Pin It
sarapanpagiKBR68
JAKARTA - Wakil  Menteri PANRB Eko Prasojo mengatakan, jumlah PNS di Indonesia saat ini 4,5 juta harus melayani 244,8 juta jiwa, rasionya 1,83%,  di bawah rata-rata rasio PNS negara-negara  Asia. Namun jumlah yang sedikit itu terlihat banyak, lantaran banyaknya kualifikasi PNS kurang memadai.
 
Banyak jabatan struktural yang tidak diimbangi dengan jabatan fungsional tertentu dalam mejalankan tugas-tugas pemerintahan, karena yang ada saat ini jabatan fungsional diisi dengan jabatan fungsional umum. “Pegawai bekerja di bidang apa saja, karena tidak mempunyai keahlian khusus,” ujar Wamen dalam  acara sarapan pagi bersama KBR 68H di Media Center Kementerian PANRB, Kamis (21/03).
 
Bagi pegawai yang masih memenuhi standar kompetensi, lanjut Wamen,  akan dipertahankan. Sedangkan yang kurang memenuhi kualifikasi tapi masih bisa dilatih ulang dikembangkan melalui program pendidikan dan latihan. “Sedangkan yang memang jauh dari  yang butuhkan diberikan opsi untuk pensiun dini,” tambahnya.
 
Pensiun dini ada dua jenis yaitu, pegawai yang usianya 50 tahun dan sudah bekerja di instansi pemerintah selama 20 tahun, atau PNS yang belum berusia 50 tahun dan belum bekerja di instansi pemerintah selama 20 tahun. Mereka boleh mengajukan pensiun dini, kalau memang kompetensi dan standar jabatannya sudah tidak bisa dipenuhi lagi.
 
Hingga saat ini, opsi mengenai pensiun dini itu memang masih dalam pembahasan. Namun diakuinya bahwa Kementerian PANRB sudah menyusun RPP yang mengatur pensiun dini, yang akan mengiringi RUU Aparatur Sipil Negara (ASN).
Untuk memperbaiki birokrasi pemerintahan,  menurut Guru Besar UI ini masih diperlukan  program-program yang lebih matang dan  komitmen politik yang lebih kuat lagi. “Diperlukan koalisi besar dari masyarakat untuk menggerakkan reformasi birokrasi, karena tidak semua orang suka terhadap perubahan,” ucapnya. Generasi terdahulu memilih untuk menunda melakukan reformasi birokrasi, karena enggan menerima risikonya.
 
Tetapi saat ini, reformasi birokrasi merupakan keniscayaan, yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Birokrasi  harus mau dan berani ambil resiko itu untuk masa kini, untuk menyiapkan  musim panen bagi generasi kita yang akan datang, sekitar 15 sampai 20 tahun lagi. Reformasi birokrasi ibarat musim tanam. Tapi jenis tanamannya bukan tanaman semusim, sepeti padi atau jagung, tetapi pohon tahunan, seperti karet yang baru bisa dipanen paling cepat 15 tahun mendatang. (cry/HUMASMENPAN)