BANDA ACEH - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar merasa prihatin tentang mutu pendidikan di Aceh. Selain masih kurangnya tenaga pengajar, mutu guru juga masih dibawah standar. “Ini bisa dilihat dari peserta tes CPNS honorer K2, tenaga guru banyak yang tidak lulus,” ujarnya saat membuka Seminar Peran Guru dalam Gerakan Reformasi Birokrasi di Banda Aceh, 25 Maret 2014.
Dalam seminar yang diikuti oleh 120 orang dari anggota PGRI, Kepala Sekolah se kota Banda Aceh, serta tokoh pendidikan itu, mantan Wagub Aceh itu mensinyalir bahwa hal tersebut disebabkan pola lama dalam rekruitmen tenaga guru yang tidak professional. Rekruitmen guru dan CPNS pada umumnya tidak berdasarkan merit system dan diwarnai KKN, banyak terjadi di berbagai daerah, tidak hanya di Aceh.
Untuk itu, Menteri menekankan perlunya dilakukan perubahan dalam penerimaan tenaga guru. Kalau begini terus, bangsa ini tidak akan maju. Selain itu, guru yang sudah masuk PNS harus meningkatkan kemampuannya.
Dia mengambil contoh, ada seorang guru sudah lebih dari 10 tahun mengajar, tetapi tidak pernah beli buku. Artinya tidak ada upaya meningkatkan ilmu pengetahuannya. Padahal seorang guru harus lebih maju dari profesi yang lain, sehingga harus meningkatkan kualitas dirinya. Karena itu pemerintah daerah diminta memperhatikan kualitas guru dan tenaga pendidik lainnya. “Seorang guru harus dites kompetensinya, tidak boleh tidak,” imbuh Azwar Abubakar.
Lebih dari itu, guru harus betul-betul menguasai materi bidang studi yang diajarkan. Kalau ditetapkan bahwa setiap guru harus membuat makalah, filosifinya bahwa dalam kenaikan pangkat harus meningkatkan kompetensi. Jangan sampai konsultan yang membuat makalah.
Menanggapi pertanyaan bahwa ada Peraturan Menteri PANRB yang sangat memberatkan guru, Menteri menegaskan bahwa hal itu tidak benar. Kementerian PANRB, lanjutnya, harus merumuskan kinerja aparatur untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Semua harus dibuat standar minimal, apa yang harus diperbuat oleh seorang aparatur, termasuk guru di dalamnya. “Kita tidak ingin seorang guru tersiksa karena ketidakmampuan,” ujarnya.
Dalam hal ini pemerintah juga minta masukan kepada PGRI. Misalnya, kalau ada suatu peraturan yang harus diubah, tentu akan diperhatikan. Yang penting semua itu bermuara pada peningkatakan daya saing bangsa.
Tiga peran guru
Terkait gerakan reformasi birokrasi, Menteri Azwar Abubakar mengatakan bahwa peran dan fungsi guru sangat strategis. Setidaknya ada 3 hal yang harus diperbuat guru. Pertama, sebagai entitas terbesar Aparatur Sipil Negara (ASN), diharapkan mampu menjadi pemeran utama dalam menggerakan reformasi birokrasi di daerah.
Kedua, dengan kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional yang dimiliki, guru diharapkan dapat melakukan transfer knowledge tentang agenda reformasi birokrasi kepada para peserta didik, sebagai bahan pengetahuan dalam pembelajaran, serta mampu melakukan transfer value melalui perilaku sehari-hari yang reformatif, sehingga menjadi panutan bagi para peserta didik.
Ketiga, dengan kompetensi sosial dan kepribadian yang dimiliki, guru seyogyanya dapat menjadi motor penggerak reformasi birokrasi di tengah-tengah masyarakat. Yakni melalui partisipasi aktif dalam berbagai agenda pembangunan daerah, serta melalui kegiatan sosialisasi dan diseminasi kepada masyarakat bahwa reformasi birokrasi adalah tanggung jawab bersama semua komponen bangsa.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan, guru memiliki peran yang sangat strategis sebagai agent of change (agen pembaruan). Upaya konkret yang bisa dilakukan oleh para pendidik adalah mengubah mindset dan budaya siswa/masyarakat dari berpikir minta dilayani ke melayani, dari yang malas ke rajin, seenaknya ke tertib, koruptif ke sikap jujur.
Dalam acara tersebut, Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB Herman Suryatman menyampaikan materi tentang UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). (swd/HUMAS MENPANRB)