Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas dalam Rakor Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan Aksi Afirmasi Pembelian PDN, secara virtual, Rabu (14/06).
JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) akan terus memperkuat indikator belanja produk dalam negeri dan usaha mikro dan kecil serta koperasi (UMK-Koperasi) melalui e-Katalog dalam penilaian indeks reformasi birokrasi. Bila sebuah kementerian/lembaga/pemerintah daerah (K/L/Pemda) memiliki nilai belanja produk dalam negeri (PDN) dan UMK yang tidak sesuai target atau minim, maka dipastikan nilai indeks reformasi birokrasinya akan melorot.
Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas mengatakan, belanja PDN dan UMK-Koperasi per 2023 telah menjadi tema dalam penerapan reformasi birokrasi tematik yang digalang Kementerian PANRB sesuai arahan Presiden Joko Widodo.
”Jadi dulu, belanja PDN dan UMK-Koperasi itu hanya menjadi sub-komponen. Nah, tahun ini jadi salah satu tema utama, selain kemiskinan, peningkatan investasi, digitalisasi, dan pengendalian investasi. Sama seperti kemiskinan, misalnya, kalau turunnya minim, ya indeks reformasi birokrasi-nya tidak akan ada perbaikan signifikan. Demikian pula bila belanja PDN dan UMK-Koperasinya rendah, ya kita turunkan nilai reformasi birokrasinya. Karena sekarang reformasi birokrasi fokus pada dampak, bukan administrasi laporan,” ujar Anas.
Anas menyampaikan hal tersebut dalam Rakor Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan Aksi Afirmasi Pembelian PDN yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan, dan diikuti sejumlah menteri dan kepala lembaga negara secara daring, Rabu (14/06).
Anas mengemukakan, pihaknya mengingatkan hal ini setelah mendapatkan informasi bahwa realiasi belanja PDN dan UMK-Koperasi di K/L/Pemda melalui e-Katalog belum sesuai harapan. “Tadi di rapat dibahas belanja PDN dan UMK-Koperasi di e-Katalog memang masih agak jauh dari target, berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP),” ujar Anas.
Anas menambahkan, dulu indikator belanja PDN dan UMK-Koperasi hanya memiliki bobot dua persen dari total indeks Reformasi Birokrasi. Saat ini, belanja PDN dan UMK-Koperasi akan menjadi nilai tambah atau top up yang cukup signifikan dalam indeks reformasi birokrasi bagi K/L/Pemda. ”Itu akan kita evaluasi ke 82 K/L, seluruh provinsi, dan kabupaten/kota,” papar Anas.
Presiden Joko Widodo, lanjut Anas, telah memerintahkan untuk menjadikan belanja PDN dan UMK-Koperasi sebagai salah satu indikator evaluasi reformasi birokrasi pada semua kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Ini agar APBN dan APBD kita didedikasikan untuk produk lokal, produk UMK-Koperasi, yang ujungnya adalah penguatan UMK serta industri dalam negeri untuk membuka lapangan kerja. “Jadi indeks reformasi birokrasi kita jadikan tools untuk menggerakkan ekonomi lokal dan nasional,” jelas mantan Bupati Banyuwangi tersebut.
Atas arahan Presiden, Kementerian PANRB telah mengubah skema penilaian reformasi birokrasi dengan tidak lagi fokus di hulu atau tata kelola internal birokrasi, tetapi lebih fokus pada penyelesaian masalah hilir rakyat seperti kemiskinan, inflasi, dan penguatan UMKM serta industri dalam negeri lewat belanja produk lokal melalui APBN dan APBD.
“Bila dulu instansi pemerintah harus mengisi 259 komponen pertanyaan dan mengunggah ribuan dokumen dalam penilaian reformasi birokrasi yang cenderung administratif, sekarang fokus pada 26 indikator dampak hasil seperti angka kemiskinan, laju inflasi, besarnya belanja APBN/APBD untuk produk dalam negeri, peningkatan investasi, dan sebagainya,” pungkas Anas. (HUMAS MENPANRB)