Pin It

20150309 - Menteri seminar Kahmi di Purwakarta

PURWAKARTA – Malam hari tidak menjadi halangan bagi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi untuk hadir ke Purwakarta, untuk menjadi permbicara dalam seminar yang digelar oleh keluarga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (KAHMI) Jawa Barat, Senin (09/03) petang.  Apalagi seminar mengenai tata kelola pemerintahan itu juga menghadirkan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Harry Azhar Azis.

Bukan itu saja, acara yang digagas oleh KAHMI dan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi itu juga menjadi berbeda karena diisi dengan beberapa seni tari dan musik, sehingga memberikan warna kearifan lokal yang menonjol.   “PNS mestinya juga dilatih tari, sehingga ketika melayani masyarakat bisa lebih luwes gerakannya saat memberikan pelayanan kepada masyarakat,” ujar Dedi ketika memberikan sambutan pembukaan.

Bukan hanya tarian khas Sunda, tetapi para peserta seminar yang sebagian besar aktivis KAHMI dari beberapa kota di Jabar dan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kabupaten Purwakarta ini juga mengenakan ikat kepala khas Sunda. Tak ketinggalan, Menteri Yuddy dan Ketua BPK Harry  Azhar Azis juga mengenakan ikat kepala tersebut.

Sebagai salah satu senior  di tubuh KAHMI, Harry mendapat kesempatan untuk menyampaikan paparannya. “Salah satu tujuan kemerdekaan Indonesia adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Karena itu ke depan, dalam melakukan pengawasan, BPK juga akan mempertimbangkan akuntabilitas dari aspek sejauh mana uang negara itu berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat, selain aspek administratif,” sergahnya.

Kalau selama ini masyarakat menilai bahwa audit atau pemeriksaan yang dilakukan aparat BPK lebih pada sisi administratif, dari kaca mata akuntansi, kini lembaga negara ini tengah menyiapkan suatu kebijakan agar pemeriksaan juga mempertimbangkan manfaat dan dampak bagi peningkatan kesejahteraan rakyat.

Harry sempat beberapa kali  memuji kebijakan yang dilakukan Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi yang bulan November 2014 silam menerbitkan kebijakan gerakan penghematan nasional dan pembatasan kegiatan atau rapat  di luar kantor. “Ini memang harus dilakukan,” tambah Azis.

Sementara Yuddy menimpali bahwa gerakan efisiensi itu merupakan perintah langsung Presiden Joko Widodo, yang harus dilaksanakan oleh seluruh Aparatur Negara. “Kami sadar bahwa kebijakan itu tidak bisa menyenangkan semua pihak. Pasti ada sebagian orang yang kurang nyaman karena mungkin keuntungannya bekurang, dan lain sebagainya,” ujar Menteri.

Namun kebijakan itu dilakukan sebagai pilihan terbaik, dibanding dengan sejumlah kebijakan lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah. Kalau pemerintah kembali menambah utang, menurut Yuddy akan memberikan warisan utang kepada generasi penerus. Makanya pilihan tersebut tidak diambil oleh pemerintahan Jokowi – JK. “Efisiensi harus dilakukan. Kebijakan moratorium penerimaan CPNS pun dilaksanakan tak lepas dari pertimbangan semakin besarnya beban keuangan negara untuk belanja pegawai,” tambahnya.

Yuddy mengungkapkan, dari laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), penghematan nasional yang diperoleh dari bulan November  2014 sampai awal Februari 2015 sudah mencapai Rp 5,12 triliun. Penghematan itu bisa digunakan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan, membangun waduk dan saluran irigasi, membantu mempercepat ketahanan pangan, membuka lapangan kerja, membangun pelabuhan perikanan, membantu nelayan membeli kapal, dan sebagainya. “Dengan efisiensi, kita bisa mengentaskan jutaan rakyat miskin,” pungkasnya. (ags/HUMAS MENPANRB)