Badan Pusat Statistik merilis data terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I tahun 2020 yang tumbuh 2,97 persen year on year (yoy). Angka tersebut turun dengan delta 2 persen, lebih lambat dibandingkan angka pertumbuhan di kuartal 4 tahun 2019 yang tumbuh 4,97 persen. Presiden Joko Widodo menyebut angka pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut masih relatif baik dibandingkan dengan sejumlah negara lain.
“Walaupun hanya tumbuh 2,97 persen, tapi kalau dibandingkan negara lain yang telah merilis angka pertumbuhannya, kinerja ekonomi negara kita relatif masih baik,” kata Presiden saat memimpin sidang kabinet paripurna membahas Pagu Indikatif RAPBN Tahun Anggaran 2021 yang dilaksanakan secara telekonferensi di Istana Merdeka, Jakarta, pada Rabu, 6 Mei 2020.
Berdasarkan data yang dimilikinya, Presiden mengatakan, sebagian besar negara mengalami kontraksi, tumbuh negatif. Tiongkok misalnya, turun dari +6 persen (yoy) menjadi minus 6,8 persen (yoy), atau delta 12,8 persen.
“Disusul, Perancis dengan delta 6,25 persen, Hongkong dengan delta 5,90 persen, Spanyol dengan delta 5,88 persen dan Italia dengan delta 4,95 persen,” imbuhnya.
Kepala Negara memandang bahwa pandemi Covid-19 telah memukul perekonomian Indonesia pada dua sisi sekaligus, yaitu sisi permintaan (demands) dan sisi penawaran (supply). Dari sisi penawaran, Indeks Manufaktur Indonesia (PMI) pada April 2020 mengalami kontraksi terdalam bila dibandingkan negara lainnya di ASEAN, yakni di level 27,50. Angka itu lebih rendah dibandingkan Korea (41,60), Malaysia (31,30), Vietnam (32,70) dan Filipina (31,60).
“Untuk itu, saya minta menteri-menteri di bidang ekonomi memperhatikan angka-angka yang tadi saya sampaikan secara detail. Mana saja sektor, subsektor yang mengalami kontraksi paling dalam, dilihat secara detail dan dicarikan stimulusnya sehingga program stimulus ekonomi betul-betul harus kita buat dan harus tepat sasaran dan bisa mulai merancang skenario recovery (pemulihan) di setiap sektor atau subsektor,” jelasnya.
Menurut Presiden, beberapa subsektor yang berkontribusi negatif terhadap pertumbuhan kuartal I tahun 2020 yaitu antara lain tanaman pangan (minus 0,31). “Sekali lagi, hati-hati dengan angka-angka ini. Tadi pangan minus (-) 0,31. Sekali lagi, beberapa kali sudah saya sampaikan, FAO (Food and Agriculture Organization) memperingatkan terjadinya krisis pangan. Artinya apa? Sektor pertanian harus digenjot agar berproduksi tetapi sekali lagi, juga dengan protokol kesehatan yang baik,” ungkapnya.
Sektor lain yang juga berkontribusi negatif yaitu angkutan udara (minus 0,08), pertambangan minyak, gas dan panas bumi (minus 0,08), industri barang logam, komputer (minus 0,07), penyediaan akomodasi (minus 0,03), serta industri mesin dan perlengkapan (minus 0,03).
Sementara itu, dari sisi permintaan angka inflasi pada April 2020 tercatat hanya 0,08 persen (mtm), sangat rendah bila dibandingkan periode bulan Ramadan pada tahun-tahun sebelumnya. Dari sisi pengeluaran, kata Presiden, konsumsi rumah tangga (2,84 persen) dan pengeluaran pemerintah (3,74 persen) menjadi lokomotif pertumbuhan.
“Namun tolong dilihat konsumsi LNPRT (Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga) yang mengalami kontraksi, minus 4,91 persen. Karena itu, penyaluran bansos dari pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun dari Dana Desa dan juga program Padat Karya Tunai dalam minggu-minggu ini harus sudah jalan di lapangan,” tandasnya.
(BPMI Setpres)