JAKARTA – Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) meminta pemerintah agar agar segera merealiasasikan Perpres tentang Ganti Rugi yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik. Namun hal itu harus dikaji lebih mendalam, karena terkait dengan kemampuan keuangan Negara.
Saat ini, Kementerian PANRB tengah membicarakan lebih lanjut dengan pihak Dirjen Anggaran, dengan harapan implementasi Perpres tersebut kelak tidak menganggu kemampuan keuangan negara. ”Hal ini memerlukan kajian terkait tata cara mengganti rugi, dan kemampuan bayar negara untuk ganti rugi dimaksud,” ujar Wakil Menteri PANRB Eko Prasodjo saat menerima rombongan Masyarakat Peduli Pelayanan Publik (MP3) yang dipimpin oleh Hendri, di ruang Wamen PANRB, Selasa (22/1).
MP3 terdiri dari perwakilan 8 (delapan) daerah, yaitu Sulawesi Selatan (Bantaeng dan Gowa), Sulawesi Tenggara (Bau-bau dan Buton), Nusa Tenggara Tenggara Timur (Kupang dan Sumba Timur), dan Bali (Lombok Tengah dan Bima). Kehadiran mereka sekaligus menyerahkan rekomendasi Evaluasi Akhir Tahun Implementasi UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik serta Dokumen yang berisikan Inisiasi terkait Pelayanan Publik yang sudah dilakukan di daerah.
Menurut Hendri, mandat UU tentang Pelayanan Publik belum optimal diimplementasikan oleh para penyelenggara pelayanan, baik jajaran pemerintah maupun swasta.
Turut hadir perwakilan dari Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) yang menyatakan bahwa masih banyak penyelenggara pelayanan publik yang belum berpihak kepada kaum disabilitas. “Bank BRI tidak mengizinkan kaum tuna netra membuka ATM. Layanan kesehatan juga banyak yang susah diakses oleh rekan-rekan tunanetra,” demikian dituturkan oleh Mahretta, Humas DPP Pertuni.
Lebih lanjut Mahretta meminta agar kedepan rekruitmen CPNS lebih memperhatikan aspirasi kaum tuna netra. “Usia sekolah kaum tuna netra tidak seperti usia sekolah normal. Karena itu kami minta agar batas maksimum usia penerimaan CPNS 38 – 39 tahun,” tambahnya. (has/HUMAS MENPANRB)