Pin It
timbanganAPBN
 
 
JAKARTA – Diterimanya tunjangan kinerja oleh pegawai di 27 Kementerian/Lembaga di penghujung tahun 2013 lalu tentu sangat menggembirakan. Tetapi jangan terlalu gembira, karena setiap pegawai harus mampu berkinerja sesuai dengan target-target yang ditetapkan di awal tahun. Tanpa itu, bukan mustahil tunjangan kinerjanya pun berkurang.
 
Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Eko Prasojo mengatakan, dengan diundangkannya UU tentang Aparatur Sipil Negara (ASN),  maka tunjangan kinerja dikaitkan dengan performance base. “Kelak akan diintegrasikan dalam sistem kompensasi yang berbasis pada beban, resiko dan capaian kinerja,” ujarnya dalam Forum Knowledge Sharing, yang diikuti oleh 27 Kementerian/Lembaga yang sudah masuk dalam scheme reformasi birokrasi, di Kementerian PANRB, Kamis (29/01).
 
Seperti diberitakan sebelumnya, dengan bertambahnya 27 kementerian/ lembaga (K/L) mendapat tunjangan kinerja, saat ini jumlah K/L yang sudah melaksanakan reformasi birokrasi dan mendapatkan tunjangan kinerja sudah mencapai 63 K/L. Selain itu, ada 4 K/L yang sudah siap untuk diajukan tahun 2014 ini, yakni Setjen DPR, Badan Informasi Geospasial, Badan Pertanahan Nasional, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
 
Selain itu, ada K/L yang akan diajukan pada tahun ini juga, tetapi harus menyelesaikan job grading terlebih dahulu, yakni Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian BUMN, Kemenetrian Agama, Kemenpora, Setjen DPD, dan Setjen Komisi Yudisial. Adapun K/L yang belum mengajukan usulan reformasi birokrasi hingga akhir tahun 2013 lalu, masih ada tiga, yakni Komnas HAM, Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Setjen MPR.
 
Wamen mengungkapkan, seiring dengan perjalanan reformasi birokrasi, kini pihaknya tengah menyusun perubahan peraturan pemerintah  mengenai sistem penggajian. Tahun 2014 ini pemerintah telah mengatur kembali jumlah honor yang diterima PNS, baik bulanan atau kegiatan. Pemerintah juga membatasi besaran honor bulanan yang dapat diterima pegawai. “Kami sedang mengkaji efisiensi yang akan diperoleh pada sistem baru. Jadi nanti tunjangan kinerja tidak untuk mendapat dana baru melalui APBN, tetapi diambil dari hasil efisiensi anggaran,” ujarnya.
 
Ditegaskan, reformasi birokrasi harus dimaknai sebagai perubahan yang nyata, baik menyangkut proses maupun hasil atau result dari perubahan itu. Reformasi birokrasi tidak sekadar memenuhi dokumen yg dipersyaratkan untuk mendapatkan tunjangan kinerja. “Tunjangan kinerja merupakan insentif bagi pegawai untuk melakukan perubahan-perubahan,” imbuh Guru Besar FISIP UI ini.
 
Menurut Eko Prasojo, peran Sekjen, Sesmen, Sestama sangat penting untuk mendorong perubahan dalam reformasi birokrasi. Diakui juga bahwa tidak mudah mengubah kultur. Karenanya, harus dipimpin langsung oleh pimpinan yg berkomitmen.    Ditambahkan, rangkaian gerbong reformasi birokrasi akan berhasil kalau pelayanan publik meningkat, terjadi efisiensi belanja pegawai, dan berorientasi pada manajemen kinerja yang sesungguhnya. Wamen juga mengajak setiap K/L untuk menciptakan produk-produk unggulan pelayanan publik, untuk membuktikan bahwa reformasi birokrasi benar-benar membawa perubahan kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Diingatkan juga, seiring diundnagkan dan segera berlakunya UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), kedepan jabatan fungsional akan diisi sepenuhnya oleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).  Sekitar 30-40% PNS disiapkan untuk mengisi jabatan struktural. Karena itu setiap pimpinan instansi pemerintah diminta mempersiapkan jabatan fungsional, standar kompetensi, pola karir, agar pegawai lebih termotivasi. (bby/ags/HUMAS MENPANRB)