JAKARTA – Reformasi birokrasi tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah sendiri, tetapi harus melibatkan seluruh elemen bangsa, termasuk kalangan seniman, artis, pekerja film, serta elemen lainnya dalam sebuah grand coalition (koalisi besar). Untuk itu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menggandeng sineas untuk menggarap pembuatan film yang bertema reformasi birokrasi dan pelayanan publik.
Rencana itu tampaknya tidak sekadar berhenti di tataran wacana. Kamis petang (07/02), Wakil Menteri PAN-RB Eko Prasojo dan anggota Tim Independen Reformasi Birokrasi Sofyan Effendi mulai mengawali pembicaraan awal dengan artis film Alex Komang dan beberapa pekerja film dalam suatu pembicaraan informal di Jakarta.
Diakui oleh Eko Prasojo, bahwa menggarap film tentang reformasi birokrasi bukan pekerjaan mudah. Pasalnya, reformasi itu sendiri terkait dengan sektor-sektor yang tidak kelihatan oleh masyarakat, karena merupakan proses yang terjadi di ‘dapur’.
Dijelaskan, ada dua sisi dalam reformasi birokrasi, yakni yang tampak sehari-hari dan dirasakan oleh masyarakat, seperti pelayanan publik yang burtuk, PNS yang malas, dan sebagainya. “Namun masyarakat tidak melihat bahwa di balik pelayanan itu, ada proses mulai dari rekruitmen PNS, pelatihan, penggajian, pembinaan, hingga pensiun PNS,” ujarnya. Berbeda dengan isu-isu seperti kasus korupsi, yang jauh lebih popular mudah dilihat dan dipahami masyarakat.
Hal itu merupakan tantangan bagi kalangan sineas maupun tim kreatif perfilman, yang harus memasukkan unsur knowledge dalam pembuatan film, yang memaksa pemirsa film dan masyarakat pada umumnya untuk ikut berpikir. Hanya ada beberapa hal yang sering menjadi perhatian media massa, yakni terkait dengan rekruitmen CPNS atau permasalahan yang terkait dengan penyelewengan oleh PNS, terutama dalam pelayanan. “Pelayanan publik kalau jelek jadi berita besar, tapi kalau bagus tak pernah diberitakan. Tapi masyarakat itu kan seperit bayi, dia menangis tapi tidak tahu apa yang sakit,” ujar Wamen. Ditambahkan, dengan adanya keinginan kalangan sineas untuk membuat film tentang reformasi birokrasi ini, Wamen mengapresiasi, dan merasa senang.
Dalam kesempatan itu, Alex Komang menuturkan, sebenarnya dewasa ini kalangan muda banyak yang berminat untuk terjun ke dunia perfilman, tetapi tidak punya akses. “Dulu saya main film karena memang punya akses,” ujarnya.
Menurutnya, gagasan ini sebagai upaya untuk memberikan akses kepada kalangan muda, terutama mahasiswa yang ingin bergerak di dunia perfilman. Karena itu, Alex Komang bermaksud menyelenggarakan semacam lomba pembuatan film reformasi birokrasi/pelayanan publik.
Langkah yang akan ditempuh, memberikan sosialisasi ke 9 kota di tanah air, dan mendorong mereka untuk membuat film dengan tema reformasi birokrasi. Misalnya dengan memberikan insentif, atau dana sebagai biaya pembuatan film. Selanjutnya dipilih tiga film yang untuk diputar di bioskop-bioskop di seluruh Indonesia, atau media pemutaran film lainnya. “Kalau ini terealisir, kita akan mempunyai 27 judul film bertemakan reformasi birokrasi. Ini media kampanye yang cukup efektif,” tambahnya.
Guru Besar UGM Prof. Sofyan Effendi yang hadir pada kesempatan tersebut menambahkan, sebaiknya film mengenai reformasi birokrasi dibuat dalam durasi yang tidak terlalu panjang. “Kira-kira dua puluh sampai tiga puluh menit saja,” ujarnya. (ags/HUMAS MENPAN-RB)