Menaker Hanif Dhakiri dan Mendikbud Muhadjir Effendy pada Press Conference Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta, Kamis (8/11).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tingkat pengangguran terbuka (TPT) selama empat tahun terakhir terus mengalami penurunan. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Hanif Dhakiri mengemukakan, tingkat pengangguran tahun 2018 ini merupakan angka terendah selama dalam pemerintahan Jokowi-JK
Dalam siaran persnya Senin (3/11) lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan pada tahun 2015, angka pengangguran terbuka sekitar 6,18 persen, menurun setahun berikutnya (2016) menjadi 5,61 persen, dan di tahun 2017 kembali merosot menjadi 5,50 persen. Hingga bulan Agustus 2018, tingkat pengangguran terbuka kembali turun menjadi 5,34 persen.
“Bicara masalah pengangguran, harus dikatakan capaian pemerintah saat ini bahwa turunnya angka pengangguran sesuai yang kita harapkan", kata Menaker saat menjadi narasumber Press Conference Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertema “Pengurangan Pengangguran” di Jakarta, Kamis (8/11).
Meski telah menunjukkan kecenderungan positif, namun Menaker Hanif Dhakiri memastikan perluasan kesempatan kerja harus terus dilakukan di perkotaan dan pedesaan. Sebab pertumbuhan industri manufaktur, pariwisata, makanan dan minuman juga berkontribusi terhadap penyerapan lapangan kerja.
“Tren dari semua basis pendidikan, TPT alami penurunan, ini artinya positif. Saya ingin lihat dari sisi ini agar kita optimis dan optimis melihat bangsa ini . Kalau tidak, nanti isinya mengeluh dan komplain, seolah-olah tak ada masa depan, ” kata Hanif.
Dari tingkat pendidikan, Hanif Dhakiri mengatakan meski TPT pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) selalu paling tinggi kontribusinya, namun sejak tahun 2015 trennya relatif mengalami penurunan.Pada tahun 2015, TPT pendidikan SMK sebesar 12,65 persen, menurun 2016 menjadi 11.11 persen, 11,41 (2017) dan hingga Agustus 2018 sebesar 11,24 persen.
Diakui Menaker, banyak problem SDM di angkatan kerja termasuk lulusan SMK. Hingga saat ini profil ketenagakerjaan secara keseluruhan di tahun 2018 masih menantang. Dari 131 juta angkatan kerja, 58 persen masih lulusan SD/SMP.
Namun Hanif menegaskan pihaknya telah melakukan terobosan-terobosan dengan memperbaiki akses dan mutu pendidikan formal utamanya pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Kedua, memperbaiki akses dan mutu vocational training secara massif. Langkah massifikasi diperlukan untuk mengatasi tiga problem tenaga kerja yakni kualitas, kuantitas dan persebaran tenaga kerja. “Itu kunci masa depan, akses dan mutu harus diperbaiki, ” ujarnya.
Ditambahkan Hanif, yang dilakukan pemerintah untuk memperkuat pemagangan dan vocational training salah satunya yakni kebijakan triple skilling (skilling, upskilling dan re-skilling).Bagi tenaga kerja yang belum punya keterampilan dapat mengikuti program skilling agar punya keahlian di bidang tertentu.
Bagi tenaga kerja yang telah memiliki skill dan membutuhkan peningkatan akan masuk program upskilling. Sedangkan yang ingin beralih skill dapat masuk ke program reskilling.
Lampaui Target RKP
Sementara itu Kepala PPN/Bappenas Bambang Brodjonegoro menambahkan jumlah lapangan kerja Indonesia pada 2018 telah melampaui target Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Yakni meningkat 2,99 juta dibandingkan 2017.
Dalam rentang 2015-2018, Pemerintah telah berhasil menciptakan 9,38 juta lapangan kerja. Secara absolut, jumlah pengangguran juga turun sebesar 40 ribu orang, sehingga TPT telah berhasil diturunkan menjadi 5,34 persen tahun ini.
“Penurunan ini dapat dicapai dengan penciptaan kesempatan kerja sebanyak 2,6-2,9 juta orang dan lapangan kerja formal di sektor bernilai tinggi dapat menyerap angkatan kerja berpendidikan SMA ke atas,” ujar Bambang.
Sementara itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhajir Effendy menuturkan, pihaknya akan membuat perubahan pada kurikulum SMK yang berbasis industri. Sehingga nantinya 70 persen kurikulum berasal dari industri.
“Kami ubah strategi SMK dari supply drive ke demand base, gimana permintaannya, laku enggak di industri. Nanti kurikulum akan industry base, jadi 40 persen aja dia masuk ke sekolahnya, 60 persennya masuk ke industri,” tambahnya. (Biro Humas Kemnaker/ES)