JAKARTA – Permasalahan hak asasi manusia (HAM) masih sering dijumpai di Papua dan Papua Barat. Menurut Kementerian Hukum dan HAM, permasalahan HAM di sana seringkali diawali dengan terlambatnya atau bahkan tidak adanya respon terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat terutama menyangkut kesehatan, ekonomi, dan pendidikan.
Tidak adanya respon ini akan menimbulkan keresahan sosial yang berujung pada konflik antara masyarakat dan aparat. Pada akhirnya ada bentrokan dan terjadilah pelanggaran HAM.
Permasalahan lainnya, akses keadilan di Papua Barat hanya ada lima Organisasi Bantuan Hukum yang harus melayani kebutuhan bantuan hukum dari 214.470 penduduk miskin (23,01 persen) Papua Barat (data BPS Maret 2018). Kelima OBH tersebut hanya ada di dua kabupaten/kota dari 13 kabupaten/kota di provinsi, sementara luas jangkauan kerja sebesar 126.093 km2 dan 1.567 desa.
Peran pendeta, kepala suku, dan tokoh adat sangat besar dalam kehidupan sosial di Papua Barat. Tak jarang mereka menjadi perantara masyarakat untuk menyampaikan permasalahan. Peran penting mereka akan optimal jika ditambahkan sebagai akses informasi keadilan bagi masyarakat.
Untuk itu, pada awal tahun 2019 Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua Barat memberikan pelatihan paralegal untuk 200 pendeta, kepala suku, dan tokoh adat di Manokwari. “Kemudian, didirikanlah Pos Pengaduan HAM di 50 Denominasi Gereja di Manokwari,” jelas Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly didampingi Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM Mualimin Abdi saat sesi Presentasi dan Wawancara Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik (KIPP) 2020, beberapa waktu lalu.
Inovasi unik ini dilakukan dengan pemanfaatan gereja dan tokoh masyarakat dalam memberikan layanan bantuan hukum dan pengaduan HAM. Inovasi dijalankan dengan memberikan penguatan peran kepada para pendeta dan kepala suku melalui pelatihan paralegal sehingga dapat memberikan bantuan hukum non-litigasi, rujukan kepada Organisasi Bantuan Hukum (jika harus ke litigasi) dan melaporkan ke Kanwil Kementerian Hukum dan HAM jika ada dugaan pelanggaran HAM di tengah keterbatasan di Papua Barat.
Sebelum ada inovasi ini, masyarakat sulit mendapatkan akses informasi akan keadilan. Setelah adanya inovasi ini, dampak terhadap kelompok target terlihat dari aktivitas para pendeta yang kemudian menyelipkan pesan-pesan hukum pada saat khotbah hingga memberikan konsultasi hukum. Dampak lain adalah pada saat kerusuhan Agustus 2019, diberikan penyuluhan hukum untuk menetralisir dampak hoaks di masyarakat.
Inovasi ini telah direplikasi dan dikembangkan dalam bentuk Pos Pelayanan Hukum dan HAM Desa di Bali pada tahun 2020. Inovasi ini juga telah disosialisasikan pada tiga forum internasional yakni World Justice Forum di Den Haag tanggal 29 April sampai 3 Mei 2019; The Global Conference on SDGs 16 di Roma 27-29 Mei 2019; Thailand Legal Aid Forum, Bangkok 15 Agustus 2019. (rr/HUMAS MENPANRB)