Pin It

Lopes da CruzGubernur Timor Timur (1975-1982) Lopez da Cruz ternyata masih gagah, dan tampak lebih mudah dari usianya yang telah 72 tahun. Mantan Dubes di era Presiden Soeharto, Habibie, Megawati, serta era Susilo Bambang Yudhoyono ini masih lancar menuturkan pemikiran serta memorinya kepada Kepala Biro Hukum dan Humas Kemnterian PANRB, M. Imanuddin yang secara tidak sengaja duduk bersebelahan di pesawat dalam perjalanan dari Yogyakarta ke Jakarta, Sabtu (06/07). 

Anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA)  periode 1983-1988, tetap merupakan sosok sederhana yang patut dijadikan teladan bagi bangsa Indonesia.  Dubes Keliling Era Presiden Soeharto dan Era Presiden Habibie, Dubes Rumania Era Presiden Megawati, dan Dubes Portugal Era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini,   selama 55 menit, bercerita tentang  karir dan pribadinya. Atas izin yang bersangkutan, obrolan tersebut diturunkan dalam tulisan berikut ini.

Apa kegiatan Anda sekarang?

Saya sekarang menjadi orang yang sangat biasa, hidup sebagai pensiunan, tinggal bersama keluarga di rumah pemberian Kementerian Dalam Negeri di kawasan dekat pemakaman Tanah Kusir Jakarta Selatan. Saya mendapat pensiun sebagai pejabat negara, tapi sebenarnya saya juga adalah pensiunan PNS di Kementerian Dalam Negeri. Namun sampai saat ini saya belum menikmati pensiun PNS saya sebagai golongan IV. Mungkin kantor anda bisa membantu saya.

Bukankah Anda bisa tinggal di Pondok Indah, sebagai mantan pejabat tinggi?

Iya, saya pernah ditawari oleh beberapa pengusaha untuk mendapat rumah di Pondok Indah ketika masih aktif di pemerintahan.  Tetapi ketika saya tahu bahwa pemberian itu ada “sesuatunya” di balik itu, saya tolak, karena tugas saya mengabdi kepada negara, tidak lebih dari itu. Pengabdian itu jangan dinodai dengan pamrih.

Koq Anda sangat menghormati nilai moral?

Memang nilai moral itu yang saya pegang sejak saya muda. Saya sekolah di Seminari, kemudian masuk Seminari Tinggi dengan mangambil jurusan Filsafat Agama di Macao,  dan masuk Akademi Militer di Mozambiq ketika masa penjajahan Portugis. Pendidikan dan pengalaman hidup saya telah menuntun moralitas saya. Itulah mengapa anak buah saya, seperti Xanana Gusmao (Perdana Timor Leste sekarang), Matan Ruak (Presiden Timor Leste), sampai saat ini masih respek kepada saya. Nilai ini juga saya terapkan kepada staf saya ketika menjadi Duta Besar. Saya tidak mau memboroskan uang Negara. Ketika memang uang itu tidak digunakan, lebih baik dikembalikan kepada negara. Pernah staf saya bilang, nanti bisa dicarikan kuitansinya, biar untuk kesejahteraan para pegawai. Saya bilang kalian sudah sejahtera, lihatlah bangsa kita masih banyak yang miskin, apa kalian tega? 

Menurut Anda, Indonesia ke depan seperti apa?

Saya mengharapkan Indonesia menjadi negara besar yang disegani dunia. Usaha ke arah itu sudah ada. Cuma saya masih melihat, kita ini negara besar, tapi hatinya kecil. Belum bangga dengan negerinya sendiri, jati dirinya tidak kelihatan. Saya ingin negara kita menjadi negara besar dengan hati yang besar.

Bagaimana dengan sistem pemerintahan kita?

Saya berpendapat, Indonesia dengan wilayah yang luas dan keanekaragaman suku bangsa dan budaya, perlu dipertimbangkan bentuk negara federal, dengan provinsi menjadi negara bagian. Mungkin anda merasa khawatir dengan disintegrasi. Menurut saya itu tidak akan dilakukan oleh provinsi. Karena wilayah  Republik Indonesia dibangun dengan proklamasi, beda dengan Timtim dulu yang hanya dibangun dengan integrasi.

Bagaimana dengan Timor Leste sekarang?

Timor Leste sekarang mengalami masa yang sulit. Walaupun negeri itu mempunyai pendapatan 500 juta US dolar (Rp. 5 Trilyun) per bulan dari minyak dengan penduduk 1,2 juta orang, tapi pemerintahannya masih korup. Uang itu tidak mengalir kepada rakyat, walaupun kesehatan dan pendidikan di sana sekarang gratis. Mungkin minyak Timor Leste hanya bertahan sampai 30 tahun. Setelah itu tidak tahu bagaimana.

Anda bertahan sebagai WNI, teman-teman anda pulang kembali membangun Timor Leste?

Itu pilihan politik saya.  Dalam berpolitik harus jelas, kita memilih dengan segala konsekuensinya. Jangan lupa, di sini masih ada sekitar 200.000 orang ex-Timtim yang tetap bertahan sebagai WNI. Kewajiban moral saya melindungi mereka. Disamping itu,  pengabdian saya diperlukan oleh Republik ini.

Apa yang Anda inginkan sekarang?

Saya sudah memberikan makna dalam hidup, saya sudah jalankan sebagai mahluk Tuhan, berguna bagi sesama dan berbhakti kepada negara. Buat saya, mati hari ini atau esok adalah sama saja. Kita ini hidup sekali, berati, lalu mati.***