JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas bersama Australian Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) melalui Knowledge Sector Initiative (KSI) serta mitra pembangunan lainnya menggelar Indonesia Development Forum (IDF) pada 9-10 Agustus 2017 di Gama Tower, Jakarta. IDF adalah sebuah forum berskala internasional yang mengundang seluruh pemangku kepentingan, baik lokal maupun internasional, untuk membahas dan mencari pemecahan permasalahan pembangunan di Indonesia. IDF mengusung tema “Fighting Inequality for Better Growth” atau memerangi ketimpangan untuk pertumbuhan yang lebih baik. Ada tiga tujuan utama yang hendak dicapai dari forum ini, yaitu: pertama, mewadahi para pelaku pembangunan untuk menciptakan inovasi dalam memperkuat perencanaan dan pelaksanaan kebijakan. Kedua, memberikan rekomendasi kebijakan yang berbasis bukti, pengetahuan, dan riset berkualitas. Ketiga, memperkuat kolaborasi pemangku kepentingan dalam tata kelola dan praktik berkelanjutan dalam pembangunan.
“Indonesia Development Forum diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi untuk mempertajam dan memperkuat komitmen pemerintah dalam perencanaan pembangunan, terutama dalam mengatasi isu ketimpangan antar kelompok pendapatan dan antar wilayah,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro. IDF memilih sebelas sub tema pembahasan, yaitu (1) Memutus "Lingkaran Setan" Korupsi dan Ketimpangan; (2) Inklusi Keuangan: Pemanfaatan dalam Mengakhiri Ketimpangan Pendapatan; (3) Masa Depan Petani/Nelayan Kecil: Sumber Pangan Dunia dan Pendapatan yang Berkelanjutan; (4) Ketimpangan: Perangkap Dinamika Perkotaan; (5) Teknologi dan Ketimpangan: Hari ini dan Masa Depan; (6) Pertumbuhan Ekonomi Inklusif: Bagaimana Mengadopsinya di Indonesia?; (7) Jaminan Sosial: Sarana Penurunan Ketimpangan Progresif; (8) Membangun ke Arah Timur: Masa Depan Indonesia; (9) Ketimpangan dan Konteksnya; (10) Kebijakan Fiskal dan Investasi yang Berpihak untuk Menurunkan Ketimpangan; dan (11) Penyediaan Pelayanan Dasar untuk Mengurangi Ketimpangan. Sebelas tema tersebut dibahas melalui pendekatan yang mendukung motto “inspire, imagine, dan innovate”. Inspire artinya seluruh rangkaian forum harus mampu menginspirasi semua pihak yang terlibat dalam mengatasi masalah pembangunan; imagine artinya mendorong semua pihak yang terlibat untuk mengeksplorasi pilihan-pilihan kebijakan pembangunan ke depan untuk mewujudkan masa depan Indonesia yang inklusif, adil, maju dan berkelanjutan; sedangkan innovate artinya mendorong semua pihak untuk menemukan terobosan atau inovasi dalam kebijakan pembangunan yang lebih efektif. Ketimpangan di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dalam sepuluh tahun terakhir.
Namun, pada 2014, Indonesia mulai menurunkan rasio gini. Koefisien gini untuk Maret 2017 tercatat 0,393 atau turun dari angka 0,408 pada 2015. Pada 2019, rasio gini diupayakan turun menjadi 0.36. Tingkat kemiskinan Indonesia juga ditargetkan turun menjadi 7-8 persen dari angka baseline 11,22 persen di 2015. Secara umum, terdapat empat faktor utama yang mendorong ketimpangan pada generasi sekarang dan masa depan, yaitu ketimpangan peluang sejak awal kehidupan sehingga mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, pekerjaan yang tidak merata, kekayaan yang terkonsentrasi pada sekelompok orang, serta ketahanan ekonomi yang rendah. “Kepemilikan aset dapat menjadi salah satu faktor penentu dalam mengurangi ketimpangan karena tanpa aset produktif yang memadai, masyarakat ekonomi terbawah tidak dapat keluar dari kemiskinan serta tidak dapat meningkatkan pendapatannya, keluarga juga tidak dapat berinvestasi yang cukup terhadap anak-anak mereka,” jelas Menteri Bambang.
Dalam menangani persoalan ketimpangan yang kian kompleks, pendekatan one size fits all tidak lagi relevan untuk diterapkan. Penyesuaian pendekatan dan program serta pengembangan kebijakan dan pemanfaatan agenda pembangunan berbasis bukti pengetahuan dan riset yang berkualitas akan mendorong tercapainya dampak maksimal terkait usaha pemerintah dalam menurunkan ketimpangan. Upaya pengurangan ketimpangan juga menjadi agenda global yang sudah dituangkan di dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs). Upaya penurunan ketimpangan dan kemiskinan merupakan langkah yang harus dilakukan secara sistematis dan terintegrasi guna mencapai pertumbuhan yang inklusif, berkualitas, berkeadilan, serta berkelanjutan. Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas harus dapat dirasakan masyarakat melalui penciptaan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas penduduk, kebijakan yang pro-poor dan peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Optimalisasi pemanfaatan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa pun diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan yang beragam di tingkat lokal dengan fokus pada peningkatan akses dan kualitas pelayanan dasar dan pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat berpendapatan rendah. “Melalui Indonesia Development Forum, upaya pemerintah untuk memerangi ketimpangan untuk pertumbuhan yang lebih baik semakin ditajamkan melalui rekomendasi kebijakan yang diharapkan lahir atas masukan dari berbagai sudut pandang pembangunan,” tegas Menteri Bambang. Saat ini, Indonesia sudah menerapkan beberapa kebijakan untuk mendorong penurunan ketimpangan. Pertama, penurunan angka stunting melalui peningkatan kualitas pelayanan dasar publik seperti ketersediaan air bersih, sanitasi, gizi, pengetahuan ibu, dan pelayanan kesehatan di tingkat lokal. Kedua, penurunan kemiskinan melalui stabilisasi harga pangan, pengurangan beban penduduk miskin, dan subsidi tepat sasaran atau program bantuan sosial. Ketiga, penurunan pengangguran melalui peningkatan penyerapan lulusan SMK, program sertifikasi dan magang, serta kemitraan dengan industri. Keempat, penurunan ketimpangan kekayaan melalui pajak/subsidi, program afirmasi yang efektif, penuntasan Nomor Induk Kependudukan (NIK), juga kredit UMKM di bidang pertanian dan perikanan. Kelima, penguatan industri berbasis rakyat melalui penguatan industri kecil sektor strategis, memaksimalkan potensi lokal perhutanan sosial, reformasi agraria, peningkatan skala usaha kelembagaan petani dan nelayan, serta pengembangan destinasi wisata. (PR)