Sekretaris Kementerian PANRB Rini Widyantini dalam acara Kelulusan (Graduation Ceremony) Pelatihan Kepemimpinan Inklusif dan Transformatif di Jakarta, Selasa (16/08).
JAKARTA – Sepuluh pegawai Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah lulus dalam Pelatihan Kepemimpinan Inklusif dan Transformatif (KIT). Pelatihan tersebut merupakan program kerja sama dengan Program Kemitraan Indonesia Australia untuk Perekonomian atau Prospera. Mereka diharapkan bisa membawa dampak positif untuk mengedepankan kesetaraan gender dalam konteks kepemimpinan, termasuk peran perempuan dalam pembangunan nasional.
Pesan tersebut disampaikan Sekretaris Kementerian PANRB Rini Widyantini dalam acara Kelulusan (Graduation Ceremony) Pelatihan Kepemimpinan Inklusif dan Transformatif di Jakarta, Selasa (16/08). "Kami meyakini bahwa Pelatihan KIT ini memberikan dampak positif bagi pembangunan leadership ecosystem yang lebih inklusif dan lebih mengedepankan kesetaraan gender, termasuk dalam hal representasi kepemimpinan perempuan di Jabatan Pimpinan Tinggi yang strategis," jelas Rini.
Rini menegaskan, responsif gender merupakan bagian yang tak terpisahkan dari bingkai pembangunan nasional, yakni meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Dukungan eksistensi perempuan ini memiliki harapan agar perempuan bukan lagi sekedar objek atau penonton, tetapi memiliki kesempatan dan dukungan untuk menjadi aktor dalam pembangunan nasional.
Penelitian yang dilakukan Prospera memberikan pemahaman tentang tantangan bagi perempuan dalam konteks birokrasi untuk mengembangkan kariernya. Berbagai bentuk penghalang yang dihadapi oleh perempuan di sektor publik adalah stereotip gender di masyarakat, gender bias in leadership, persoalan domestik atau keluarga, sistem kerja yang tidak fleksibel, dan gendered jobs.
"Sebagai seorang pemimpin perempuan di Kementerian PANRB, yang memiliki tanggung jawab dalam kebijakan di bidang manajemen SDM ASN, fakta-fakta tersebut sungguh menarik dan menantang, serta sangat relate dengan apa yang saya alami secara personal," ungkap Rini.
Rini memaparkan langkah strategis untuk menciptakan ekosistem responsif gender dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam menduduki posisi strategis. Pertama, instansi pemerintahan harus memiliki komitmen yang tinggi untuk mengimplementasikan sistem merit di seluruh level birokrasi.
"Kedua, untuk mengeliminasi diskriminasi gender dan menumbuhkan keadilan pada hak-hak semua pegawai, kita perlu mempromosikan kesetaraan gender melalui aspek kepemimpinan dan budaya, pendidikan, pelatihan, dan pengembangan karier," jelas Rini. Langkah ketiga adalah penerapan flexible working arrangement yang dinilai bisa mendorong budaya kerja inklusif.
Sementara langkah terakhir adalah monitoring atau pemantauan dan evaluasi penerapan sistem merit pada seluruh instansi pemerintah. Monitoring ini memberikan kesempatan yang lebih adil bagi perempuan untuk memiliki peran kunci dalam birokrasi.
Bagi Rini, inklusifitas dalam pengambilan keputusan akan menghasilkan kebijakan yang lebih baik bagi masyarakat. Perlu dipahami, reformasi mendasar dengan hadirnya UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara adalah penerapan sistem merit dalam manajemen ASN. "Yang berarti kebijakan dan manajemen ASN dijalankan berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan," tutur Rini.
Rini menyampaikan terima kasih kepada Prospera dan Pemerintah Australia serta Queensland University of Technology yang telah menyelenggarakan Pelatihan Kepemimpinan Inklusif dan Transformatif pada bulan Januari hingga April 2022 lalu. Pelatihan tersebut telah dilakukan secara online pada Januari hingga April 2022, yang terdiri dari 6 angkatan dengan total 116 peserta dari 11 mitra kementerian/lembaga. (don/HUMAS MENPANRB)