JAKARTA – Sistem tanggung renteng sangat mungkin diterapkan di instansi pemerintah sebagai upaya untuk memberikan efek jera, khususnya di lingkungan Ditjen Pajak yang memiliki pegawai sekitar 32 ribu orang. Namun untuk mengarah ke sana, diperlukan aturan yang jelas sebagai payung hukumnya.
Demikian antara lain dikatakan Direktur Kepatuhan Ditjen Pajak, Dedi Rudaedi saat Diskusi Publik yang dibuka oleh Menetri PANRBAzwar Abubakar di Media Center Kementerian PANRB, Kamis (25/04). “Kami akan mengkaji berbagai kemungkinan terkait dengan penerapan tanggung renteng tersebut,” ujarnya.
Penerapan sistem tersebut mengacu pada model yang sudah berjalan di lingkungan TNI dan POLRI, dan terbukti cukup efektif. Atasan, bahkan sampai Pangdam dan Kapolda dimutasi lantaran anak buahnya melakukan pelanggaran hukum, meski secara formal tidak ada perintah dari atasan.
Gagasan penerapan sanksi tanggung renteng dilontarkan Wakil Menteri PANRB Eko Prasojo terkait dengan cukup banyaknya kasus tertangkapnya pegawai pajak oleh KPK. Dalam sistem itu, menurut Wamen, bukan hanya atasan yang ikut dikenai sanksi, tetapi juga pegawai lain dalam satu unit kerja, misalnya kantor pelayanan pajak.
Namun sebaliknya, kalau unit kerja itu berprestasi selama tigia tahun berturut-turut, maka kepala kantor diprioritaskan untuk promosi jabatan. Insentif juga diberikan kepada para pegawai di unit kerja dimaksud, misalnya kenaikan pangkat.
Diakui oleh Dedi, kalau hal itu bisa diterapkan akan memberikan efek jera bagi pegawai Ditjen Pajak. Namun bukan mustahil, penerapan tanggung renteng juga bisa menyebabkan terjadinya keengganan orang untuk menjadi pegawai pajak.
Video Berita PANRB: Diskusi Publik "Ada Apa Dengan Pajak?" klik disini