JAKARTA – Sebanyak 30 inovator menjalani tahapan presentasi dan wawancara Pemantauan Keberlanjutan dan Replikasi Inovasi Pelayanan Publik (PKRI) hari pertama. Kegiatan yang diadakan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) ini bertujuan mendapatkan informasi terkait capaian program Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik.
Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas menyebutkan PKRI sebagai salah satu apresiasi terhadap instansi yang melakukan pembinaan inovasi. “Serta yang mampu menjaga keberlanjutan inovasi dan melakukan replikasi inovasi pelayanan publik,” ujar Menteri Anas, pada hari pertama Presentasi dan Wawancara PKRI, Jumat (12/07).
Tujuan lainnya mendapatkan rekomendasi kebijakan terkait program Pembinaan Inovasi Pelayanan Publik kedepannya. Kementerian PANRB mengatur tiga kelompok penilaian, pertama adalah kelompok instansi pemerintah. Pada kelompok ini dilakukan penilaian terhadap instansi pemerintah atas kapasitas dan hasil pembinaan inovasi pelayanan publik yang dilakukan.
Kedua, adalah kelompok keberlanjutan inovasi. Pada kelompok ini dilakukan penilaian terhadap keberlanjutan dari 979 Top Inovasi Pelayanan Publik KIPP 2014-2023. Sementara kelompok ketiga adalah replikasi inovasi. Pada kelompok ini dilakukan penilaian terhadap inovasi yang merupakan hasil replikasi dari Top Inovasi Pelayanan Publik KIPP 2014-2023.
Salah satu inovasi dari kelompok pertama adalah milik Kementerian Keuangan, yakni CEISA Barang Kiriman (Consignment Note): Kemudahan Impor Barang Kiriman Pekerja Migran Indonesia Secara Cepat, Humanis, dan Akuntabel. CEISA sendiri kependekan dari Customs-Excise Information System and Automation. Pada kesempatan ini, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani memaparkan inovasi CEISA dihadapain Tim Penilai Independen (TPI) yang didampingi oleh Direktur Teknis Kepabeanan dan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean (KPPBC TMP) Tanjung Emas.
Inovasi itu dilakukan di KPPBC TMP Tanjung Emas, Kota Semarang. Pengembangan inovasi ini dari sisi proses bisnis adalah pembedaan barang kiriman umum dan barang kiriman pekerja migran Indonesia. Baarang milik pekerja migran Indonesia yang akan dikirimkan dibebaskan dari bea masuk.
Sementara dari sisi penggunaan teknologi, sudah dikembangkan aplikasi CEISA 3.0. CEISA Barang kirim terintegrasi dengan aplikasi Sistem Komputerisasi untuk Pelayanan Penempatan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SISKOP2M) milik BP2MI dan Portal Peduli WNI milik Kementerian Luar Negeri.
Dari kelompok kedua, yakni Inovasi Gempur Jatim milik Badan Pengawas Obat dan Makanan Balai Besar POM Surabaya. Inovasi ini adalah Upaya meningkatkan kemandirian pelaku Usaha Mikro Kecil (UMK) di bidang pangan olahan dan pemahaman tentang Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).
Balai Besar POM Surabaya memberi pendampingan secara detail kepada pelaku UKM hingga mereka memiliki Nomor Izin Edar (NIE) atas produknya. Omzet UMKM pangan meningkat sekitar 600 persen setlah NIE terbit.
Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM Rita Endang menyampaikan dampak eksternal dari adanya inovasi ini adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang melakukan pendampingan melalui peningkatan kompetensi berupa pelatihan, bimtek, sosialisasi, workshop, dan kegiatan sejenis lainnya. Selain itu juga berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan meliputi Academic, Business, Community, Government and Media (ABCGM).
Inovasi dari kelompok tiga dalam presentasi dan wawancara hari ini adalah Pengembangan Usaha Garam Rakyat (Pugar) milik Kementerian Kelautan dan Perikanan. Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut Victor Gustaf Manopo menjelaskan bahwa inovasi layanan PUGaR meliputi integrasi lahan garam, pembangunan dan pengelolaan gudang garam nasional (GGN), serta penguatan SDM dan kelembagaan. Penguatan kelembagaan melalui penyatuan penambak garam dalam wadah koperasi primer dan induk, diiringi pelatihan, pendampingan dan sertifikasi, adalah suatu terobosan pemberdayaan agar dapat bersaing di kancah global, termasuk di era yang serba digital.
Dampak inovasi ini adalah peningkatan produktivitas garam dari sebelumnya dibawah 80 ton per hectare per tahun, menjadi 100 ton per hectare per tahun. Serta kualitas garam menjadi K1 dengan NaCl 91 persen basis basah.
Dampak kedua adalah terkelolanya pasokan garam bahan baku untuk konsumsi dan industry, serta peningkatan kesejahteraan penambak garam. Inovasi ini juga menciptakan ekonomi sirkular melalui hilirisasi garam rakyat dan pengelolaan washing plan. Washing plant adalah rangkaian mesin berikut tempat dan peralatannya untuk mencuci dan memurnikan garam, yang terdiri dari bagian penggilingan/penghancur, pencucian, penirisan dan pengeringan, iodisasi, serta pengepakan. (don/HUMAS MENPANRB)