Pin It
jurnalisrb
Tak kenal maka tak sayang. Tak kenal reformasi birokrasi, maka  jurnalis pun tak akan menulis berita mengenai apa dan bagaimana reformasi birokrasi, yang sebenarnya tengah berlangsung di Republik Indonesia ini. Kementerian PANRB berupaya mendekatkan mendekatkan kebijakan pemerintah yang sangat penting ini kepada jurnalis di 3 kota.
 
Lain halnya  dengan kasus-kasus korupsi, kecelakaan, pembunuhan, perkosaan, sensasi, politik, yang selalu menjadi bahan tulisan yang menarik media massa. Namun materi tentang reformasi birokrasi dalam format yang utuh, akan sulit menjadi berita yang menarik. Reformasi birokrasi bisa dilihat kalau pelayanan publiknya bisa dirasakan oleh masyarakat, kalau itu tidak bisa dirasakan tidak kelihatan.
 
Media massa cenderung memilih untuk menulis penggalan-penggalan di ujungnya saja. Birokrat  korup, PNS malas, PNS selingkuh, narkoba, pelayanan publik yang berbelit merupakan berita-berita yang disenangi jurnalis. Berita-berita seperti itu memang sangat bersentuhan langsung dengan keseharian masyarakat. Pers hadir sebagai kontrol sosial.
 
Tidaklah mudah mengajak jurnalis untuk menulis cerita mengenai tahapan-tahapan, langkah-langkah, ataupun aturan-aturan yang harus dilakukan dalam reformasi birokrasi di sebuah instansi pemerintah.
 
Menyiasati hal itu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mencoba memperkenalkan kebijakan pemerintah ini kepada kalangan jurnalis dari berbagai media. Tahun ini diselenggarakan di tiga kota, yakni Yogyakarta, Makassar, dan Medan.
 
Dengan pelatihan, atau  lebih tepatnya orientasi jurnalis ini diharapkan para jurnalis memiliki pemahaman yang mendalam lebih tentang reformasi birokrasi. Selanjutnya, mereka lebih intensif dalam menjalankan fungsinya social control, yang dari sisi lain sekaligus bisa menjadi agen of change dan pressure group bersama-sama kekuatan lain untuk terus mengkritisi kinerja pemerintah atau birokrasi.  “Tanpa kontrol, atau kritik dari luar, birokrasi sulit berubah,” ujar  Wakil Menteri PANRB Eko Prasojo dalam putaran pertama orientasi Jurnalis di Yogyakarta.
 
Menurut  Wamen, peran pers untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat sangat diperlukan. Demikian juga pengawasan terhadap jalannya reformasi birokrasi, sehingga isu reformasi birokrasi yang selama ini dianggap kurang menarik, bisa tampak lebih seksi di mata media.  “Di sinilah pentingnya memberikan gambaran utuh mengenai reformasi birokrasi, agar bisa menjadi acuan jurnalis ketika akan mengritisi reformasi birokrasi,” tambahnya.
 
Sinergi antara pemerintah dengan pers, termasuk LSM, akademisi, serta elemen masyarakat lain menjadi koalisi besar (grand coalition) dalam mendorong  keberhasilan reformasi birokrasi. Pasalnya, ancaman yang bisa menghambat reformasi birokrasi, justeru banyak datang dari dalam, yakni resistensi yang sangat kuat.
 
Koalisi besar itu, menurut Eko Prasojo, semakin diperlukan karena pimpinan yang akan datang belum tentu memiliki komitmen terhadap perubahan birokrasi.
 
Guru Besar FISIP UI ini menambahkan, isu yang juga penting untuk terus dikawal dan diawasi adalah pelaksanaan seleksi CPNS. Hajatan nasional ini melibatkan banyak pihak, memakan waktu dan energy yang cukup panjang, mulai dari penetapan jumlah formasi, penyusunan, pencetakan, dan distribusi soal, pelaksanaan tes CPNS itu sendiri, pengolahan lembar jawaban,  sampai pada penetapan nomor induk pegawai (NIP). “Ini perlu pengawalan dari ekstra dari masyarakat, terutama pers dan NGO, sehingga hajatan ini  tidak ternodai,” ujarnya.
 
Sampai sekarang image bahwa penerimaan CPNS bisa dengan uang belum bisa sepenuhnya dihilangkan, karena banyak sekali yang ikut main di dalamnya terutama para mafia, atau calo-calo. Di sisi lain, seleksi CPNS tahun 2013 ini merupakan pertaruhan pemerintah, kalau gagal kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan hilang.
 
Salah satu komisioner Ombudsman Republik Indonesia Kartini Istikomah menuturkan bahwa  forum ini sangat membantu kerja Ombudsman. “Banyak isu di media yang  bisa kami ditindaklanjuti,” ujarnya.  (swd)