Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menghadiri Pertemuan Retreat para Menteri Luar Negeri ASEAN di Vientiane, Laos, Kamis (25/7/2024). Foto: kemlu.go.id
Jakarta, InfoPublik - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengangkat lima isu penting, dalam Pertemuan Retreat para Menteri Luar Negeri ASEAN di Vientiane, Laos, Kamis (25/7/2024).
Agenda tersebut merupakan bagian dari Pertemuan ke-57 Para Menteri Luar Negeri ASEAN.
Seperti dilansir laman Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Kamis (25/7/2024), lima isu tersebut yakni : isu sentralitas ASEAN, ASEAN Outlook on Indo-Pacific (AOIP), Myanmar, Laut China Selatan dan isu Palestina.
Pertama, pentingnya ASEAN tidak menjadi proksi kekuatan mana pun.
Retno menegaskan, sekali ASEAN jadi proksi, maka akan sulit bagi ASEAN memainkan peran sentralnya, dan tetap menjadi 'jangkar' bagi terwujudnya perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Kedua, keberlanjutan implementasi AOIP.
Menurut Retno, Indonesia memastikan agar implementasi AOIP tetap diarustamakan baik dalam kegiatan ASEAN, maupun dengan mitra wicaranya.
Ketiga, isu Myanmar.
Retno mengungkapkan kekecewaannya terkait tidak adanya progres 5PC atau Five-Point Consensus (5PC) oleh Myanmar.
Retno kembali menyampaikan mengenai situasi di Myanmar yang semakin buruk antara lain ditandai dengan: meningkatnya konflik internal yang sebabkan meningkatnya pengungsi internal; meningkatnya berbagai aktivitas kejahatan lintas batas, antara lain online scam dan perdagangan obat-obatan terlarang di mana korbannya mayoritas adalah warga negara Asia Tenggara.
Keempat, isu Laut China Selatan.
Retno mengatakan, bahwa eskalasi di kawasan semakin nyata dan mengkhawatirkan.
“Satu salah langkah di Laut China Selatan, akan mengubah api kecil menjadi badai api yang mengerikan," katanya.
Kelima, mengenai isu Palestina.
Retno mendorong ASEAN untuk bersatu dalam menyuarakan dihentikannya genosida dan segera dilakukannya gencatan senjata yang permanen di Palestina.
“ASEAN harus terus mendorong diimplementasikannya Resolusi 2735. ASEAN juga penting untuk mendukung Fatwa Hukum (Advisory Opinion) dari Mahkamah Internasional " ungkapnya. (*)