Pin It

20200106 dr. Mursyid Jadikan RSPON yang Pertama Terapkan Konsep Badan Layanan Umum 1

Nomine kategori Pejabat Pimpinan Tinggi (PPT) Teladan dalam Anugerah ASN 2019 dr. Mursyid saat menjalankan tugas

 

JAKARTA – Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) sebagai pusat rujukan nasional pada bidang otak dan syaraf, memiliki peran penting dalam mewujudkan pelayanan preventif, kuratif, serta rehabilitatif. Namun, alur birokrasi masih menghalangi perkembangan RSPON. Salah satu percepatan reformasi birokrasi, RSPON menerapkan sistem pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU). RSPON menjadi rumah sakit pertama yang mengimplementasikan konsep tersebut.

Dengan penerapan konsep BLU, pengadaan barang dan jasa, rekrutmen pegawai, dan keperluan lain dapat dilakukan lebih fleksibel dan sesuai kebutuhan rumah sakit. Direktur Utama RSPOM dr. Mursyid, mengaku banyak mendapat pernyataan pesimis yang dilontarkan pihak eksternal maupun internal rumah sakit.

“Dengan segala keterbatasan, hal pertama yang dilakukan adalah membentuk tim solid yang berfungsi mempersiapkan proses BLU, mengidentifikasi peluang bisnis, mengidentifikasi unit-unit dengan biaya yang besar dan memonitoring kegiatan prioritas di rumah sakit,” jelas dr. Mursyid.

Dijelaskan, RSPON kini tak lagi menerima Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), kecuali untuk belanja pegawai. Saat ini, RSPON juga tidak bergantung dari pendapatan pasien BPJS, sehingga RSPON melakukan berbagai terobosan. Salah satunya adalah menjadikan pasien asuransi sebagai pelanggan, dengan memberikan pelayanan terbaik.

 

20200106 dr. Mursyid Jadikan RSPON yang Pertama Terapkan Konsep Badan Layanan Umum 3

 

dr. Mursyid menjelaskan penerapan BLU di RSPON mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan penerapan BLU di RSPON dapat dilihat dari persentase jumlah belanja APBN yang makin berkurang tiap tahunnya. “Ditetapkan pada akhir 2014 dan mulai dilaksanakan pada 2015, pada tahun 2019 RSPON sudah dapat mencapai BLU mandiri. Perkembangan persentase belanja APBN tiap tahunnya dapat dilihat pada grafik,” jelasnya.

RSPON yang berdiri pada tahun 2013, ditetapkan sebagai BLU berdasarkan Kepmenkeu No. 624/KMK.05/2014 dan mulai menerapkan prinsip BLU pada tahun 2015. Awalnya beberapa pihak, baik internal maupun eksternal, pesimis terhadap langkah RSPON yang sangat cepat dalam menjalankan prinsip BLU.

Semangat utama yang mendasari langkah tersebut adalah upaya RSPON untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi pasien. “Saat ini belum ada pelayanan kesehatan di Indonesia yang memberikan pelayanan untuk otak dan persyarafan secara terintegrasi,” ujarnya.

Penerapan BLU di RSPON memberikan keleluasaan dalam pengelolaan pegawai dan aset yang dibutuhkan. Berdasarkan prinsip ekonomi dan produktifitas, penilaian kinerja pegawai lebih objektif dan mendorong pegawai untuk terus berinovasi.

Pada tahun 2015, belum genap satu tahun setelah diresmikan, RSPON memberanikan diri untuk membenahi kualitas pelayanan dan mengajukan penilaian akreditasi walaupun dengan segala keterbatasan sumber daya yang ada. Menepis segala hambatan, RSPON berhasil meraih status akreditasi Paripurna bulan April 2015. Pelayanan yang berkualitas diterapkan di RSPON dengan mengedepankan mutu dan keamanan pasien tetapi tetap menerapkan prinsip efisiensi.

 

20200106 dr. Mursyid Jadikan RSPON yang Pertama Terapkan Konsep Badan Layanan Umum 3

 

Selain akreditasi Paripurna, RSPON juga mendapatkan penghargaan WSO Angels Awards dari World Stroke Organization (WSO). Penghargaan internasional itu diberikan kepada rumah sakit yang memiliki komitmen dalam pelayanan stroke berkualitas, dan telah menciptakan kultur serta sistem untuk mendukung perbaikan berkelanjutan. RSPON menjadi satu-satunya rumah sakit di Indonesia yang mendapatkan pengakuan dunia untuk pelayanan Stroke Ready.

Kemajuan rumah sakit tentu harus didukung kemampuan para tenaga medisnya. Untuk itu, dr. Mursyid bersama timnya menjadikan RSPON sebagai tempat pendidikan. Setiap minggunya, para dokter spesialis berada dalam satu forum untuk berdiskusi tentang kasus medis yang mereka hadapi. “Jadi jika ada dokter yang belum paham dalam penanganan pasien misalnya, setiap minggunya bisa mengikuti kelas yang diisi oleh dokter spesialis dari berbagai institusi dan berpengalaman di bidangnya,” terangnya.

Di sisi lain, proses seleksi dan penerimaan pegawai berlangsung lebih cepat dan sesuai dengan kebutuhan RSPON. Hal inilah yang menyebabkan pertumbuhan SDM berlangsung pesat dalam lima tahun terakhir. PP Nomor 23 Tahun 2005 menyebutkan pegawai BLU dapat diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan. Pembayaran remunerasi RSPON dimulai dari tahun 2017 sampai dengan sekarang dengan zero complaint.

Sebagai rumah sakit yang baru berdiri, promosi dan sosialisasi dibutuhkan agar masyarakat tahu jenis pelayanan yang diberikan RSPON. Pengenalan RSPON dilakukan melalui pameran, media sosial, dan membentuk Stroke Network. Stroke Network dibentuk melalui kerja sama dengan Dinas Kesehatan DKI Jakarta dan rumah sakit di wilayah Jakarta Timur. Forum ini memberikan kemudahan akses bagi masyarakat untuk mengetahui berbagai hal mengenai stroke.

Pengenalan RSPON ke masyarakat juga dilakukan dengan kerja sama praktik klinik dan pendidikan dengan berbagai institusi pendidikan. Salah satu dampak dari pengembangan pelayanan dan perluasan wilayah kerja adalah meningkatnya jumlah kunjungan.

 

20200106 dr. Mursyid Jadikan RSPON yang Pertama Terapkan Konsep Badan Layanan Umum 3

 

Peningkatan kunjungan pendapatan digunakan untuk menutupi biaya operasional dan investasi. Sampai dengan September 2019, jumlah pendapatan RS sebesar Rp139.900.595.800,- yang mana menjadi dasar dr. Mursyid untuk menjadikan RSPON yang mandiri dan tidak bergantung pada APBN. “BLU adalah contoh konkrit dari sebuah instansi pemerintah yang pengelolaannya berbasis kinerja dengan meningkatkan sisi akuntabilitas. Rumah sakit pemerintah saat ini didorong terus untuk mencapai kemandirian pengelolaan BLU,” jelasnya.

Saat ini RSPON telah sepenuhnya mandiri dalam pengelolaan BLU. Dari 32 rumah sakit vertikal yang sudah menerapkan pengelolaan BLU, enam rumah sakit sudah mandiri dan tidak tergantung pada APBN, kecuali belanja pegawai. Rumah sakit tersebut antara lain; RSUP Dr. Kariadi, RSUP Dr. Sardjito, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, RS Mata Cicendo, RSO Prof. DR. R. Soeharso Surakarta, serta RSPON.

Selain menerapkan sistem BLU pada RSPON, kepemimpinan dr. Mursyid juga menciptakan inovasi, salah satunya dengan membuat layanan poliklinik eksekutif. Pasien bisa memilih waktu, dokter, dan juga memilih tempat dalam pelayanannya. Karena rata-rata pasien di RSPON merupakan pasien dengan penyakit stroke, tentu tidak semua dari mereka pulang dalam kondisi pulih. “Sebagain merestorasi atau perlu direhabilitasi yang mengalami kesulitan. Mereka kami tawarkan untuk dibuatkan nama-namanya unit neuro registrasi,” jelas dr. Mursyid.

Sebagai pimpinan, dr. Mursyid mengaku akan berusaha semaksimal mungkin untuk merealisasikan misi RSPON, yakni “Mewujudkan Pelayanan Otak dan Sistem Persarafan Bermutu Tinggi dan Terjangkau”. Inovasi serta tekad dr. Mursyid mengantarkannya menjadi nomine kategori Pejabat Pimpinan Tinggi (PPT) Teladan dalam Anugerah ASN 2019, yang diselenggarakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

Baginya, penghargaan ini adalah penilaian orang lain terhadap dirinya. Ia mengaku akan terus berusaha agar berguna bagi orang lain, terutama untuk pasien RSPON. “Saya akan berusaha semaksimal mungkin dengan cara-cara yang tepat untuk bagaimana caranya mewujudkannya,” pungkas dr. Mursyid. (ndy/HUMAS MENPANRB)