JAKARTA – Reformasi birokrasi sampai ke jantungnya. Istilah ini nampaknya tepat menggambarkan apa yang dilakukan Sekretaris Daerah Kabupaten Sumedang, Herman Suryatman. Ia melakukan gebrakan tak hanya di tingkat kabupaten, namun hingga ke desa.
Gagasan itu dimulai dengan membangun distruptive innovation yang terdiri atas inovasi disruptive bureaucratic reform melalui penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Super Aplikasi e-Office. Inovasi lainnya diterapkan di level desa yakni disruptive village development dengan terobosan SAKIP Desa.
Herman mengatakan inovasi yang diinisiasinya berangkat dari visi ‘Sumedang Simpati’ tahun 2023 serta mimpi besar Bupati dan Wakil Bupati Sumedang untuk mewujudkan birokrasi yang bersih dan akuntabel, efektif, dan efisien, serta memiliki pelayanan publik yang berkualitas. Ia merancang formula kebijakan bersama-sama dengan segenap ASN Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Dengan memegang komitmen ‘Kabupaten Sumedang be the first, be the best, be different’, ia menyadari harus terus berinovasi dan menjadikannya sebuah sistem. “Pada akhirnya, Sumedang bisa melakukan distruptive innovation. Kata kuncinya adalah innovate or die,” ujarnya saat Malam Anugerah ASN 2020 beberapa waktu lalu.
Pria yang menerima Piala Adhigana dari kategori PPT Teladan Anugerah ASN 2020 tersebut mengatakan sebelum menerapkan SAKIP Desa, dana desa sebesar 303 miliar rupiah belum terasa manfaatnya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun melalui inovasi SAKIP Desa, sebanyak 270 desa di Kab. Sumedang dipacu agar pengelolaan anggaran dapat berbasis kinerja dan berorientasi hasil. Semua kepala desa menyusun rencana kinerja dan melakukan perjanjian kinerja dengan camat yang dapat dimonitor pada Super Aplikasi e-Office
Sebelum inovasi SAKIP Desa diterapkan, angka kemiskinan Kab. Sumedang mencapai 9,76 persen. Sementara angka prevalensi stunting sangat tinggi, yakni 32 persen. Kedua angka tersebut diatas rata-rata Jawa Barat bahkan nasional. Demikian juga indeks desa membangun pada tahun 2018 menunjukkan ada 1 desa tertinggal, 201 desa berkembang, 67 desa maju, dan 1 desa mandiri.
Setelah inovasi SAKIP Desa diterapkan, angka kemiskinan Kab. Sumedang turun menjadi 9,06 persen. Angka prevalensi stunting turun menjadi 24 persen.
Sementara untuk indeks desa membangun pada tahun 2019 mengalami peningkatan. Sudah tidak ada desa tertinggal di Kab. Sumedang, 175 desa berkembang, 91 desa maju, dan 4 desa mandiri.
Bedasarkan penilaian AKIP dua tahun yang lalu, Kab. Sumedang berada di peringkat 27 dari 27 kabupaten dan kota se-Jawa Barat dengan nilai 48,58 (C). Saat ini, Kab. Sumedang ada diperingkat 7 dari 27 kabupaten dan kota se-Jawa Barat dengan capaian nilai 67,26 (B).
Menurutnya, ada keunikan dan kebaruan pada tata kelola pemerintahan di 270 desa pada 26 kecamatan di Kab. Sumedang. Kini, sistem anggaran telah berbasis kinerja dan berorientasi kepada hasil. “Ada sinergi antara kabupaten, kecamatan, dan desa. Dengan berbasis digital semua terintegrasi lebih efektif, efisien bahkan transparan,” ungkapnya.
Dikatakan, ia juga telah membangun kolaborasi pentahelix antara lain dengan Telkomsel, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Prasetya Mulya, dan lainnya. Kedepan, pihaknya juga akan melibatkan masyarakat untuk mengembangkan inovasi conversational government, yaitu aplikasi dimana masyarakat bisa berbincang dengan pemerintah melalui aktualisasi artificial inteligent.
Sementara inovasi Super Aplikasi e-Office yang dibangun tahun 2019 kini sudah efektif digunakan oleh perangkat daerah mulai dari kabupaten hingga kecamatan. Bahkan saat ini sudah dikembangkan sampai tingkat desa.
Sebelum inovasi Super Aplikasi e-Office dibangun, indeks SPBE diangka 2,46. Kini indeks SPBE Kab. Sumedang diproyeksikan termasuk salah satu yang tertinggi di Indonesia. Tata kelola pemerintah di Kab. Sumedang juga dirasakan lebih efektif dan efisien.
Herman menambahkan inovasi SAKIP Desa dan Super Aplikasi e-Office sudah mulai diterapkan oleh Kab. Pangandaran, Kab. Jombang, dan Kab. Karanganyar. Demikian juga kabupaten dan kota di Jawa Barat dan di Indonesia yang mulai terkonfirmasi untuk mereplikasi kedua inovasi tersebut.
Apabila SAKIP Desa direplikasi di Jawa Barat maupun Indonesia, ada sekitar 72 ribu desa di Indonesia yang nantinya tata kelola desanya berbasis kinerja dan berorientasi hasil. “Setiap rupiah betul-betul dikelola dengan baik dan akuntabel, maka anggaran untuk dana desa se-Indonesia yang menembus 72 triliun rupiah bisa dihemat kurang lebih 15 persen. Kita bisa menghemat uang negara 10 triliun rupiah lebih,” pungkasnya. (byu/HUMAS MENPANRB)