JAKARTA – Sesuai dengan rencana, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi dan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Anang Iskandar menandatangani nota kesepahaman mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GN), Jumat (22/11). Usai acara penandatanganan, Yuddy langsung melakukan tes urine, dan hasilnya negatif.
Pasca penandatanganan nota kesepahaman ini, Kementerian PANRB akan mewajibkan pelaksanaan tes/uji narkotika kepada seluruh pegawai dan calon pegawai Aparatur Sipil Negara. Selain itu, juga akan melakukan diseminasi informasi dan advokasi, pemberdayaan Kader Anti Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
“Kami juga akan melakukan sosialisasi wajib lapor dan rehabilitasi bagi pecandu, penyalah guna, dan korban penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika,” ujar Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi usai penandatanganan nota kesepahaman P4GN di Kementerian PANRB.
Yuddy menambahkan, kebijakan ini dilakukan untuk memastikan seluruh pegawai ASN kementerian/lembaga, peperintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota bersih dari penyalahgunaan narkoba. MoU ini sebagai payung hukum bagi BNN dalam melakukan pengecekan terhadap ASN di seluruh tanah air.
Saat ini data statistik menunjukkan bahwa sudah ada 4,2 juta jiwa penduduk Indonesia menjadi korban penyalahgunaan narkoba pada tahun 2011, dan tahun 2015 diproyeksikan menembus 7 juta jiwa. Yang lebih mengerikan, kalau penyalahgunaan narkoba juga dilakukan oleh aparatur negara. “Ini berbahaya,” sergah Menteri.
Tetapi Yuddy mengingatkan bahwa kerjasama ini bukan untuk mencari-cari kesalahan. Kalau dilakukan tes urine, atau dengan tes DNA melalui rambutnya, atau melalui kulit dan darah, kedapatan secara medis ada ASN sebagai pengguna atau pemakai narkoba, tidak berarti harus langsung dibawa ke penjara.
Rujukannya di UU Narkoba dan Psikotropika, bahwa pengguna, pemakai adalah rakyat Indonesia yang sedang sakit yang harus disembuhkan, yang harus direhabilitasi. Penanganannya dengan merehabilitasi ,dan dilihat tingkatannya. “Anggap saja ini anak-anak kita yang nakal, dan perlu disadarkan. Anggap saja mereka itu anak-anak kita yang khilaf, dan perlu disadarkan. Kalau satu, dua kali dan tiga kali tidak sadar juga, tentu harus ada tindakan yang lebih keras lagi,” tegas Menteri.
Bagi ASN, akan diberlakukan sanksi administratif, mulai dari teguran sampai diberhentikan. Misalnya, lanjut Yuddy, “seorang Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) tertangkap tangan sedang pesta sabu, kita tindak sesuai ketentuan yang berlaku” .
Menteri menyesalkan kalau ada Aparatur Sipil Negara (ASN), misalnya Kepala SKPD atau bahkan seorang guru besar diketahui menjadi pemakai narkoba. Kalau ada informasi seperti itu, Yuddy minta partisipasi semua pihak untuk memberikan informasi, buat koordinasi dan kerjasama yang baik dengan pihak-pihak lain. “Kita bukan untuk saling mempermalukan, tetapi kita ingin menyelamatkan generasi masa depan Indonesia,” imbuhnya.
Tertangkapnya seorang pemakai, menurut Yuddy juga dapat dimanfaatkan untuk menelusuri dan mencari jalur-jalur peredarannya. “Pengedarnya harus ditangkap. Proses secepatnya, hukum seberat-beratnya, kalau perlu sampai hukuman mati,” imbuhnya. (ags/HUMAS MENPANRB)
Ruang lingkup nota kesepahaman ini mencakup 6 hal, yakni :
1. diseminasi informasi dan advokasi tentang P4GN;
2. pemberdayaan kader anti penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;
3. pelaksanaan sosialisasi program wajib lapor dan rehabilitasi bagi pecandu dan/atau korban penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;
4. pelaksanaan tes/uji Narkoba bagi pegawai dan calonpegawai Aparatur Sipil Negara di seluruh Indonesia;
5. partisipasi aktif seluruh pemangku kebijakan nasional baik Pusat hingga Daerah untuk melaksanakan program P4GN; dan
6. peningkatan penyelenggaraan pelayanan publik dalam rangka P4GN.
6. peningkatan penyelenggaraan pelayanan publik dalam rangka P4GN.