JAKARTA – Kuatnya nuansa hukum pidana dalam pemberantasan korupsi di tanah air telah menyeret ratusan penyelenggara Negara setingkat menteri, mantan menteri, serta kepala daerah. Hal itu merupakan indikasi belum kuatnya peran aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) dalam mendeteksi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan para pemimpin kementerian/Lembaga.
Kondisi ini, secara tidak langsung menghambat inovasi dan kreativitas para pejabat pemerintah. “Karena nuansa hukum pidana ini menyebabkan orang takut untuk mengambil keputusan, tindakan dan kebijakan,” ujar Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Eko Prasodjo ketika membuka workshop peran APIP sebagai quality assurance pelaksanaan reformasi birokrasi, di Auditorium Makarti Bhakti Nagari LAN, Jakarta, Senin (24/02).
Dalam workshop yang diselenggarakan Kementerian PANRB bekerjasama dengan Kedutaan Besar Perancis dan Lembaga Administrasi Negara itu, Eko menambahkan bahwa terkadang keputusan dan tindakan yang masih berindikasi kesalahan administrasi pun, bisa dimasukkan dalam ranah tindak pidana korupsi.
Menurut Wamen, hal itulah yang melatarbelakangi pentingnya Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, agar kesalahan administrasi dapat dipisahkan dengan kesalahan pidana. Dengan demikian, pengesahan RUU Administrasi Pemerintahan menjadi sangat penting, dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik dan bersih.
Di pihak lain, guru besar FISIP UI ini mengatakan bahwa APIP harus dapat berfungsi mencegah berbagai macam penyalahgunaan wewenang, serta mendeteksi secara dini potensi ketidak efektivitasan dan efisiennya sebuah pemerintahan.
Dalam hal ini, diperlukan APIP yang independen, profesional, berintegritas tinggi dengan memiliki kompetensi yang baik sebagai aparat pengawas. Harus diakui bahwa saat ini APIP menjadi tidak independen karena masih memilki tanggung jawaban struktural yang sangat tinggi.
Pejabat APIP yang merupakan pegawai negeri, selama ini harus berurusan dengan DP3, yang mulai 2014 ini diubah menjadi sasaran kerja pegawai (SKP), yang pada prinsipnya merupakan kontrak kerja dengan pimpinan. “Penilan kinerja atasan terhadap bawahan, juga merupakan faktor penyebab tidak independenya pengawas internal pemerintah,” tambahnya.
Setelah diundangkannya UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), kini Kementerian PANRB tengah giat mendorong dua RUU untuk secepatnya digodog di DPR. Kedua RUU dimaksud adalah RUU Adpem, dan RUU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP). “UU SPIP, nantinya akan menjadi dasar hukum APIP dalam menjalankan peran sebagai pengawas independen,” ujar Eko tandas.
Dalam acara yang menghadirkan Atase Kerjasama Kedutaan Perancis Pierrick Le Jeune selaku dan Auditor Administrasi Publik Jacques Serba, dihadiri sekitar 200 inspetorat Kementerian/Lembaga serta inspektorat pemerintah daerah.
Dalam paparannya, Jacques mengutarakan tugas inspektorat adalah melaksanakan tugas-tugas umum perihal pemantauan, audit, studi, pertimbangan dan evaluasi dalam hal administrasi, ekonomi dan keuangan. Tujuannya untuk mengendalikan kegiatan sesuai dengan prosedur, dan efektivitas serta efisiensi dalam penggunaan anggaran.
Namun menurutnya, dalam prinsip anggaran berbasis kinerja, auditor tidak hanya fokus pada proses kegiatan, tetapi juga fokus pada efektivitas dan efisensi pengeluaran sehubungan dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. “Auditor juga harus beralih dari logika proses ke logika hasil,“ ujarnya. (sgt/HUMAS MENPANRB)