JAKARTA – Membangun Indonesia secara berkelanjutan bukan perkara mudah dan murah. Untuk meningkatkan pendapatan negara dari pajak, perluasan basis pajak menjadi krusial. Pemerintah perlu melakukan cara-cara kreatif melalui pendekatan perilaku manusia atau berbagai bentuk insentif.
Erikson Wijaya, aparatur sipil negara (ASN) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, mengambil andil dalam mencari 'fresh money' bagi negara dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Melalui inovasi C6-UP-PPN-PTS yang digagasnya, ia berhasil mengidentifikasi nilai Pungut Tidak Setor/PPN-PTS yang diselamatkan untuk kas negara di wilayah Kanwil DJP Sumsel Babel.
“Inovasi dibuat untuk merumuskan perhitungan potensi konkret penerimaan negara dari PPN yang telah dipungut Pengusaha Kena Pajak namun tidak disetorkan ke kas negara dengan melakukan pendekatan verifikasi enam langkah,” ujarnya saat mengikuti proses Wawancara Anugerah ASN 2020 secara daring beberapa waktu yang lalu.
Pada tahun 2018, di Kantor Wilayah DJP Sumatra Selatan dan Bangka Belitung, Erikson Wijaya menemukan 21.655 transaksi yang mengandung PPN yang belum disetorkan ke negara oleh pemungut PPN dengan nilai Rp117.158.443.445,00. Dengan formulasi yang Erikson susun, nilai kerugian negara yang dapat diselamatkan dapat menjadi lebih valid untuk ditindaklanjuti lebih jauh.
Erikson juga mengatakan, dengan adanya inovasi C6-UP-PPN-PTS, penerimaan negara dari sektor perpajakan bertambah menjadi Rp6.247.533.859,00 pada tahun 2018. Selain itu, inovasi ini telah mendorong terjadinya peningkatan kepatuhan Wajib Pajak yang tercermin melalui pembetulan SPT masa PPN dan PPnBM.
Dalam mengembangkan inovasi C6-UP-PPN-PTS ini, ia telah memetakan dua tantangan yang berpotensi muncul di masa mendatang, yakni kultur sinergi yang belum optimal dan privilese/hak akses data. Yang pertama tantangan kultur sinergi, tantangan ini melibatkan upaya untuk meyakinkan lebih banyak pihak bahwa DJP membutuhkan lebih dari sekadar program kerja yang tidak berbasis pada data yang potensial dan konkret.
Sementara itu, tantangan lain adalah jenjang hak/privilese akses data. Hak akses tersebut memungkinkan untuk dilakukan penarikan dan pendalaman lebih luas dalam skala yang lebih besar sehingga nilai potensi PPN yang belum disetorkan menjadi lebih besar dan di saat yang sama juga semakin valid.
Maka dari itu, Erikson berpandangan bahwa inovasi ini merupakan sebuah langkah strategis yang jika dilakukan secara serempak dalam skala nasional akan dapat memberikan dampak yang begitu baik terhadap kinerja institusi DJP khususnya, maupun negara pada umumnya.
“Dampak tersebut adalah penambahan penerimaan pajak, peningkatan kualitas kepatuhan Wajib Pajak dan masyarakat, serta optimalisasi sarana teknologi informasi dan komunikasi yang dimiliki dapat menjadi yang lebih baik atau tepat guna,” tegasnya. (dit/HUMAS MENPANRB)