Pin It

20180730 pERPUSNAS

JAKARTA – Gratifikasi merupakan pemberian dalam arti luas. Pengaturan dan penyebutan gratifikasi secara spesifik dikenal sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). “Perpustakaan Nasional menyelenggarakan Bimbingan Teknis Program Pengendalian Gratifikasi sehingga diharapkan setiap unit kerja dapat mengimplementasikan kebijakan-kebijakan tentang pengendalian gratifikasi yang akan difasilitasi oleh tim unit pengendalian gratifikasi di lembaga Perpustakaan Nasional,” ujar Inspektur Perpustakaan Nasional Darmadi. Bimbingan Teknis (bimtek) yang diselenggarakan di Ruang Auditorium Salemba, pada hari Senin (30/7) mengundang seluruh pimpinan tinggi pratama merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Unit Layanan Pengadaan (ULP), unit perijinan operasional, unit perijinan terkait ISBN dan ISMN, serta UPT Perpustakaan Proklamator Bung Karno dan UPT Perpustakaan Proklamator Bung Hatta.

Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando dalam sambutannya mengatakan bahwa diselenggarakannya bimtek merupakan suatu cara untuk saling menguatkan komitmen bersama antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Perpustakaan Nasional agar tidak terjadi penyimpangan. “Masalah gratifikasi saya kira terkait dengan tugas pokok dan fungsi di satu sisi sangat tergantung personalitynya, selama personalitynya tidak memiliki komitmen maka apapun caranya bisa saja terjadi,” terang Syarif. Praktik penerimaan hadiah merupakan sesuatu yang wajar dari sudut pandang relasi pribadi, sosial dan adat-istiadat, akan tetapi ketika hal tersebut dijangkiti kepentingan lain dalam relasi kuasa maka cara pandang gratifikasi adalah netral tidak bisa dipertahankan. Hal itulah berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2001 sebagaimana disebut Pasal 12B  sebagai gratifikasi yang dianggap suap, yaitu gratifikasi yang terkait dengan jabatan dan bertentangan dengan kewajiban atau tugas penerima.

Terkait pengendalian gratifikasi, Syarif menerangkan bahwa tidak hanya sosialisasi melalui bimtek saja namun juga telah mengirimkan surat edaran kepada seluruh stakeholder untuk tidak  mengambil manfaat atau gratifikasi atas penggunaan fasilitas Perpustakaan Nasional. “Kami ngotot terhadap Kemenkeu terhadap penggunaan ruangan di gedung fasilitas layanan Perpusnas Medan Merdeka Selatan untuk tidak dijadikan PNBP, karena perpustakaan merupakan suatu institusi penting dalam membangun suatu peradaban. Saya pikir daripada minta uang seratus juta ke Kemenkeu untuk promosi perpustakaan lebih baik menggratiskan pemanfaatan fasilitas namun dapat memberikan manfaat promosi perpustakaan senilai milyaran,” tegas Syarif. Syarif menghimbau kepada seluruh peserta untuk mengikuti bimtek dengan sungguh-sungguh sehingga dapat melayani masyarakat sebaik-baiknya dan menunjukkan komitmen dengan  Komisi Pemberantasan KPK untuk wujudkan zona integritas. ”Dunia cukup besar untuk memenuhi kebutuhan setiap orang, namun dunia terlalu kecil untuk bisa memenuhi kerakusan manusia.” tutup Syarif mengutip Mahatma Gandhi.