Koordinator Perumusan Kebijakan Kelembagaan Ngalimun saat menjadi narasumber pada Sosialisasi Peraturan Menteri PANRB No. 19/2018 tentang Penyusunan Peta Proses Bisnis Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri PANRB No. 59/2020 tentang Pemantauan dan Evaluasi SPBE untuk Provinsi NTB dan NTT, Rabu (25/11).
JAKARTA – Rendahnya efektivitas dan efisiensi birokrasi publik di Indonesia dan proses bisnis yang tumpang tindih serta berbelit-belit membuat organisasi menjadi lambat untuk bekerja. Hal inilah yang mendasari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) melalui unit kerja Deputi bidang Kelembagaan dan Tata Laksana terus melakukan optimalisasi terhadap penerapan peta proses bisnis.
Penyusunan peta proses bisnis instansi pemerintah diatur dalam Peraturan Menteri PANRB No. 19/2018 tentang Penyusunan Peta Proses Bisnis Instansi Pemerintah. Menurut Koordinator Perumusan Kebijakan Kelembagaan Ngalimun, setidaknya terdapat dua manfaat utama dari penyusunan peta proses bisnis. Hal tersebut disampaikan Ngalimun saat menjadi narasumber Sosialisasi Peraturan Menteri PANRB No. 19/2018 tentang Penyusunan Peta Proses Bisnis Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri PANRB No. 59/2020 tentang Pemantauan dan Evaluasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), Rabu (25/11).
Manfaat pertama adalah adanya standar pelaksanaan pekerjaan sehingga memudahkan dalam mengendalikan dan mempertahankan kualitas pelaksanaan pekerjaan. “Manfaat lainnya adalah kemudahan untuk melihat potensi masalah yang ada di dalam pelaksanaan suatu proses sehingga solusi penyempurnaan proses lebih terarah,” ujarnya.
Ngalimun juga menjabarkan apa saja yang menjadi kelebihan dan keuntungan penyusunan peta proses bisnis. Menurutnya peta proses bisnis mampu menggambarkan logika proses secara lebih eksplisit dan karya arti. “Siapapun yang membaca peta proses bisnis dapat memahami dan memaknai, artinya tanpa ada interpretasi ganda,” imbuhnya.
Pada sosialisasi yang dimoderatori oleh Koordinator Perumusan Kebijakan Tata Laksana dan Administrasi Pemerintahan Adrinal ini, para peserta yang merupakan perwakilan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) se-Provinsi NTB dan NTT juga memperoleh pembekalan mengenai teknis penyusunan peta proses bisnis yang dibawakan oleh Analis Kebijakan Muda F.X Prihandoko. Menurut Prihandoko, terdapat empat langkah yang harus dilewati untuk menyusun peta proses bisnis.
Keempat langkah tersebut yakni, persiapan dan perencanaan, pengembangan, penerapan/implementasi, serta pemantauan dan evaluasi. Pada langkah pertama, instansi pemerintah harus melakukan pengumpulan informasi dan pengorganisasian.
Sementara pada langkah pengembangan, instansi pemerintah akan melakukan pemetaan proses bisnis menggunakan level atau tingkatan serta jenis gambar. Berikutnya pada tahap penerapan/implementasi, dilakukan pengesahan peta proses bisnis, pendistribusian peta proses bisnis, penyimpanan, penempatan, dan pemanfaatan peta proses bisnis, serta perubahan peta proses bisnis.
Setelah ketiga langkah awal terlewati, hal yang tidak kalah penting adalah melakukan pemantauan dan evaluasi. Pada tahap ini harus dipastikan bahwa implementasi atau penerapan peta proses bisnis dapat memicu kinerja.
“Seluruh tahapan proses penyusunan peta bisnis proses kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah dilakukan oleh kelompok kerja yang terintegrasi dalam tim Reformasi Birokrasi Internal (RBI) masing-masing instansi yang dipimpin oleh sekjen, sekretaris kementerian, atau sekretaris daerah,” jelasnya.
Pada sesi akhir sosialisasi, Koordinator Perumusan Kebijakan Penerapan SPBE Kementerian PANRB Perwita Sari menjabarkan tentang seluk-beluk Peraturan Menteri PANRB No. 59/2020 tentang Pemantauan dan Evaluasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Dalam paparannya, Perwita menjelaskan secara singkat mengenai tahap pelaksanaan pemantauan SPBE dan evaluasi SPBE.
Dijelaskan, pada tahap pemantauan SPBE dilakukan dengan aktivitas persiapan dan koordinasi dengan instansi yang dilakukan pemantauan, penilaian mandiri oleh asesor internal, dan penilaian dokumen oleh asesor eksternal. Sementara evaluasi SPBE dilakukan dengan aktivitas persiapan dan koordinasi dengan instansi yang dilakukan evaluasi, penilaian mandiri oleh asesor internal, penilaian dokumen oleh asesor eksternal, dan penilaian wawancara, kemudian diakhiri dengan penilaian lanjutan melalui kunjungan bila diperlukan.
“Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi SPBE ini dilakukan pada tahun yang berbeda, misalnya tahun ini dilakukan evaluasi, maka tahun berikutnya akan dilakukan pemantauan SPBE, sehingga nantinya nilai indeks SPBE diperoleh dari pelaksanaan tahapan secara lengkap atau evaluasi SPBE yang kita peroleh dua tahun sekali,” pungkasnya. (rum/HUMAS MENPANRB)