JAKARTA – Bukan hanya Rahmat Fajri yang tidak percaya bahwa dirinya dipanggil untuk dilantik menjadi pejabat eselon II di Kementerian PANRB, Kamis (25/04). Hal senada juga dialami oleh Bambang Dayanto Sumarsono, Staf Ahli Bupati Purbalingga.
Dia ditelpon Rabu siang (24/04), sehingga masih sempat mengajak isteri dan beberapa sahabatnya untuk menghadiri pelantikannya menjadi Asisten Deputi Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan PANRB Daerah pada Deputi Program dan RB. Bambang Lebih bersyukur lagi, manakala dia kembali bisa mengabdi di Ibukota RI, setelah beberapa lama sempat berkiprah di Purbalingga.
Tetapi bukan itu saja yang membuatnya senang, tetapi keberhasilannya dalam promosi terbuka ini, diharapkan bisa membuka cakrawala bagi segenap pejabat daerah untuk berlomba-lomba secara positif berkarir sebagai PNS.
Terlebih, ujarnya, bagi pejabat yang di daerah sudah gerah dengan banyaknya politisasi birokrasi. “Promosi terbuka ini merupakan kebijakan yang tepat untuk menghindari politisasi di daerah. Makalah yang saya buat dalam test promosi terbuka ini tidak jauh beda dengan kondisi tersebut,” ujarnya.
Bukan berarti dia menghadapi kondisi seperti itu di Purbalingga, tetapi Bambang menilai keadaan itu terjadi di banyak daerah. Keikutsertaannya dalam promosi jabatan secara terbuka di Kementerian PANRB juga tak lepas dari upayanya untuk meningkatkan karir sebagai PNS, karena di Purbalingga sudah mentok.
Sudah menjadi rahasia umum, politisasi birokrasi yang terjadi di sejumlah daerah, tak lepas dari lemahnya bargaining birokrasi itu sendiri, yang ingin tetap mendapatkan posisi yang sudah empuk. Kondisi ini dimanfaatkan oleh politisi yang yang terpilih menjadi bupati, walikota atau gubernur. Di sana ada tawar menawar antara sang bupati terpilih dengan para pejabat, biasanya eselon II. Kalau mau tetap pada jabatannya, atau mau naik mau tak mau harus mengikuti kemauan bupati. Tergantung komitmen bupati/ walikota/ gubernur, untuk kemajuan masyarakat atau untuk kepentingan pribadi atau golongan.
Di sinilah politisasi birokrasi bermain. Saat-saat itu pula para birokrat ketar-ketir. Tetapi kalau seluruh instansi pemerintah daerah dan pusat sudah melaksanakan promosi terbuka, maka bargaining birokrat pun akan terangkat, sehingga tidak serta merta menjadi mangsa yang empuk bagi sang politisi.
Karena itu alumus ITB ini optimis, bila promosi jabatan secara terbuka ini sudah berlangsung secara nasional, tidak akan ada lagi kekhawatiran dari PNS, terutama yang ada di daerah. Dengan lelang jabatan, PNS akan terpacu untuk meningkatkan kinerja, sehingga memiliki peluang besar untuk meningkatkan karir sesuai dengan kaidah-kaidah meritokrasi di daerah bersangkutan, pindah ke daerah lain atau ke pusat tanpa harus menjadi korban politik.
Terkait dengan jabatannya yang baru, Bambang mengaku dapat secepatnya menyesuaikan diri, sehingga tidak perlu berlama-lama mengatur posisi untuk start. “Saya sudah punya jaringan di Jawa Tengah dengan rekan-rekan staf ahli seluruh kabupaten/kota di sana,” tuturnya.
Dijelaskan, selama ini dia telah menerapkan langkah-langkah efisiensi terutama dalam melaksanaka sosialisasi ataupun dalam pembahasan suatu kebijakan pemerintah. “Dari beberapa bidang, langsung dikerjakan dalam waktu bersamaan. Selain efisien, dengan cara seperti itu bisa lebih efektif,” tutur pria kelahiran Pontianak, 19 Agustus 1960 ini.
Bambang juga mengaku tidak akan terganggu dengan kondisi Jakarta yang demikian kompleks, karena sejak semula dia mengawali karir di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yakni tahun 1987 – 1996. Karirnya di Purbalingga lantaran Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) dulu sempat dibubarkan di era pemerintahan Gusdur.
Dengan masuknya dua pejabat eselon II di Kementerian PANRB, Wakil Menteri Eko Prasojo berharap hal itu bisa membuka cakarawala baru bagi para birokrat, khususnya di daerah. “Melalui promosi terbuka, pejabat daerah tidak perlu lagi takut lagi menjadi korban politisasi birokrasi. Melalui lelang jabatan, akan menghindari penempatan pejabat atas dasar like and dislike,” ujarnya. (ags/HUMAS MENPANRB)