Pin It

JAKARTA, 21 OKTOBER – RUU Kementerian Negara yang pembahasannya sempat terkatung-katung hingga lebih dari tiga tahun, akhirnya disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang melalui rapat paripurna DPR RI yang dipimpin Ketua DPR, Agung Laksono, Selasa (21/10).

Dalam rapat tersebut dihadiri oleh 276 anggota DPR, Mensesneg Hatta Rajasa, Menpan Taufiq Effendi, serta perwakilan Menkumham atas nama pemerintah. Dalam pemandangan akhir, seluruh fraksi di DPR menyatakan menerima, menyetujui, dan mendukung RUU tersebut untuk disahkan menjadi undang-undang.
Menanggapi hal itu, Menpan Taufiq Effendi menyatakan rasa syukur yang dalam. Pasalnya setelah 63 tahun merdeka, untuk pertama kalinya Indonesia memiliki UU Kementerian Negara. ”Dengan demikian, ke depan pemerintahan ini tidak lagi dijalankan dengan improvisasi, tetapi siapapun yang memimpin negara ini akan mengacu pada undang-undang ini,” ujarnya.
Lebih dari itu, kehadiran Undang-undang Kementerian Negara ini akan menjadi salah satu landasan pelaksanaan reformasi birokrasi. Dibatasinya jumlah kementerian paling banyak 34 menteri, menurut Menpan, merupakan hasil kompromi yang baik dan jumlah tersebut merupakan angka yang ideal. Sebab berdasarkan pengalaman, Indonesia pernah memiliki kabinet dengan 100 menteri, tetapi ternyata tidak efektif. Dengan pembatasan jumlah itu diharapkan bisa mempercepat terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), efektivitas dan efisiensi.
UU Kementerian Negara merupakan salah satu dari delapan pilar reformasi birokrasi, di mana RUU lainnya ada yang dalam pembahasan final di DPR, yakni UU Pelayanan Publik. Diharapkan dua UU lagi bisa diselesaikan pada tahun 2009, yakni UU Administrasi Pemerintahan dan UU Etika Penyelenggara Negara. Meski masih diperlukan 4 UU lagi, namun bila 4 UU tersebut bisa diundangkan tahun 2009, maka dasar-dasar reformasi birokrasi sudah cukup kuat.
Percepatan pembahasan RUU ini tidak lepas dari penunjukan tiga menteri, yakni Menpan, Mensesneg, dan Menkumham oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU tersebut.
Setelah melalui pembahasan yang intensif, pada 21 Oktober 2008 digelar rapat paripurna untuk menyetujui RUU Kementerian Negara. Padahal, pembahasan RUU ini sudah mulai dilakukan lebih dari tiga tahun sebelumnya. Rapat itu sebagai tindak lanjut rapat kerja Pansus RUU Kementerian Negara dengan pemerintah pada tanggal 16 Oktober 2008, di mana seluruh fraksi di DPR dan pemerintah menerima secara bulat rumusan draft RUU tersebut (pengambilan keputusan tingkat I/persetujuan di tingkat Pansus). Dalam UU ini, tidak digunakan pendekatan nama kementerian, tetapi melalui urusan-urusan pemerintahan yang harus dijalankan oleh Presiden secara menyeluruh. Dengan demikian tidak setiap satu urusan harus ditangani oleh satu kementerian atau departemen, tetapi bisa saja lebih dari satu urusan dipegang oleh seorang menteri, tergantung penugasan Presiden.
Urusan tertentu dalam pemerintahan terdiri atas tiga kelompok, yakni :
(1) Urusan pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas disebutkan dalam UUD RI 1945, meliputi urusan luar negeri, dalam negeri, dan pertahanan;
(2) Urusan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD RI 1945. Kelompok ini meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
(3) Urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah. Kelompok ini meliputi urusan perencanaan pembangunan nasional, aparatur negara, kesekretariatan negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi, usaha kecil dan menengah, pariwisata, pemberdayaan perempuan, pemuda, olahraga, perumahan, dan pembangunan kawasan atau daerah tertinggal.
Dalam RUU ini, Presiden juga dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian yang menangani urusan tertentu. Mengenai pembentukan kementerian, sepenuhnya merupakan hak prerogatif Presiden. Sedangkan pengubahan dan pembubaran kementerian dapat dilakukan Presiden dengan pertimbangan DPR.
Hal lain yang diatur, Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara, komisaris atau direksi perusahaan baik BUMN maupun swasta, pimpinan organisasi yang dibiayai negara. Semua itu dimaksudkan agar menteri fokus pada tugas pokok dan fungsinya.
(HUMAS MENPAN)