Pin It

20231221 Kesenjangan Gender dalam Birokrasi Masih Jadi MasalahKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadakan Diskusi bertajuk Kuatkan Peran Perempuan KPK Wujudkan Lingkungan Kerja Inklusif, yang digelar di Gedung Juang KPK. (Foto: Dok KPK)

 

Jakarta, Infopublik - Kesenjangan gender yang turut terjadi dalam birokrasi membuat hambatan-hambatan yang dialami pekerja perempuan menjadi tak kasat mata.

Hal itu diungkapkan National Gender Advisor Prospera Hartian Silawati, dalam keterangan tertulis yang diterima Infopublik, Kamis (21/12/2023).

“Tiga hambatan utama yang menjadi kendala bagi kemajuan karier perempuan adalah faktor domestik, tugas pengasuhan, cuti melahirkan, 80 persen menjadi hambatan. Yang kedua ini paling penting faktor lingkungan kerja, nah, yang ketiga adalah hambatan individu,” ujar Hartian.

Bahkan, mayoritas perempuan sebanyak 61 persen melaporkan bahwa mereka secara pribadi pernah mengalami atau terkena dampak hambatan-hambatan tersebut.

Menurut data, proporsi perempuan yang bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) sedikit lebih tinggi dari proporsi laki-laki. Perempuan merepresentasikan sekitar 16 persen dalam kepemimpinan birokrasi.

Kendati begitu, presentasi proposi perempuan lebih rendah pada jabatan Eselon I dan Eselon II. Pada Eselon I proporsi perempuan hanya sebesar 16 persen, sedangkan pada Eselon II perempuan proposi perempuan hanya sebesar 14 persen. Data tersebut konsisten selama lima tahun terakhir.

Sementara itu, rata-rata usia di tingkat Eselon III-IV adalah 43,5 tahun, dan hanya 16 persen yang merupakan generasi milenial di rentang usia 26-35 tahun.

Lebih lanjut, lingkungan kerja yang inklusif dapat dibangun dengan membuat praktik-praktik tempat kerja yang ramah keluarga dan inklusif, worklife balance, serta sesuai dengan budaya berakhlak.

Selain itu, mengusung pelatihan pengelolaan keberagaman untuk para pimpinan dan semua pegawai dengan materi sensitivitas gender & bias yang tidak disadari (unconscious bias), hingga menyediakan fasilitas ramah gender untuk mendukung perempuan yang memiliki tugas reproduktif untuk mencapai kinerja optimalnya.

“Memang kita sampaikan bahwa sistem manajemen kinerja harus bagus, atasan yang perhatian, memilih bawahan yang benar-benar memiliki integritas, kalau ASN integritas itu kan kompetensi,” tutup Hartian.