Foto: Humas Bea Cukai
Jakarta, InfoPublik – Di tengah konflik geopolitik dan perlambatan ekonomi global, Indonesia tetap dapat menjaga stabilitas perekonomiannya di tahun 2023.
Kasubdit Hubungan Masyarakat dan Penyuluhan, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan Encep Dudi Ginanjar dalam keterangan tertulisnya Selasa (9/1/2023) menjelaskan bahwa berkat APBN yang solid dan kredibel, ekonomi domestik masih tumbuh kuat di 5,05 persen (Q1-Q3) dengan inflasi yang tekendali, pasar keuangan yang relatif resilien, konsumsi yang terjaga, dan neraca perdagangan yang surplus dan diprediksi akan tetap tumbuh di kisaran 5 persen di tahun 2024.
APBN yang menjadi salah satu penyangga perekonomian Indonesia berperan sebagai shock absorber di tengah dinamika perekonomian, volatilitas harga, dan sebagai motor agenda pembangunan Indonesia. Realisasi sementara pendapatan negara sebesar Rp2.744,3 T (112,6% APBN; 105,2% Perpres 75/2023; 5,3% yoy) dan belanja negara sebesar Rp3.121,9 T (102 % APBN; 100,2%; Perpres 75/2023; 0,8% yoy) atau defisit Rp347,6 T (1,65% PDB).
Salah satu sumber penerimaan APBN berasal dari sektor kepabeanan dan cukai. Sepanjang tahun 2023, Bea Cukai telah mengumpulkan penerimaan negara sebesar Rp286,2 T atau sekitar 95,4 persen dari target yang telah ditetapkan Peraturan Presiden nomor 75 tahun 2023.
Encep mengungkapkan, volatilitas harga komoditas karena adanya perlambatan ekonomi global dan konflik geopolitik secara tidak langsung berimbas terhadap penerimaan kepabeanan dan cukai di tahun 2023.
Meskipun di tengah kondisi yang fluktuatif, Bea Cukai tetap berupaya secara optimal dalam mengumpulkan penerimaan negara.
Sepanjang tahun 2023, Bea Cukai telah mengumpulkan bea masuk sebesar Rp50,8 triliun atau sekitar 95,8 persen dari target Perpres 75 tahun 2023. Sementara itu, bea keluar sebesar Rp13,5 triliun atau sekitar 68,4 persen dari target Perpres 75 tahun 2023.
Penerimaan bea masuk tidak setinggi tahun sebelumnya disebabkan penurunan nilai impor 2023 sebesar -6,8 persen (yoy). Tarif efektif tahun 2023 sebesar 1,43 persen, sedangkan tahun 2022 sebesar 1,35 persen dipengaruhi oleh peningktan impor komoditas kendaraan roda empat, beras, dan mesin pertambangan.
"Hal tersebut mampu menahan penurunan penerimaan bea masuk di tengah penurunan aktivitas impor,” ujar Encep.
Sementara itu untuk bea keluar juga turun disebabkan penurunan harga CPO di samping upaya hilirisasi produk mineral yang berdampak pada penurunan volume ekspor dan tarif bea keluar produk mineral.
Bea keluar produk sawit rutun 81,2 persen disebabkan harga rata-rata CPO turun 34,1 persen (yoy) meskipun volume ekspor kelawa sawit masih tumbuh 3% *(yoy).
Bea keluar bauksit juga mengalami penurunan sebesar -89,1 persen (yoy) karena larangan ekspor sejak Maret 2023. Sementara itu, bea keluar tembaga tumbuh 10,8 persen (yoy) yang didorong oleh kebijakan realisasi ekspor.
Selain sektor kepabeanan, penerimaan dari sektor cukai juga sedikit mengalami penurunan. Bea Cukai mengantongi Rp221,8 triliun penerimaan cukai di tahun 2023 atau sebesar 97,6 persen dari target Perpres 75 tahun 2023.
Penerimaan cukai menurun dampak kebijakan pengendalian konsumsi rokok dan menjaga keberlangsungan tenaga kerja industri rokok. Hal ini ditandai dengan penurunan produksi rokok mencapai 1,8 persen (yoy).
Golongan I mengalami penurunan produksi paling besar yang mencapai -14 persen, meskipun produksi golongan II naik 11,6 persen dan golongan III sebesar 28,2 persen. Meskipun demikian, penerimaan cukai juga terbantu oleh meningkatnya kebutuhan minuman mengandung etil alkohol dampak dari meningkatnya sektor pariwisata.
Dalam menghadapi tahun 2024, Bea Cukai tentu akan berupaya lebih optimal dalam mengumpulkan penerimaan negara dari sektor kepabeanan dan cukai sebagai salah satu postur penopang APBN.
Bea Cukai juga mengapresiasi masyarakat yang telah menunjukkan dedikasi dan keberanian dalam menghadapi berbagai permasalahan yang timbul, termasuk dampak pandemi global dan perubahan dinamika ekonomi. Kontribusi positif juga diharapkan untuk mendukung kinerja APBN di tahun 2024.
“Ini merupakan panggilan untuk bersama membangun Indonesia yang lebih kuat dan berdaya saing. Melalui partisipasi aktif, transparansi, dan akuntabilitas, kita dapat mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkas Encep.