Pin It

20191112 Practitioners Panel Bureaucracy 4.0 4

Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak saat menjadi pembicara dalam Annual Conference of the IAPA 2019 di Kab. Badung, Bali, Selasa (12/11).

 

BADUNG – Kemajuan reformasi birokrasi di Indonesia kian tampak setiap tahunnya, salah satu faktor yang mendorong percepatan ini adalah teknologi informasi. Teknologi informasi memungkinkan adanya transparansi tata kelola pemerintahan serta komunikasi antara pemerintah dan masyarakat. Publik bisa memanfaatkan teknologi untuk memantau dan mengawasi kinerja pemerintah.

Optimisme tentang pemerintahan yang transparan muncul dari seorang birokrat muda yaitu Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Elestianto Dardak. Baginya, situasi tersebut menciptakan iklim reformasi birokrasi yang mendorong adanya inovasi dalam tata kelola pemerintahan. “Iklim untuk reformasi birokrasi sangat baik karena adanya pengembangan teknologi informasi memungkinkan masyarakat bisa memantau apa yang kita kerjakan,” ujar Emil saat menghadiri Annual Conference of the IAPA 2019 di Kab. Badung, Bali, Selasa (12/11).

Berkat teknologi informasi pula, pemerintah dapat menjangkau masyarakat dengan cara yang lebih efisien. Sebagai pihak yang dekat dengan masyarakat, DPRD dan pemerintah daerah turut dilibatkan. Menurut Emil, pemerintah akan mendapat masukan secara lebih intensif dari masyarakat, sehingga banyak dorongan untuk terus berinovasi. “Tentu setiap usulan harus kita komunikasikan dengan DPRD dan pemerintah daerah karena keduanya berdekatan dengan keseharian masyarakat,” ungkap Emil.

 

WhatsApp Image 2019 11 13 at 13.40.34

 

Fenomena ini bisa dianggap sebagai tantangan, namun di sisi lain menjadi pemantik semangat karena apa yang dilakukan para pejabat publik diketahui oleh masyarakat dan semakin meningkatkan partisipasi publik. Pemerintah dapat menjangkau masyarakat dengan cara yang lebih efisien karena sosialisasi dan integrasi pendapat publik dalam pembuatan kebijakan kian baik. Partisipasi publik dan kemudahan menjangkau masyarakat menciptakan iklim yang kondusif untuk berinovasi.

Setidaknya, ada dua tantangan yang dihadapi pemerintah dalam penguatan reformasi birokrasi. Pertama, adanya mispersepsi publik bahwa terobosan merupakan pengelolaan keuangan yang tidak baik. Kedua, efektivitas penganggaran yang kadangkala tidak selalu sejalan dengan kondisi prosedural. Emil memberi contoh, sebuah penganggaran konstruksi jalan di wilayah A telah dilakukan, namun secara sosial dan teknis ternyata di daerah B memiliki urgensi lebih tinggi setelah melihat situasi lapangan. Pemerintah tidak bisa serta-merta mengubah anggaran karena penganggaran dilakukan secara tahunan.

Masyarakat diharapkan bersedia terlibat dalam reformasi birokrasi dan mulai menyadari pentingnya fleksibilitas penganggaran supaya pemerintah lebih sigap dalam mengatasi permasalahan di masyarakat. “Publik harus tahu, bersuara, dan menjadi bagian dari proses demokrasi,” tegasnya.

 

WhatsApp Image 2019 11 13 at 13.40.34

 

Emil menjadi pembicara dalam Annual Conference of the IAPA 2019 di sesi Practitioners Panel Bureaucracy 4.0 untuk memaparkan secara singkat kondisi serta rencana pengembangan birokrasi di Provinsi Jawa Timur. Ia mengakui bahwa konferensi tahunan ini diperlukan untuk membuka cakrawala dan belajar apa saja yang dilakukan negara lain. Produk yang dihasilkan adalah referensi-referensi bagi para pelaku sektor kebijakan publik untuk menyusun kebijakan.

Dalam sesi tersebut turut hadir sebagai pembicara Deputi bidang Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini, Staf Ahli Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bidang Kebijakan Digital Dedy Permadi, serta Kepala Bappeda Kota Denpasar I Putu Wisnu Wijaya Kusuma. (clr/HUMAS MENPANRB)