Pin It

20250604 Judol dan Pijol Ilegal Dua Entitas Pengancam Generasi Muda di Era DigitalSejumlah anak membaca bersama di dekat dinding bermural di kawasan Tempurejo, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/9/2021). Mural tersebut sebagai sarana imbauan kepada masyarakat terhadap bahaya pinjaman daring atau 'online' (pinjol) ilegal yang sekarang lagi marak. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/hp.

 

Jakarta InfoPublik - Di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital, masyarakat Indonesia dihadapkan pada dua fenomena berbahaya yang terus mengintai: judi online dan pinjaman online ilegal (pinjol ilegal). Kedua praktik ini tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi menghancurkan kehidupan pribadi, rumah tangga, tatanan sosial masyarakat, bahkan mengancam masa depan bangsa.

Judi online berkembang cepat melalui berbagai platform, dari situs web hingga aplikasi yang mudah diakses siapa saja. Kemudahannya menjadi jebakan bagi banyak orang, terutama generasi muda, yang tergoda oleh janji "kemenangan instan".

Padahal, di balik layar, sistem judi online dirancang sedemikian rupa untuk membuat pemain kalah. Korban tidak hanya mengalami kerugian materi, tetapi juga terjebak dalam lingkaran kecanduan, stres, bahkan depresi. Tak jarang, kecanduan ini berujung pada tindakan kriminal seperti pencurian, penipuan, hingga bunuh diri.

Di sisi lain, seiring meningkatnya kebutuhan ekonomi, layanan pinjaman digital memang menjadi alternatif. Namun, banyak masyarakat tergelincir ke dalam jerat pinjaman daring (pindar) ilegal yang tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pindar ilegal menawarkan pinjaman cepat tanpa syarat, namun menerapkan bunga mencekik dan denda harian yang tak masuk akal. Selain itu, praktik intimidasi, penyebaran data pribadi, hingga teror psikologis kepada peminjam dan keluarganya kerap terjadi.

Banyak kasus menunjukkan, peminjam yang awalnya hanya butuh dana Rp500 ribu, berakhir harus membayar hingga belasan juta rupiah dalam hitungan minggu. Tidak sedikit korban yang akhirnya memilih jalan tragis karena tekanan yang tak tertahankan.

Judol dan pindar ilegal bagaikan dua sisi mata uang. keduanya kerap hadir bersamaan dalam siklus yang menciptakan kehancuran finansial dan mental.

Judol menawarkan harapan semu akan kekayaan instan. Dalam satu klik, seseorang bisa "bermain" dengan uang dan berharap hasil besar dalam waktu singkat. Sayangnya, seperti semua bentuk judi, sistem ini dirancang agar pemain lebih sering kalah. Akibatnya, uang habis, utang menumpuk, dan mental terguncang.

Ketika dana habis dan kecanduan sudah terlanjur mengikat, banyak orang beralih ke pindar ilegal demi "modal bermain" berikutnya. Pindar ilegal, yang menawarkan pencairan cepat tanpa prosedur rumit, menjadi pilihan instan—dan jebakan berikutnya. Bunga tinggi, ancaman sebar data, dan tekanan dari debt collector virtual menciptakan mimpi buruk yang tak berkesudahan.

Di sinilah terlihat jelas: judol dan pindar ilegal bagaikan dua sisi mata uang yang sama. Yang satu menarik korban ke dalam ilusi kekayaan, yang lain menjebaknya dalam utang dan ketakutan.

Yang paling mengkhawatirkan, korban kedua praktik ini tidak lagi terbatas pada kelompok ekonomi tertentu. Mulai dari pelajar, pekerja kantoran, ibu rumah tangga, hingga pensiunan—semua rentan jika tidak memiliki literasi digital dan finansial yang memadai.

Banyak kisah tragis bermula dari "sekadar coba-coba". Bermain judol demi iseng, meminjam online demi kebutuhan mendesak. Namun dalam hitungan minggu, mereka terseret dalam pusaran masalah yang tak mudah diselesaikan.

Hal yang paling mengkhawatirkan adalah, baik judol maupun pindar ilegal telah menyeret genarasi muda, yang menjadi aset bangsa, masuk ke dalam lingkaran setan. Tidak sedikit anak-anak usia sekolah terjebak di dalam lingkaran setan itu. Tentunya hal ini sangat mengancam keberlangsungan masa depan bangsa Indonesia.

Hasil temuan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan bahwa transaksi judi online atau judol telah dilakukan oleh anak-anak berusia sejak 10 tahun di Indonesia.

Data PPATK Ungkap Fakta Mencengangkan

Data kuartal I-2025, yang dikumpulkan oleh PPATK menunjukkan jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp2,5 triliun. 71,6 persen masyarakat yang melakukan judi online berpenghasilan dibawah Rp5 juta dan memiliki pinjaman diluar pinjaman perbankan, koperasi dan kartu kredit.

Terbukti, pada 2023 dari total 3,7 juta pemain, 2,4 juta di antaranya memiliki pinjaman tersebut, angka itu naik pada tahun 2024 menjadi 8,8 juta pemain dengan 3,8 juta diantaranya memiliki pinjaman.

Pada Juli 2024, PPATK mencatat, pemain judi online, tidak hanya berasal usia dewasa tetapi juga anak-anak. Tidak main-main, berdasarkan data demografi, pemain judi online usia di bawah 10 tahun mencapai 2 persen dari pemain, dengan total 80.000 orang. Sebaran pemain antara usia antara 10 tahun sampai 20 tahun sebanyak 11 persen atau kurang lebih 440.000 orang, kemudian usia 21 sampai dengan 30 tahun 13 persen atau 520.000 orang. Usia 30 sampai dengan 50 tahun sebesar 40 persen atau 1.640.000 orang dan usia di atas 50 tahun sebanyak 34 persen dengan jumlah 1.350.000 orang.

Kepala PPATK menyampaikan angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain.
.
PPATK mencatat, pada kuartal I-2025 jumlah deposit yang dilakukan oleh pemain berusia 10-16 Tahun lebih dari Rp2,2 miliar. Usia 17-19 tahun mencapai Rp 47,9 miliar dan deposit yang tertinggi usia antara 31-40 Tahun mencapai Rp 2,5 triliun.

"Angka-angka yang ada ini bukan sekedar angka, namun dampak sosial dari persoalan besar kecanduan judi online ini adalah konflik rumah tangga, prostitusi, pinjaman online dan lain-lain," kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana beberapa waktu lalu.

Meski demikian, PPATK mencatat, jumlah transaksi judi online mengalami penurunan sekitar 80 persen pada kuartal I-2025 bila dibandingkan periode yang sama pada 2024.

Jumlah transaksi pada periode Januari hingga Maret 2025 sebesar 39.818.000 transaksi, Jika dipertahankan, hingga akhir 2025 diperkirakan jumlah transaksi akan tertekan hingga sekitar 160 juta transaksi.

"Tanpa intervensi serius, perputaran dana dari perjudian online diperkirakan bisa mencapai Rp1.200 triliun sampai akhir 2025," ujar Ivan.

PPATK juga menegaskan, problem yang mengkhawatirkan ini secara simultan berhasil ditekan oleh Satgas Pemberantasan Judi Online yang diketuai oleh Menko Polkam. Polri, Komdigi, OJK, Bank Indonesia, PPATK dan seluruh anggota Satgas yang berjibaku menjalankan perintah Presiden Prabowo Subianto untuk membasmi judi online.

Penindakan dan Pencegahan Menyeluruh

Pada awal Mei 2025, PPATK telah membekukan lebih dari 5.000 rekening yang terafiliasi dengan aktivitas judi online dengan nilai transaksi mencapai lebih dari Rp600 miliar.

Di sisi lain, dalam rangka penegakan ketentuan pelindungan konsumen, melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) pada periode Januari sampai 23 Mei 2025, OJK telah menemukan dan menghentikan 1.123 entitas pinjaman daring ilegal dan 209 penawaran investasi ilegal di sejumlah situs dan aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat.

Satgas PASTI menemukan nomor kontak pihak penagih (debt collector) pindar ilegal dan telah mengajukan pemblokiran terhadap 2.422 nomor kontak kepada Kementerian Komunikasi dan Digital RI.

Mengatasi masalah judol dan pindar ilegal tak cukup hanya dengan pemblokiran situs atau razia aplikasi ilegal. Harus ada sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, tokoh masyarakat, dan media untuk membangun kesadaran kolektif.

Literasi digital dan keuangan harus diperkuat sejak dini. Regulasi perlu ditegakkan dengan tegas. Dan yang tak kalah penting, masyarakat harus saling mendukung, bukan menghakimi korban. Karena yang mereka butuhkan adalah solusi dan harapan, bukan stigma dan pengucilan.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (KE PEPK) OJK Friderica Widyasari Dewi, Senin (2/6/2025) mengatakan Sejak 1 Januari 2025 hingga 23 Mei 2025, OJK telah menyelenggarakan lebih dari 2.366 kegiatan edukasi keuangan yang menjangkau lebih dari 5.667.974 peserta di seluruh Indonesia.

Menurut Friderica, Platform digital Sikapi Uangmu, yang berfungsi sebagai saluran komunikasi khusus untuk konten edukasi keuangan kepada masyarakat melalui minisite dan aplikasi, telah menerbitkan 130 konten edukasi, dengan total 727.702 viewers. Selain itu, terdapat 10.900 pengguna Learning Management System Edukasi Keuangan (LMSKU), dengan total akses modul sebanyak 3.997 kali dan penerbitan 1.464 sertifikat kelulusan modul.

Upaya peningkatan literasi keuangan tersebut didukung oleh penguatan program inklusi keuangan melalui kolaborasi dalam Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) di seluruh provinsi (38 Provinsi) dan Kabupaten/Kota (514 Kabupaten/Kota) di Indonesia.

Friderica mengungkapkan, dalam rangka pelaksanaan kegiatan literasi dan inklusi keuangan, selama Mei 2025 telah dilakukan beberapa bentuk inisiatif OJK.

Dalam rangkaian Kick Off Bulan Literasi Keuangan (BLK), OJK melaksanakan kegiatan edukasi keuangan. "Salah satunya edukasi keuangan dalam rangka merayakan Hari Pendidikan Nasional bagi mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Malang dengan mengangkat tema Generasi Muda Cerdas Keuangan (Gencarkan): Membangun Ketangguhan di Era Keuangan Digital," ujar Friderica.

Implementasi GENCARKAN periode Januari sampai Mei 2025 melalui penyelenggaraan 17.622 program yang telah menjangkau 81,3 juta peserta. Kegiatan tersebut terdiri atas Edukasi Keuangan secara langsung sebanyak 8.526 kegiatan yang menjangkau 4,2 juta peserta serta Edukasi Keuangan Digital sebanyak 9.096 konten yang menjangkau 77,1 juta viewers.

Terkait dengan penanganan perjudian daring dan kejahatan keuangan lainnya, OJK telah melakukan pertemuan dengan para Direktur Kepatuhan bank-bank dalam rangka mendapatkan update atas upaya terkini penanganan perjudian daring maupun kejahatan keuangan lainnya oleh perbankan beserta kendala yang dihadapi, termasuk penanganan rekening dorman agar tidak digunakan untuk kejahatan keuangan dan efektivitas perbankan dalam menangani jual beli rekening.

"Ke depan, OJK akan menguatkan upaya pengawasan dan pengaturan terhadap pemanfaatan rekening dormant dan kebijakan/panduan dalam menangani kasus penipuan/scam, sekaligus upaya meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan nasabah untuk mengenali dan mencegah terjadinya kejahatan keuangan. Selanjutnya, dengan risiko insiden siber yang semakin tinggi pada sektor keuangan, OJK juga akan memperkuat pengaturan terkait informasi teknologi perbankan serta senantiasa meningkatkan kualitas pengawasan untuk merespon insiden dengan lebih cepat dan mencegah risiko yang lebih besar," pungkas Friderica.

Potensi Generasi Muda Indonesia

Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan anak muda Indonesia punya potensi luar biasa. Mereka cepat beradaptasi, terbuka terhadap teknologi, dan punya semangat belajar tinggi. "Yang dibutuhkan sekarang adalah pembekalan soal bagaimana mengelola keuangan dengan benar sejak usia sekolah,” ujar Purbaya.

Dia menyatakan keyakinannya bahwa generasi muda Indonesia mampu menjadi pelopor kemandirian finansial dan juga berkontribusi bagi masa depan Indonesia. Ketua Dewan Komisioner LPS optimistis, jika dibekali sejak dini, pelajar Indonesia dapat tumbuh menjadi generasi yang tidak hanya cakap secara digital, tetapi juga bijak secara finansial.

“Dengan literasi keuangan yang baik, saya yakin anak-anak muda ini bukan hanya mampu mengatur uangnya sendiri, tapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan,” tutup Purbaya.

Menkomdigi, Meutya Hafid menjelaskan bahwa kerja sama antarkementerian dan lembaga diperlukan guna memberikan edukasi dan literasi ke masyarakat terkait bahaya judi online. Terlebih urusan judi online tidak cukup jika diatasi hanya dengan memblokir situs dan menutup rekening semata.

Pemerintah menggencarkan edukasi tentang bahaya judi online (judol) dan pinjaman daring ilegal untuk mewujudkan internet sehat bagi generasi muda. Sebab, praktik judi online dan pindar ilegal kian meresahkan masyarakat. “Saya pastikan pemerintah akan terus bekerja untuk memastikan pembangunan infrastruktur digital, pemberdayaan UMKM, dan edukasi teknologi berjalan maksimal,” kata Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid beberapa waktu lalu.

Menurut Menkomdigi, mendidik anak tidak hanya soal teknologi. Pendampingan orang tua dan guru menjadi kunci utama untuk menjaga serta mengatur waktu penggunaan teknologi agar tidak berlebihan. Pemahaman bahaya judol dan pindar ilegal harus dimulai sejak dini. Sebab, literasi digital adalah tameng utama melawan konten negatif.

Judi online dan pindar ilegal dikategorikan sebagai ancaman serius terhadap keamanan digital dan kesejahteraan masyarakat. Menkomdigi mengungkapkan selain merugikan secara finansial, ancaman ini memiliki dampak psikologis yang besar, khususnya pada anak-anak dan keluarga. Pada berbagai fasilitas publik, termasuk sekolah, disediakan informasi resmi tentang layanan pengaduan untuk kasus judi online dan pindar ilegal. Masyarakat dapat mengakses nomor hotline atau aplikasi pengaduan digital yang disiapkan, di antaranya adalah Aduankonten.id, yang juga menyediakan layanan WhatsApp di 0811-9224-545. Selain itu, ada WA chatbot Stop Judi Online di 0811-1001-5080. Portal Aduannomor.id juga bisa digunakan untuk melaporkan penyalahgunaan nomor seluler untuk penipuan, dan Cekrekening.id untuk melaporkan rekening bank atau e-wallet yang diduga terlibat tindak pidana.

Meutya menegaskan program pemerintah akan diperkuat untuk mendorong literasi digital hingga ke daerah terpencil. Pemerintah juga terus menggalakkan sosialisasi terkait pengelolaan keuangan bagi pelajar sebagai upaya mencegah ketergantungan pada pindar ilegal. Pemahaman tata kelola keuangan, menurut Meutya, perlu diajarkan sejak dini agar generasi muda lebih bijak dalam mengelola uang dan tidak terjebak dalam utang yang tidak sehat. Menkomdigi berharap akses internet yang telah dibangun dapat menjadi alat untuk mendukung pendidikan yang positif dan produktif. “Kita membangun infrastruktur bukan untuk hal-hal yang negatif, melainkan untuk menciptakan internet yang sehat dan bermanfaat bagi masyarakat,” kata Menkomdigi. Dengan pendekatan komprehensif, Kementerian Komdigi optimistis mampu menciptakan ekosistem digital yang inklusif dan berkelanjutan. Kemudian, mempercepat pemberantasan ancaman digital seperti judol dan pindar ilegal.