JAKARTA - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) menugaskan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk menjelaskan alasan yang menyebabkan tenaga honorer ketegori I yang tidak memenuhi kriteria (TMK), berdasarkan hasil quality assurance (QA) dan audit tujuan tertentu (ATT).
Sekretaris Kementerian PAN – RB Tasdik Kinanto mengatakan, setidaknya ada 9 alasan yang menyebabkan mereka menjadi TMK. Antara lain pembiayaan non APBN/APBD, pembayaran terputus-putus, indikasi SPJ palsu atau fiktif, tidak dapat dilaksanakan ATT, indikasi SK palsu, berkas keuangan tidak lengkap, honor di-SPJ-kan pada satuan kerja lain, kesulitan data dan daerah bencana, dan pengangkatan bukan oleh pejabat pembina kepegawaian (PPK).
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi II DPR, Selasa (26/02), Tasdik Kinanto yang yang juga Plt. Deputi SDM Aparatur Kementerian PAN-RB itu menambahkan, penyampaian alasan oleh BKN akan dilakukan di masing-masing kantor regional (Kanreg).
Setelah disampaikan alasan TMK kepada masing-masing instansi, diberikan waktu untuk menyampaikan bukti baru secara lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya terhadap alasan TMK tersebut. “Bukti baru tersebut dapat disampaikan paling lambat tanggal 8 Maret 2013,” ujar Tasdik.
Dalam raker yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR Ganjar Pranowo, Kepala BKN Eko Soetrisno mengungkapkan, tenaga honorer K1 hasil verifikasi dan validasi serta hasil quality assurance (QA) oleh BPKP yang memenuhi kriteria (MK) hingga tanggal 25 Januari 2013 mencapai 50.264 orang. Jumlah itu terdiri dari 17.073 honorer K1 di 33 instansi pusat, dan 33.191 honorer K1 dari 423 instansi daerah/pemda.
Dijelaskan, pada awalnya jumlah tenaga honorer K1 mencapai 152.310, tersebar di 523 instansi, yakni 38 pusat dan 485 pemda, setelah dilakukan pemetaan, jumlahnay berkurang menjadi 140.410. Dari jumlah itu, sebanyak 71.467 MK, sementara 68.943 orang dinyatakan TMK. “Hingga tanggal 25 Januari 2013, data MK yang selesai dan sudah dikirim ke Kementerian PAN-RB dan UKP4 sebanyak 50.264,” ujar Eko Soetrisno. (ags/HUMAS MENPAN-RB)