadi lebih akurat dan tepat waktu. Secara rinci, tersedianya data produksi padi/beras yang lebih cepat dan akurat untuk mendukung pengambilan kebijakan terkait komoditas ini, khususnya kebijakan impor dan serapan produksi padi/beras yang dihasilkan petani.

Sejak dirilis pada Oktober 2018, data produksi padi/beras yang diperoleh dengan metode KSA menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan dalam mengambil kebijakan di bidang pangan. “Dengan demikian, pengambilan kebijakan menjadi lebih tepat sasaran,” pungkas Suhariyanto. (don/HUMAS MENPANRB)