Deputi Bidang Pelayanan Publik Diah Natalisa menjadi pembicara dalam acara Simposium Nasional IV Asosiasi Negara (AsIAN) Indonesia di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (5/8). (Foto : dkh/HUMAS MENPANRB)
SEMARANG – Rendahnya kepatuhan atau implementasi Standar Pelayanan (SP) mengakibatkan terjadinya berbagai jenis mal administrasi oleh perilaku aparatur secara sistematis terjadi di instansi pelayanan publik. Kualitas pelayanan publik yang rendah juga mengakibatkan ekonomi biaya tinggi karena hambatan pertumbuhan investasi.
Deputi Bidang Pelayanan Publik Diah Natalisa mengatakan, untuk itu dibutuhkan mekanisme penanganan pengaduan pelayanan publik yang terintegrasi. “Diharapkan tahun 2017 seluruh penyelenggara pelayanan publik pada kementerian, lembaga dan pemerintah daerah (K/L dan pemda) telah memiliki sistem penanganan pengaduan yang efektif dan terintegrasi dalam sistem LAPOR!
“Secara makro, tindakan seperti ketidakjelasan prosedur, ketidakpastian jangka waktu layanan, pungli, korupsi, ketidakpastian layanan perijinan investasi, dan kesewenang-wenangan mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan publik,” kata Deputi Bidang Pelayanan Publik Diah Natalisa dalam acara Simposium Nasional IV Asosiasi Negara (AsIAN) Indonesia di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (5/8).
Diah mengatakan, kualitas pelayanan publik yang rendah juga mengakibatkan ekonomi biaya tinggi karena hambatan pertumbuhan investasi. Selain itu, pencapaian target RPJPN, RPJMN, dan RKP sektor pelayanan publik barang, jasa dan administasi bakal terhambat.
Buntutnya, lanjut Diah, kepercayaan publik terhadap aparatur dan pemerintah menurun sehingga berpotensi mengarah pada apatisme publik. “Hipotesanya, jika kepatuhan aparaturnya rendah maka mal adminstrasi tinggi, sehingga mengakibatkan kualitas pelayanan publik rendah dan publik akan kecewa,” kata Diah.
Berdasarkan hasil survey Tempo tahun 2013 tercatat hanya 24% publik yang setuju bahwa perizinan sudah mudah/sederhana, 38% publik setuju bahwa proses penyelenggaraan layanan publik sudah menggunakan teknologi informasi dengan baik, Hanya 9% publik yang setuju jika SDM aparatur negara sudah professional.
Karena itu, menurut Diah, dibutuhkan mekanisme penanganan pengaduan bagi pelayanan publik yang lebih baik. Tujuan akhirnya yaitu mewujudkan layanan publik di Indonesia yang berkualitas dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat. “Mekanisme penanganan pengaduan yang terintegrasi secara nasioal diperlukan untuk membangun kesatuan pengelolaan agar efektif, efisien dan mudah bagi masyarakat maupun bagi penyelenggara negara,” katanya.
Sistem Penanganan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) yang dibentuk berdasarkan Perpres 76/2013 dan Permenpan-RB No.24/2014 bertujuan agar penyelenggara pelayanan publik dapat mengelola pengaduan dari masyarakat secara sederhana, cepat, tepat, tuntas, terkoordinasi dengan baik. Pembentukan SP4N juga bertujuan agar penyelenggara memberikan akses untuk partisipasi masyarakat dalam menyampaikan pengaduan dan tentu saja meningkatkan pelayanan publik.
Selain itu, ada pula LAPOR! (layanan aspirasi dan pengaduan online rakyat) yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri PANRB No.3 Tahun 2015, merupakan layanan penyampaian semua aspirasi dan pengaduan masyarakat secara online yang dikelola oleh Kantor Staf Kepresidenan. “Diharapkan tahun 2017 seluruh penyelenggara pelayanan publik pada K/L/D telah memiliki sistem penanganan pengaduan yang efektif dan terintegrasi dalam sistem LAPOR!” tandas Diah. (ns/HUMAS MENPANRB)