JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Komisi Pemberantasan Korupsi sepakat untuk meningkatkan pencegahan gratifikasi di lingkungan instansi pemerintah. Hal itu diawali dengan penandatanganan pernyataan komitmen pencegahan tindak pidana korupsi oleh Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi yang disaksikan Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta, Jumat (14/11).
Dalam kesempatan itu, Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi mengatakan, semua pihak diminta menjaga dan memanfaatkan momentum ini sebagai deklarasi untuk terus menabuh genderang perang melawan korupsi. Karena itu, seluruh instansi pemerintah yang belum melakukan penandatanganan pencegahan korupsi diharapkan untuk secepatnya mengikuti langkah serupa.
Dikatakan, dalam tahun 2014 yang tinggal tersisa satu setengah bulan ini, akan diterbitkan Peraturan Menteri PANRB tentang Pengendalian Gratifikasi di lingkungan Kementerian PANRB.
Kepada KPK, Menteri minta agar mendampingi proses penyusunan peraturan perundangan tentang pengendalian gratifikasi dan implementasinya. ”Saya perintahkan kepada Inspektorat untuk secepatnya menyusun peraturan tersebut,” tegas Yuddy.
Menteri PANRB Yuddy Chrisnandi mengingatkan, sebagai musuh utama bangsa korupsi harus diperlakukan sebagai kejahatan luar biasa. Karena itu penanganannya juga harus dengan cara-cara yang luar biasa.
Sejumlah kebijakan pencegahan korupsi telah dilakukan pemerintah antara lain dengan menyusun kode etik, kampanye anti korupsi, penandatanganan pakta integritas, pemenuhan kewajiban melaporkan LHKPN, membangunwhistle blowing system, dan lain-lain. Namun upaya-upaya itu belum cukup, dan harus lebih ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. “Penandatanganan komitmen pencegahan korupsi ini merupakan bagian dari upaya pencegahan korupsi,” imbuhnya.
Dalam pengendalian gratifikasi ini dilaksanakan dengan prinsip tidak akan menawarkan atau memberikan maupun menerima atau menerima suap, gratifikasi atau uang pelican dalam bentuk apappun kepada lembaga pemerintah, perseorangan atau badan usaha untuk mendapatkan berbagai manfaat/kemudahan terkait dengan pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dilarang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kang Yuddy, sapaan akrab Yuddy Chrisnandi menambahkan, kebiasaan menerima gratifikasi dapat menimbulkan sikap permisif untuk menerima suap. Hal itu akan menjadi akar timbulnya korupsi. Ketentuan itu diatur dalam UU No. 31/1999 juncto UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “Gratifikasi yang melibatkan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya dikategorikan sebagai delik suap dan diancam dengan sanksi pidana penjara seumur hidup,” tegas Menteri mengingatkan.
Acara penandatananganan pernyataan komitmen pencegahan Tipikor ini dilanjutkan dengan videoconferencedengan beberapa instansi dalam koordinasi Kementerian PANRB, antara lain Badan Kepegawaian Negara (BKN). (ags/HUMAS MENPANRB)
Boks 1
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) merupakan indeks gabungan dari 13 data korupsi terkait pelayanan di sektor publik yang dihasilkan oleh berbagai lembaga independen yang kredibel untuk mengukur persepsi korupsi secara global.
Skor IPK Indonesia
Tahun
|
Skor (skala 0 – 100)
|
2010
|
28 |
2011
|
32 |
2012
|
32 |
2013
|
35 (Urutan 114 dari 177 Negara yang Diukur) |
2014
|
(Baru Akan Diluncurkan 3 Desember 2014) |
Temuan Global Corruption Barometer (GCB) 2013
.
|
Dari 12 lembaga publik yang dinilai, parlemen menduduki peringkat kedua terkorup setelah kepolisian. Sedangkan partai politik berada di peringkat ke-4 terkorup. |
.
|
Pemerintah belum optimal dalam mendorong program strategi nasional pencegahan dan pemberantasan korupsi (Stranas PPK). |
.
|
Stranas PPK belum menyentuh sektor politik dan sektor-sektor strategis lainnya, seperti peradilan dan lembaga pelayanan publik |
.
|
Lemahnya koordinasi antar lembaga pemerintah mengakibatkan praktik korupsi dan suap masih tinggi di lembaga-lembaga publik. |
.
|
GCB 2013 menyebutkan, 1 dari 3 orang yang berinteraksi dengan penyedia layanan publik di Indonesia masih melakukan praktek suap dengan berbagai alasan. |
.
|
Maraknya praktik korupsi dan suap di lembaga publik mengancam Sistem Integritas Nasional (SIN). |
Boks 2
Penerimaan yang tidak termasuk gratifikasi
1
|
Hadiah langsung/door prize/undian, diskon/rabat, voucher, point reward, cinderamata/souvenir yang berlaku secara umum dan tidak terkait dengankedinasan. |
2
|
Penerimaan dari hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus atau dalam garis keturunan ke samping, sepanjang tidak mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi. |
3
|
Penerimaan dari hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus atau dalam garis keturunan ke samping, sepanjang tidak mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi. |
4
|
Penerimaan dari pihak yang mempunyai hubungan keluarga terkait dengan hadiah perkawinan, khitanan anak, ulang tahun, kegiatan keagamaan/adat dan tradisi, dan bukan dari pihak-pihak yang mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi. |
5 | Penerimaan terkait dengan musibah atau bencana, dan bukan dari pihak-pihak yang mempunyai konflik kepentingan dengan penerima gratifikasi. |
6
|
Penerimaan yang diperoleh dari kegiatan resmi kedinasan, seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan lain sejenis yang berlaku secara umum, berupa honorarium pembicara dan penerima biaya perjalanan dinas oleh pihak penyelenggara kegiatan, seminar kits, sertifikat dan plakat/cinderamata. |
7
|
Penerimaan secara resmi kedinasan dalam bentuk hidangan/sajian/jamuan berupa makanan dan minuman yang berlaku umum. |
8
|
Penerimaan lainnya yang tidak berpotensi konflik kepentingan. |