Citra Satelit kondisi cuaca, Senin (20/7). (Sumber: BMKG)
Indonesia, merupakan negara kepulauan yang berada di sekitar garis ekuator serta diapit oleh dua Samudra dan dua Benua besar, memiliki dinamika cuaca dan iklim yang khas.
Kondisi cuaca atau iklim yang kontras tersebut, menurut Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, membuat sejumlah wilayah mengalami kekeringan, sementara hujan ekstrem justru mengguyur beberapa wilayah lainnya.
“Contohnya pada saat musim kemarau melanda hampir di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan, wilayah Indonesia bagian tengah mulai Sulawesi Tengah, Maluku hingga Papua bagian utara malah berpotensi mendapatkan curah hujan relatif tinggi dalam dua dasarian (20 hari) ke depan,” ujar Kepala BMKG.
Sementara itu, berdasarkan hasil pemantauan BMKG, musim kemarau masih terus akan berlanjut hingga Oktober nanti. Deputi Klimatologi BMKG, Herizal, menjelaskan, dari 342 daerah Zona Musim (ZOM) di Indonesia, sebanyak 64% ZOM telah memasuki musim kemarau hingga pertengahan Juli ini. Hal ini seiring dominannya sirkulasi angin Monsun Australia yang bersifat kering dan bertiup dari arah Timur-Tenggara.
Adapun daerah yang telah memasuki musim kemarau antara lain: Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Bali, Jawa Timur, sebagian besar Jawa Tengah dan Jawa Barat, DKI Jakarta bagian barat dan timur, Pesisir utara Banten, Pesisir timur Jambi, Riau dan Aceh, Sumatra Utara bagian tengah, utara dan timur, Kalimantan Selatan bagian barat, Kalimantan Tengah bagian timur, Sulawesi Barat bagian selatan, Pesisir barat Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan. Maluku bagian barat, Papua Barat bagian timur, serta Papua bagian tengah, selatan dan utara.
Dari wilayah-wilayah yang telah memasuki musim kemarau tersebut, 30% ZOM telah mengalami kondisi kering berdasarkan indikator Hari Tanpa Hujan berturut-turut (HTH) atau deret hari kering bervariasi antara 21 sampai 30 hari, 31 sampai 60 hari, dan diatas 61 hari.
“HTH terpanjang terjadi di Oepoi, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur selama 70 hari. Sementara itu, prediksi Hujan BMKG hingga 9 (Sembilan) bulan ke depan menunjukan musim kemarau secara umum akan berlangsung hingga bulan Oktober 2020,” imbuh Herizal.
Meski demikian, daerah yang tidak atau belum mengalami kemarau juga perlu mewaspadai adanya potensi curah hujan dengan kriteria Tinggi hingga Sangat Tinggi dalam 4 (empat) bulan ke depan, demikian Herizal mengingatkan.
Daerah tersebut meliputi: sebagian Aceh, Sumbar, Kalbar, Kaltara, Sultra, Sulteng; Sulbar; Maluku Utara; Papua Barat dan sebagian Papua (pada bulan Juli 2020), sebagian Aceh, Sumbar, Kalbar, Kaltara, Sulbar, Maluku Utara; Papua Barat dan Sebagian Papua (pada bulan Agustus 2020), Aceh, sebagian Sumut, Sumbar, Kalbar dan Kaltara, Sulbar, Papua Barat dan sebagian Papua (September 2020), Aceh, Sumut, Sumbar, Bengkulu, Kalbar, Kaltara, Sulbar, Papua Barat dan sebagian besar Papua (Oktober 2020).
Potensi itu didasarkan pada kondisi suhu muka air laut perairan Indonesia yang masih cukup hangat, sehingga men-suplay cukup uap air ke atmosfer akibat proses penguapan. Sementara itu, aktivitas gelombang ekuator tropis (Gelombang Kelvin dan Rossby) serta aliran massa udara Samudera Pasifik yang masuk ke Indonesia, berpotensi menimbulkan peningkatan aktivitas pembentukan awan konvektif di Indonesia sebelah utara ekuator, terutama di Indonesia bagian timur dan tengah.
Potensi Banjir dua dasarian ke depan
Menurut Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan, Nasrullah, berdasarkan prakiraan curah hujan probabilistik BMKG, beberapa wilayah seperti, sebagian Sulawesi Tengah dan Papua berpotensi banjir dengan dengan peluang kategori ‘tinggi’ pada dasarian II Juli ini.
Prakiraan ini telah di-overlay-kan pada peta daerah rawan banjir yang dibuat Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Sementara itu pada Dasarian III atau dalam 10 hari terakhir di bulan Juli ini, potensi banjir dengan peluang kategori ‘menengah’ diprediksi terdapat di sebagian Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara , Papua Barat dan Papua.
Sedangkan pada dasarian I atau sepuluh hari pertama di bulan Agustus, sebagian Papua Barat berpotensi banjir kategori “menengah,” kata Nasrullah.
Untuk memonitor keadaan cuaca seminggu ke depan, Kepala Pusat Meteorologi Publik, Fachri Radjab, mengungkapkan bahwa sejumlah wilayah seperti pesisir barat Sumatra, Kalimantan Barat dan Utara, Sulawesi bagian Barat, Tengah dan Selatan, Papua bagian Tengah perlu mewaspadai potensi hujan lebat beserta dampaknya.
“Sedangkan wilayah Nusa Tenggara Timur diprediksikan akan masih mengalami kondisi yang kering,” ujar Fachri.
Sebagai upaya pencegahan/pengurangan risiko bencana hidrometeorologi, Dwikorita menegaskan, bahwa 5 Balai Besar BMKG di Wilayah Indonesia Barat, Tengah dan Timur serta Koordinator Stasiun BMKG di seluruh Provinsi Rawan Cuaca Ekstrem dan Bencana Hidrometeorologi, terus berupaya makin menggencarkan penyebarluasan Peringatan Dini ke masyarakat, agar lebih massif dalam meningkatkan kewaspadaan dan mendukung upaya pencegahan bencana tersebut. Salah satunya dengan lebih meningkatkan sinergi dengan BPBD, PUPR dan jaringan Radio setempat. (Humas BMKG/EN)