Wali Kota Bandung M. Ridwan Kamil menandatangani MoU dengan 29 kepala daerah di Jawa Barat, Banten, dan Nusa Tenggara Barat di Pendopo Kota Bandung, Rabu (1/11/2017). Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M. Syarif. Sekretaris Daerah Kota Bandung Yossi Irianto juga turut hadir mendampingi wali kota.
Kerja sama yang dilakukan Pemerintah Kota Bandung itu merupakan arahan dari KPK, sebab Kota Bandung memiliki beberapa sistem yang sejalan dengan tugas KPK, yakni bisa digunakan untuk mencegah dan memberantas korupsi.
“KPK memberikan apresiasi dan juga keyakinan bahwa tugas KPK tidak hanya di penindakan tetapi juga di pencegahan,” ungkap Ridwan usai mendampingi para kepala daerah ke Bandung Planning Gallery, Rabu (1/11/2017).
KPK merekomendasikan agar inovasi smart city Kota Bandung untuk pencegahan korupsi bisa direplikasi oleh kota/kabupaten lain di Indonesia. Aplikasi yang akan direplikasi antara lain Sabilulungan, Hayu!, dan e-Remunerasi Kinerja (e-RK).
Sabilulungan merupakan aplikasi untuk fasilitasi hibah dan Bantuan Sosial (bansos). Melalui aplikasi tersebut, pemohon hibah bisa melakukan pengajuan dana sekaligus melacak proses pengajuannya. Aplikasi ini memungkinkan proses pemberian dana hibah berlangsung transparan.
Aplikasi Hayu! merupakan media untuk mengajukan perijinan usaha dengan modal di atas Rp500 juta secara online. Melalui aplikasi tersebut, calon pengusaha tidak perlu datang ke kantor pemerintah untuk mengurus perijinan. Prosesnya bisa dilakukan secara online sehingga bisa mencegah pertemuan antar manusia agar mengurangi potensi korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sedangkan aplikasi e-RK adalah perangkat lunak untuk memantau kinerja aparatur pemerintah. Dengan aplikasi tersebut, pimpinan bisa memastikan para ASN bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. “Kami berhasil punya sebuah sistem yang memastikan orang bekerja efisien,” imbuh Ridwan.
“Menurut KPK, tiga jenis aplikasi ini jika diduplikasi oleh tiap kota/kabupaten, kita punya keyakinan akan mengurangi hal negatif yang selama ini terjadi pada saat pembangunan terlalu dilaksanakan secara manual. Tidak ada kontrol, terlalu mengandalkan pada individu,” sambungnya.
Hal tersebut diamini Laode. Ia mengatakan, konsep smart city seperti yang diterapkan Bandung bisa mendongkrak upaya percepatan reformasi birokrasi. Tujuannya agar sistem yang selama ini manual dan mengandalkan manusia bisa dialihkan ke teknologi.
“KPK mendukung kota yang transparan, akuntabel, dan profesional. Salah satu untuk melakukan itu harus dengan smart city. Nggak bisa lagi yang manual-manual seperti itu,” tutur Laode.
Ia pun mengapresiasi Pemerintah Kota Bandung yang bersedia membukakan pintu bagi KPK dan pemerintah kota/kabupaten se-Indonesia untuk memiliki sistem yang serupa dengan Bandung. Aplikasi itu akan direplikasi KPK untuk kemudian dipakai oleh pemerintah daerah lain.
“Karena kami melihat aplikasi itu bisa mencegah dan memberantas korupsi jika dipergunakan dengan baik,” katanya. (PR)