Pin It

 

20171124 survei IPK

 

PONTIANAK -  Transparency International Indonesia (TII) merilis Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2017 di Indonesia, Rabu (22/11). Hasilnya, Kota Jakarta Utara dengan skor 73,9 menempati posisi pertama diikuti Kota Pontianak yang meraih skor 66,5 berada di peringkat kedua. Posisi berikutnya, Pekanbaru 65,5, Balikpapan 64,3, Banjarmasin 63,7, Padang 63,1, Manado 62,8, Surabaya 61,4, Semarang 58,9, Bandung 57,9, Makassar 53,4, dan Medan 37,4.

Sebelumnya, tahun 2015 lalu, IPK Pontianak menduduki peringkat keempat dengan skor 58, dan Banjarmasin menduduki posisi puncak dengan skor 68. Tahun 2017 ini, posisi Banjarmasin bergeser menjadi peringkat kelima dengan skor 63,7. Penilaian IPK dilakukan setiap dua tahun sekali.

Wali Kota Pontianak, Sutarmidji menyatakan, posisi yang disandang Pontianak dalam penilaian lembaga tersebut sangat membanggakan. "Target saya, dua tahun yang akan datang, Wali Kota mendatang harus mampu mendongkrak menjadi peringkat pertama," ujarnya di Pontianak, Kamis (23/11).

Kendati Pontianak dinilai sudah memberikan pelayanan dari sisi kemudahan usaha yang luar biasa, namun ia menyayangkan ada satu penilaian yang bertolak belakang. Pasalnya, Tata Kelola Ekonomi Daerah (TKED) menempatkan Pontianak sebagai kota dengan kemudahan berusaha yang terbaik. Sementara dalam penilaian IPK, penilaian kemudahan berusaha masih menduduki peringkat keenam. "Persepsi seperti ini harus kita ubah. Kenyamanan dan kecepatan orang berusaha di Pontianak itu bisa kita wujudkan," ucap Midji.

Persoalan yang dihadapi saat ini, terang dia, adalah lamanya proses pengesahan akta pendirian perusahaan di Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Provinsi Kalbar. Dirinya meminta jajaran Kemenkumham bisa memangkas waktu proses pelayanan pengesahan akta pendirian perusahaan. "Kalau misalnya Bandung, Surabaya, dalam pengesahan akta pendirian perusahaan itu hanya butuh dua hari, kenapa di Pontianak masih diplot lima hari. Harusnya mereka bisa dua hari," tegasnya.

Padahal, untuk proses pengesahan itu sudah secara online namun Sutarmidji menyayangkan lamanya proses tersebut yang membutuhkan waktu hingga lima hari kerja. "Kalau sudah online itu dua hari, ya semua daerah dua hari semua, mau itu dari Sabang sampai Merauke juga dua hari. Harga minyak saja bisa sama antara Papua dengan Pulau Jawa, masa izin yang sudah online masih ada yang beda-beda," cetusnya.

Wali Kota dua periode ini tidak akan memprotes seandainya Bandung atau Surabaya juga membutuhkan waktu yang sama yakni lima hari untuk proses pengesahan akta pendirian perusahaan. Namun kenyataannya, di Bandung hanya butuh dua hari, demikian pula di Surabaya. "Koq Pontianak lima hari padahal semua sudah online. Apalagi Pontianak ini sebagai kota perdagangan dan jasa, di era teknologi informasi ini, kebutuhan perizinan itu harus cepat. Kalau paspor saja bisa cepat, kenapa pengesahan akta perusahaan tidak bisa cepat," imbuhnya.

Ditambahkannya, bila proses pengesahan akta pendirian perusahaan itu bisa dilakukan dalam dua hari, maka kemudahan orang berusaha di Pontianak akan meningkat peringkatnya. "Saya rasa dua tahun mendatang kita bisa menempati indek persepsi korupsi yang terbaik," pungkasnya.

TII melakukan survei menggunakan metodologi survei wawancara kepada 1.200 responden di 12 kota. Survei IPK tersebut mengukur persepsi pelaku usaha dan para ahli terhadap praktik suap. Dua belas kota yang disurvei adalah Jakarta Utara, Pontianak, Pekanbaru, Balikpapan, Banjarmasin, Padang, Manado, Surabaya, Semarang, Bandung, Makassar dan Medan. (PR)