Foto: Istimewa
Jakarta, InfoPublik - Indonesia menargetkan untuk menjadi negara industri tangguh pada 2035, dengan bercirikan struktur industri nasional yang kuat, berdaya saing global, serta berbasis inovasi dan teknologi. Sasaran utama itu perlu diterjemahkan ke dalam program kerja, baik dalam jangka menengah maupun panjang. “Guna mencapai visi tersebut, pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas ditargetkan sebesar 6,4 persen dan kontribusi industri terhadap PDB sebesar 19,2 persen pada 2025,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam sambutannya pada Rapat Koordinasi Nasional Sumber Daya Manusia Industri di Surabaya, Rabu (26/7/2023).
Menperin juga menyebutkan, indikator lain yang menjadi target untuk mencapai visi negara industri tangguh adalah jumlah tenaga kerja di sektor industri pengolahan nonmigas sebesar 22,6 juta orang, persentase jumlah tenaga kerja di sektor industri pengolahan nonmigas terhadap total pekerja sebesar 15,7 persen, dan produktivitas tenaga kerja sektor industri pengolahan nonmigas sebesar Rp128,4 juta per orang.
“Target-target itu bukan hal yang mudah untuk dicapai, sehingga diperlukan terobosan program dan langkah-langkah kerja yang bisa mengakselerasi pembangunan sumber daya manusia (SDM) industri yang produktif, kompeten dan berdaya saing global di era transformasi digital saat ini,” paparnya.
Menperin menekankan pentingnya ketersediaan SDM industri yang memiliki produktivitas tinggi, tidak hanya dari skill, tetapi juga yang berbudaya kerja yang baik. “Salah satu yang harus jadi perhatian adalah produktivitas. Dengan jam kerja sama yang dilakukan tenaga kerja di negara lain, kita harus mampu menciptakan produk-produk lebih baik,” tegasnya.
Oleh karena itu, dalam upaya memacu produktivitas SDM industri manufaktur nasional agar bisa berdaya saing global, perlunya memperhatikan perkembangan teknologi dan juga dinamika di dunia internasional.
“Jadi, kita harus mampu beradaptasi terhadap paradigma dari waktu ke waktu yang semakin berkembang, misalnya terkait energi terbarukan dan digitalisasi, untuk menuju green product,” imbuhnya.
Guna mendukung penyediaan SDM industri kompeten, Kemenperin juga telah menyiapkan infrastruktur dan sarana prasarana guna melaksanakan program pengembangan SDM industri melalui 11 Politeknik, dua Akademi Komunitas, sembilan SMK industri, dan tujuh Balai Diklat Industri.
“Selain itu juga terdapat Pusat Industri Digital Indonesia (PIDI) 4.0 yang menawarkan layanan untuk membantu industri dalam proses transformasi digital,” sebut Agus.
Secara keseluruhan atau 100 persen lulusan dari unit pendidikan vokasi di bawah Kemenperin langsung diterima kerja di sektor industri. Artinya dari sisi kualitas, unit pendidikan vokasi milik Kemenperin sudah sangat baik. Namun, saat ini yang perlu digenjot adalah sisi peningkatan jumlah atau kuantitasnya.
“Sebab, rata-rata penambahan kebutuhan tenaga kerja di sektor industri sebanyak 600-700 ribu per orang. Ini juga menunjukkan bahwa sektor manufaktur semakin bergeliat, tidak sedang mengalami deindustrialisasi, karena meningkatnya penyerapan tenaga kerja. Banyak lagi indikator lainnya yang menandakan industri kita masih ekspansif seperti laporan survei dari PMI manufaktur Indonesia dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI),” paparnya.
Menperin juga berharap Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kementerian Perindustrian dapat meningkatkan kompetensi dari sekolah-sekolah yang ada agar dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas lulusannya hingga mereka dapat diterima di industri yang berada di luar neger. “Bila perlu BPSDMI harus dapat menargetkan agar unit pendidikan kita memiliki sertifikat kompetensi setara dengan unit pendidikan yang ada di luar negeri, sehingga lulusannya dapat dipandang secara setara,” tandasnya.
Peluang masuk OECD
Menperin mengemukakan, saat ini Indonesia dalam proses aksesi untuk menjadi anggota The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). “Sebagaimana kita ketahui, OECD beranggotakan negara-negara maju sebagai forum berbagi pengalaman, best-practices, serta memberikan masukan terhadap pembentukan kebijakan publik dan standar internasional,” jelasnya.
Menurut Agus, langkah tersebut merupakan peluang yang baik bagi Indonesia untuk naik level dan mensejajarkan diri dengan negara-negara maju dan meninggalkan status negara middle income. “Keanggotaan Indonesia dalam OECD juga menjadi peluang kita untuk memperluas kerja sama di bidang industri dengan negara-negara maju di OECD,” terangnya.
Lanjut Agus, tantangan yang Indonesia hadapi adalah standar OECD yang cukup tinggi serta proses seleksi yang cukup ketat, sehingga perlu dukungan dari seluruh pihak, termasuk pelaku industri. “Salah satu upayanya, yakni diperlukan ketersediaan SDM kompeten dan ahli di sektor industri, khususnya yang menguasai digitalisasi,” imbuhnya.
Terkait upaya percepatan transformasi digital, pemerintah telah mencanangkan peta jalan Making Indonesia 4.0 sejak tahun 2018 lalu. Berfokus pada tujuh sektor industri manufaktur dan didukung dengan 10 strategi prioritas nasional, Making Indonesia 4.0 berpotensi mampu mendorong Indonesia menjadi 10 ekonomi terbesar dunia pada tahun 2030.
“Namun, cita-cita Making Indonesia 4.0 tidak akan terwujud jika tidak didukung oleh SDM yang kompeten. Karena itu, peningkatan kualitas SDM menjadi krusial dalam mengakselerasi implementasi Making Indonesia 4.0. Skill atau keterampilan menjadi poin yang penting untuk tetap relevan dengan permintaan industri,” imbuhnya.
Pada kegiatan rakornas ini, Menperin meresmikan fasilitas gedung pendidikan pada beberapa satuan kerja pendidikan vokasi Kemenperin. “Saya berharap fasilitas tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik untuk peningkatan kapasitas dan kualitas pendidikan sehingga bisa menghasilkan lebih banyak lulusan yang kompeten dan berdaya saing global,” tuturnya.
Adapun untuk dua gedung baru yang sedang dibangun, yaitu gedung pendidikan SMK SMAK Bogor dan Politeknik Industri Petrokimia Banten. “Saya juga berpesan untuk dikawal pelaksanaannya dengan baik, dipastikan standar kualitas dan target penyelesaian sesuai dengan perencanaan, dan dapat dipertanggungjawabkan kualitas dan akuntabilitasnya,” ujar Agus.
Menperin menambahkan, pihaknya mendorong kemandirian dan transformasi satuan kerja pendidikan khususnya Politeknik untuk menjadi satuan kerja dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU), sehingga memiliki fleksibilitas yang lebih luas dan lebih mandiri dalam pengelolaan keuangan. “Saya berharap target-target yang telah ditetapkan untuk transformasi pendidikan tersebut dapat dicapai secara tepat waktu,” pungkasnya.
Sementara Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri (BPSDMI) Kementerian Perindustrian, Masrokhan menyampaikan, kegiatan Rakornas SDM industri diselenggarakan menjadi momentum yang baik untuk mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan program-program kerja pembangunan SDM industri untuk mewujudkan negara industri tangguh 2035.
“Apalagi rakornas kali ini tidak saja dihadiri secara internal BPSDMI, tetapi juga melibatkan mitra-mitra industri dan stakeholders terkait,” ujarnya. (*)