KOTA BANDUNG - Provinsi Jawa Barat terus berkomitmen dalam memperbaiki tata kelola layanan TKI di Jawa Barat. Hal ini pun diwujudkan dengan pembentukan Sentra atau Poros Layanan Pelatihan & Pemberdayaan TKI Terintegrasi. Pemprov Jawa Barat bersama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menggelar rapat koordinasi terkait hal tersebut di Aula Barat Gedung Sate, Jl. Diponegoro No. 22, Kota Bandung pada Jumat (13/5) kemarin.
Selain dengan KPK, program ini juga melibatkan para pemangku kepentingan lainnya, yakni Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Hukum & HAM, BNP2TKI, Bank Indonesia, OJK, Kepolisian, BPJS Ketenagakerjaan, serta 9 kepala daerah di Jawa Barat, yaitu Pemkab Bandung, Cianjur, Sukabumi, Subang, Purwakarta, Majalengka, Indramayu, dan Cirebon. Kesembilan daerah tersebut merupakan daerah dengan pengirim TKI terbesar di Jawa Barat.
Dalam acara ini, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) mengungkapkan program ini merupakan bagian dari upaya pemerintahannya dalam memperbaiki tata kelola pengiriman TKI mulai dari hulu (daerah asal pengirim TKI) hingga hilirnya.
"Pertemuan ini merupakan komitmen kita bersama untuk memperbaiki mekanisme pengiriman TKI kita dari hulu sampai ke hilir. Sampai ke hulu (lagi) ketika mereka (TKI) kembali ke tanah air," ungkap Aher dalam sambutannya.
"Makanya disini juga ada layanan Purna TKI bagi mereka yang tidak ingin kembali jadi TKI. Jadi layanan terpadu disebutnya, ada juga layanan perlindungan termasuk pinjaman dana dan ini harus dilakukan dengan baik. Karena kalau TKI ini bekerja dua tahun di luar negeri, sesungguhnya cuman 1,5 tahun. Karena enam bulannya itu seluruh gaji mereka digunakan untuk membayar pinjaman dana persiapan mereka menjelang pergi ke luar negeri dan biasanya persiapannya bersifat ijon," ujar Aher.
Aher pun berharap hal tersebut bisa diselesaikan dengan melibatkan semua pihak. Menurut Aher, mekanisme yang benar dalam pengiriman TKI ini secara administrasi haru tercatat di dinas atau lembaga terkait, seperti Dinas Tenaga Kerja setempat. Untuk itu, Aher ingin regulasi yang selama ini memberikan izin kepada pengerah tenaga kerja segera dicabut, karena selama ini izin tersebut tidak diketahui oleh Bupati/Walikota setempat.
“Kita ingin ada segera perubahan, perubahan yang mendasar yakni regulasinya diubah yang tidak sesuai dengan kemanusiaan, tidak sesuai dengan azas keselamatan WNI di luar negeri dicabut buru-buru,” harap Aher.
Untuk itu, program Poros Layanan TKI Terintegrasi ini memiliki tujuh layanan bagi TKI dan keluarganya. Pelayanan itu meliputi layanan terpadu satu pintu, perlindungan online, pinjaman dana bagi TKI dan keluarganya, pemberdayaan TKI Produktif, layanan informasi produk TKI, penyediaan fasilitas Indonesian Migrant Workers Institute (IMWI), dan penyelesaian asuransi eks TKI Korea.
“Penatakelolaannya mudah-mudahan bisa dilakukan sesegera mungkin, ya dan bisa selesai secara total akhir Desember 2016. Jadi 2017 sudah wajah baru (tata kelola TKI),” kata Aher.
Selain itu, secara bertahap juga akan disediakan layanan untuk memfasilitasi keluarga TKI mendapatkan akses Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, dan PKH di sembilan daerah kabupaten yang menjadi kantong-kantong pengirim TKI terbesar di Jawa Barat.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief yang hadir pada peluncuran program ini mengatakan adanya program ini adalah untuk mengatasi banyaknya praktik penyuapan, pemerasan, dan gratifikasi pada layanan TKI. Kondisi ini sangat kontras dengan besarnya kontribusi para TKI yang kerap disebut “Pahlawan Devisa” terhadap perekonomian negara dalam bentuk remitansi yang mencapai Rp 130 Triliun pada 2015.
Jawa Barat merupakan provinsi pertama yang menerapkan program ini. Untuk itu, menurut Laode, Jawa Barat bisa menjadi pilot project bagi provinsi lainnya di Indonesia dalam memberikan layanan terintegrasi bagi TKI ini.
“Alasan Jawa Barat yakni karena Jawa Barat adalah provinsi yang paling banyak mengirimkan TKI-nya. Kedua, adanya komitmen dari Gubernur dan beberapa Bupati untuk siap melakasanan program ini. Ketiga, karena dekat dengan Jakarta, sehingga kalau sukses disini koordinasi dengan provinsi yang lain bisa mudah,” tutur Laode usai acara.
Laode pun menjelaskan bahwa keberadaan KPK dalam program ini sebagai fasilitator antara pemerintah daerah dengan lembaga lainnya terkait TKI, serta untuk mengawasi sejauh mana efektifitas program tersebut berjalan.
“Fungsi KPK hanya menjadi tempat bertemu yang biasanya pemda dengan beberapa kementerian itu tidak mau berkoordinasi, KPK menyiapkan ruang untuk mereka berkoordinasi. Lalu setelah itu KPK juga akan memonitor sejauh mana pelaksanaan program ini. Tadi kan sudah sepakat tandatangan, nanti mungkin 3 bulan lagi kita lihat. Kalau misalnya tidak dijalankan dengan baik kita akan laporkan ke Presiden,” papar Laode.
Jumlah TKI asal Jawa Barat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2011-2015) mengalami penurunan hingga lebih dari 50%. Namun antusiasme warga Jawa Barat untuk menjadi TKI masih cukup tinggi. Pada tahun 2011 tercatat jumlah TKI asal Jawa Barat sebanyak 150.123 orang, sedangkan pada tahun 2015 jumlahnya sebanyak 63.029 orang.
Dari tahun ke tahun, jumlah TKI asal Jawa Barat masih didominasi oleh sektor Informal dibandingkan dengan TKI yang bekerja di sektor Formal, dengan rasio hampir mencapai 2:1. Berdasarkan data penempatan TKI asal Jawa Barat per Desember 2015, TKI asal Jawa Barat di sektor Informal sebanyak 41.920 orang, dan TKI di sektor Formal sebanyak 21.109 orang.
Dari aspek gender, jumlah TKI Perempuan hampir mencapai empat kali lipat dibandingkan TKI Laki-Laki, yaitu TKI Perempuan sebanyak 50.329 orang dan TKI Laki-Laki sebanyak 12.700 orang. Pada sektor Formal, jumlah TKI Laki-Laki lebih mendominasi dengan persentase 58,6% atau sebanyak 12.351 orang, sedangkan pada sektor Informal jumlah TKI Perempuan persentasenya mencapai 99,9% atau sebanyak 41.571 orang.
Terdapat sembilan kabupaten di Jawa Barat yang menjadi kantung-kantung TKI. Dari yang jumlahnya tertinggi hingga terendah secara berturut-turut, yaitu: Kabupaten Indramayu (71.377 orang), Cirebon (44.416 orang), Cianjur (30.951 orang), Subang (25.516 orang), Karawang (23.855 orang), Sukabumi (22.611 orang), Majalengka (15.869 orang), Bandung (11.119 orang), dan Purwakarta (8.088 orang). Secara keseluruhan, jumlah TKI asal Jawa Barat ini mencapai 23,12% dari jumlah TKI nasional.
Turut hadir pada acara peluncuran program ini Sekretaris Utama BNP2TKI, Inspektorat Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan RI, Pimpinan OJK Jabar Banten, Sekda Jawa Barat, Kepala Kanwil Kemenkum HAM Jabar, para Asisten, Kepala Biro dan Kepala OPD terkait di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Bupati Bandung, Cianjur, Sukabumi, Purwakarta, Karawang, Majalengka, Indramayu, Cirebon, Wakil Bupati Subang, Kepala BP3TKI Bandung, Kepala P4TKI Bekasi, serta para tamu undangan lainnya. (HUMAS JABAR)