Pin It

20150523 Penyematan guru besar copy

JAKARTA – Sekalipun Indonesia telah memiliki semua jenis industri, mulai dari industri ekstraktif hingga industri yang berbasiskan teknologi tinggi(high technology), tetapi dalam mengambil pilihan industry yang akan dikembangkan harus  rasional. Dalam hal ini perlu dilakukan political engineering pembangunan ekonomi industri yang berorientasi jangka panjang, dengan inisiatif pemimpin tertinggi pemerintahan  untuk mengajak para pemimpin politik dan pemimpin pemerintahan lainnya membuat kesepakatan tentang rencana pembangunan ekonomi industri Indonesia masa depan.

Hal itu disampaikan Prof. Dr. H. Yuddy Chrisnandi, M.E., dalam pidato pengukuhan Guru Besar Universitas Nasional di Jakarta, Sabtu (23/05). “Political engineering diperlukan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang kuat dan terhormat di tengah pergaulan antar bangsa di dunia, dan memberikan kemakmuran seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia,” ujarnya.

Dalam pidato berjudul Pembangunan Ekonomi Industri dan kebijakan Publik untuk Kesejahteraan Rakyat itu,  Yuddy mengungkapkan, industri yang dikembangkan bukan untuk mengejar ketertinggalan atau bertarung dengan negara-negara industri terkemuka dunia (Top 10 Technology Oriented Countries) seperti Jepang, Amerika, Jerman, Canada  dan lain-lain. Namun Indonesia harus berani mengambil keputusan, untuk mengembangkan industri yang memiliki keunggulan komparatif. Industri ini harus bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli rakyat, perluasan lapangan kerja, keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi yang luas untuk menghasilkan devisa nasional yang sebesar-besarnya sebagai modal pembangunan yang berkelanjutan.

Menurut pria kelahiran Bandung tanggal 29 Mei 1968 yang kini menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) ini, pembangunan ekonomi industri seharusnya berbasis pada keunggulan komparatif lokal atau kewilayahan yang menekankan pentingnya kelestarian lingkungan hidup dalam pemanfaatan sumber daya alam sebagai  material produksi. “Pembangunan dan pengembangan industri ekstraktif tanpa meninggalkan industri berteknologi tinggi serta sektor manufaktur lainnya, dengan melibatkan keunggulan ketersediaan bahan baku dan tenaga kerja  sehingga mampu meningkatkan pendapatan nasional berlipat ganda,” ujarnya.

Pemikiran Yuddy itu tak lepas dari  kenyataan bahwa saat ini bangsa Indonesia tengah dihadapkan pada sejumlah tantangan dalam menyukseskan pembangunan nasional. Tantangan itu terutama kesenjangan sosial yang makin melebar, tekanan kompetisi global, kerawanan pangan dan energi, dekaadensi moral dan karakter serta jeratan hutang dan krisis moneter. Untuk menjawab tantangan itu diperlukan solusi strategis dengan melakukan restorasi berbagai hal penting dalam mengimplementasikan pembangunan ekonomi industri yang mensejahterakan.

Solusi strategis itu, lanjutnya, setidaknya terdiri dari lima hal.  Pertama, mengubah paradigma pembangunan ekonomi yang lebih seimbang dari pro pasar (produsen) menjadi pro rakyat (konsumen). Kedua, memprioritaskan pembangunan sektor pendidikan; Ketiga, mengembangkan pertanian/perikanan dan pengolahan energi terpadu. Adapun keempat, adalah keteladanan pemimpin yang berintegritas dari Presiden hingga pejabat birokrasi terendah, serta Kelima, efisiensi penggunaan anggaran serta membangun gerakan penghematan nasional.  

Adapun untuk merumuskan kebijakan pembangunan ekonomi nasional, diperlukan paling tidak delapan langkah.Pertama, perlunya model kebijakan pemberdayaan ekonomi dari bawah ke atas (bottom up), yang menasional sehingga bisa menjadi salah satu pilar penyangga kekuatan ekonomi nasional dengan mengembangkan industri berbasis keunggulan lokal/ daerah/ wilayah.

Kedua, Kebijakan pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui kebijakan yang mendapat dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dari struktur pemerintah di tingkat bawah sampai pusat, baik dari aspek identifikasi, perencanaan program sampai pada perancangan program secara terpadu, tetapi dinamis.

Ketiga, pemberdayaan ekonomi masyarakat, industri rumah tangga atau industri kecil – menengah pada karya (labour intensif), yang menitikberatkan potensi lokal, pengelolaan sumber daya alam dengan menggunakan teknologi ramah lingkungan, pendampingan pemerintah, serta mendesak penyertaan dana corporate social responsibility (CSR), baik dari BUMN maupun swasta.

Keempat, pertumbuhan ekonomi dalam pembangunan nasional bukan menjadi ukuran akhir menilai keberhasilan pembangunan, tetapi lebih pada mengukur kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan pro poor, pro job dan pro growth.

Kelima, perlunya pendirian bank yang mengelola keuangan khusus untuk pemberdayaan ekonomi rakyat, seperti petani, nelayan, buruh, serta kegiatan usaha kecil rakyat, yang merupakan 40 – 50 % kelompok masyarakat berpendapatan rendah. Karena itu, pembangunan ekonomi Indonesia tidak cukup dengan mengejar tingkat pertumbuhan gross domestic production (GDP). “Sudah saatnya ditetapkan kebijakan pembangunan yang secara eksplisit merumuskan berapa bagian dari target pertumbuhan GDP yang akan disumbangkan oleh kelompok masyarakat berpendapatan rendah,” ujar Yuddy.

Langkah keenam, adanya daya dukung yang cukup, ketersediaan energy terbarukan yang ramah lingkungan, agar pembangunan eknomi industri dapat berkelanjutan bagi kepentingan generasi mendatang, dan tidak merusak lingkungan di mana masyarakat berada.

20150523 Yuddy Pengukuhan

Ketujuh, pemerintah perlu segera memiliki blue print pembangunan industri berjangka panjang sebagai payung, target dan kemana arah pembangunan ekonomi industri yang memberikan jaminan kesejahteraan rakyat.

Kedelapan, strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi sangat ditentukan oleh faktor-faktor pentingnya pemerintah yang bersih dan kuat (clean and strong government), penegakan hukum (law enforcement) dan kestabilan politik dalam negeri.

Saat ini, lanjut Yuddy, pemerintahan Presiden  Joko Widodo – Jusuf Kalla berkomitmen membangun Indonesia lebih baik, berwibawa, mandiri, demokratis, meningkatkan pembangunan ekonomi yang bersandarkan pada pro poor, pro job dan pro growth demi terciptanya Indonesia Indonesia yang kuat dan makmur, yang dirumuskan sebagai Nawacita.

Nawacita ini mendorong  lahirnya kebijakan ekonomi kesejahteraan sosial (Ekoteros) melalui penguatan pembangunan yang tidak hanya bertumpu pada wilayah perkotaan, tetapi juga wilayah pedesaan dan daerah-daerah pelosok. Selain itu juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing produk Indonesia di pasar internasional, mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, serta melakukan revolusi mental agar Indonesia mampu bersaing dengan dunia internasional dalam segala hal.

Revolusi mental ini penting, agar kita memiliki mindset dan persepsi yang sama dalam mengejar ketertinggalan danmenyelaraskan kemajuan pembangunan dengan kesiapan masyarakatnya sendiri dalam berpartisipasi dalam pembangunan.

Yuddy menambahkan, untuk menjawab paradigma pembangunan ekonomi industri yang berbasis ekoteros ini, harus menitikberatkan keseimbangan pro pasar ke pro rakyat untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia yang dikembangkan berbasis pada keunggulan komparatif serta potensi lokal (daerah). “Daerah dapat mengembangkan pembangunan ekonomi industrinya dengan melihat kemampuan material, sumber daya alam serta sumber daya manusia secara simultan, sesuai dengan kebutuhan daerah, serta mendorong keadilan ekonomi nasional,” imbuhnya.

Kini saatnya kita menata strategi pembangunan ekonomi industri yang lebih realistis, yang lebih rasional dan dapat dengan cepat mencapai tujuan-tujuan nasional bangsa Indonesia yaitu kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, apapun strategi pembangunan ekonomi industri yang dikembangkan, pada akhirnya harus dilihat dalam perspektif kesejahteraan rakyat. “Apakah rakyat benar-benar menikmati hasil pembangunan ekonomi yang dilaksanakan melalui berbagai kebijakan pemerintah ?. Kita juga tidak boleh malu untuk terus belajar ke sejumlah negara yang lebih maju,” tegas Yuddy. (ags/HUMAS MENPANRB)