Wakil Ketua Komisi I bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) DPR RI, Budisatrio Djiwandono,/Foto Istimewa/Humas DPR RI
Jakarta, InfoPublik - Wakil Ketua Komisi I bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) DPR RI, Budisatrio Djiwandono, menyambut positif bergabungnya Indonesia sebagai anggota blok ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
Menurut Budi, langkah ini merupakan bukti keberhasilan strategi politik luar negeri Indonesia yang mampu membuka lebih banyak peluang kolaborasi dengan negara berkembang.
“Kami tentu menyambut gembira keanggotaan Indonesia dalam BRICS. Ini adalah wujud sejati dari falsafah politik luar negeri bebas aktif yang ditekankan oleh Presiden Prabowo Subianto,” ujar Budi dalam keterangan resminya, Kamis (9/1/2025).
Budi menilai, keanggotaan Indonesia di BRICS berpotensi menciptakan tatanan global yang lebih inklusif dan berkeadilan. Di tengah tren geopolitik global yang cenderung berorientasi pada kepentingan domestik, BRICS memberikan ruang bagi kolaborasi ekonomi yang setara dan berkelanjutan.
“Politik luar negeri kita harus mampu mendorong kolaborasi, bukan konfrontasi. Kita punya kedaulatan untuk menjalin diplomasi dengan semua pihak serta menciptakan relasi yang setara dan saling menguntungkan,” jelasnya.
Menanggapi asumsi bahwa keanggotaan Indonesia di BRICS adalah langkah konfrontatif terhadap blok ekonomi Barat, Budi dengan tegas membantahnya. Ia menegaskan bahwa politik luar negeri Indonesia selalu membawa semangat bebas aktif, terbukti dengan keterlibatan aktif dalam berbagai forum internasional seperti OECD, APEC, G20, dan OKI.
“Keterlibatan Indonesia di BRICS bukan bentuk konfrontasi dengan pihak manapun. Seperti pesan Presiden Prabowo, ‘seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak,’ ini yang perlu dipahami dari keterlibatan Indonesia,” tegas Budi.
Budi menegaskan bahwa kepentingan nasional selalu menjadi agenda utama dalam setiap relasi diplomatik yang dibangun oleh Indonesia. Keanggotaan di BRICS, menurutnya, adalah cerminan dari upaya memperjuangkan tatanan global yang lebih baik sambil tetap menjadikan kepentingan dalam negeri sebagai prioritas utama.
“Kepentingan nasional adalah yang utama. Dalam setiap kebijakan luar negeri, kita harus menjadikan kepentingan dalam negeri sebagai acuan,” pungkas Budi Djiwandono.