JAKARTA – Tunjangan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) diberikan sebagai kompensasi, karena sudah menunjukkan performance kinerja yang baik dalam pembenahan reformasi birokrasi. Namun besaran tunjangan berbasis kinerja ini diatur sepenuhnya oleh instansi masing-masing.
“Negara memberikan penghargaan kepada pegawai negeri yang instansinya telah melaksanakan reformasi birokasi. Besarannya ditentukan oleh kemampuan keuangan daerah masing-masing,” ujar Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tasdik Kinanto, saat menerima kunjungan konsultasi dari DPRD Kutai Kertanegara, Kamis (06/02).
Daerah diberikan kewenangan untuk mengatur secara arif besaran tunjangan yang berasal dari efisiensi anggaran, grade jabatan, perbaikan pelayanan kepada publik, dan yang terutama adalah efektifitas kinerja. Kalau tidak sesuai dengan ketetapan, tentu tunjangan juga menyesuaikan.
Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Keja Pegawai Negeri Sipil, setiap pegawai harus punya Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang akan ditandatangani oleh atasannya. “Contohnya saya eselon satu, target kinerja saya di tahun 2014 ini akan ditandatangani oleh Menteri, dan target itu harus dicapai, jangan hanya menjadi sasaran angan-angan saja,” imbuhnya.
Untuk menilai keberhasilan, lanjutnya, ada tim penilainya sendiri yang akan mengevaluasi sejauh mana reformasi birokrasi di instansi yang terkait. Berdasarkan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, setiap pemangku jabatan akan dievaluasi tiap tahun. Bagi yang tidak menunjukkan kinerjanya, negara akan memberikan kesempatan untuk meningkatkan kualitas selama enam bulan, yang tidak menutup kemungkinan akan diturunkan atau dimutasi jika dalam penilaian tidak menunjukkan perform yang baik.
Tunjangan kinerja tiap tahun bisa berbeda, tidak permanen. Setiap pegawai harus jelas mengerjakan tugas pokok dan menata manajemennya. “Kalau kinerja tidak ada, tidak wajib memberikan kompensasi kepada pegawai. Jadi tidak ada istilah pinter goblok gaji sama,” ujarnya. (bby/HUMAS MENPANRB)