GORONTALO - Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) Sektor Keluatan dievaluasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Evaluasi ini untuk melihat sejauh mana rencana aksi daerah sebagai tindak lanjut dari Nota Kesepakatan Bersama (NKB) Gerakan Penyelamatan Sumberdaya Alam Indonesia yang ditandatangani 27 Kementerian dan pimpinan lembaga Negara 19 Maret lalu. Monitoring dan evaluasi ini melibatkan empat provinsi yakni Gorontalo, Suawesi Utara, Sulawesi Barat dan Maluku Utara bertempat di Hotel Maqna, Selasa (9/6).
Wakil Ketua KPK Zulkarnain mengungkapkan, GNP SDA sangat penting untuk memaksimalkan potensi dan kekayaan Indonesia. Menurutnya ada hal paradoksial yang terjadi di Indonesia selama ini, yaitu sebagai negara kaya akan SDA, tetapi banyak masyarakat masih hidup di bawah garis kemiskinan. “Paradoks itu timbul salah satunya karena buruknya pengelolaan sumberdaya alam kita,” terangnya.
Oleh karena itu, KPK mengambil bagian dalam hal koordinasi dan supervisi terhadap pelaksanaan rencana aksi dan rencana kegiatan oleh para pihak terkait. Selain itu KPK juga secara aktif memfasilitasi pengembangan integritas dan system pencegahan korupsi pada lembaga terkait. “KPK juga terus melakukan kampanye, sosialisasi dan edukasi untuk hal-hal yang mendukung kegiatan pencegahan serta melakukan deteksi dan profiling terhadap aktor dan faktor yang menghambat proses pelaksanaan kegiatan,” imbuhnya.
Sementara itu Gubenur Gorontalo Rusli Habibie mengungkapkan, ada 4 rencana aksi yang wajib dilakukan oleh daerah yakni penyusunan tata ruang wilayah laut, penataan perizinan, pelaksanaan kewajiban para pihak serta pemberian dan perlindungan hak hak masyarakat. Empat rencana aksi ini sedang dan akan terus dilaksanakan secara bertahap hingga 2019 mendatang.
Dari empat rencana aksi tersebut, Gubernur menitik beratkan pada penataan perizinan perikanan dan pelayaran. Menurutnya selama ini, proses perizinan masing berlangsung tidak efektif dan efisien. Ia mencontohkan soal perizinan kapal di atas 30 Gros Ton (GT) yang harus diselesaikan di Kemenetrian Kelautan dan Perikanan (KKP) Pusat dengan jangka waktu yang lama dan prosedur yang berbelit.
“Saat ini ada banyak persoalan hukum yang dihadapi nelayan karena hambatan izin (yang berlangsung lama). Nelayan kita banyak menerima kapal Inka Mina tapi sulit melaut. Perlu juga diingat bahwa nelayan punya waktu melaut yang terbatas karena faktor cuaca. Jika izinnya tidak keluar saat ombak bagus, maka terpaksa kapal harus diparkir. Ini harus menjadi perhatian pemerintah pusat dalam hal regulasi perizinan,” beber Rusli usai pertemuan.
Masih terkait dengan masalah perizinan, Gubernur mengungkapkan selama ini pihaknya telah menggratiskan pengurusan izin bagi nelayan dengan kapasitas kapal di bawah 30 GT. Hal itu dilakukan selain member kemudahan akses juga untuk memaksimalkan tangkapan dan produksi ikan nelayan.
“Itu merupakan bagian dari pelayanan. (Jika izin harus bayar) mereka kucing kucingan dengan kita, dampaknya tangkapan juga tidak maksimal. Makanya kita gratiskan dengan harapan nelayan tenang melaut, tangkapan besar dan kesejahteraan mereka meningkat,” pungkasnya. (swd/HUMAS MENPANRB)