Pin It

jumpapers

JAKARTA – Panitia Seleksi Nasional (Panselnas) CPNS 2013 mengharapkan pemda segera mengumumkan hasil tes CPNS di instansinya, dan selanjutnya dilakukan pemberkasan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).  Panselnas juga terus melakukan komunikasi kepada pemda, agar seleksi CPNS ini benar-benar member manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat dan Negara.

Ketua Pelaksana Panselnas CPNS Eko Soetrisno yang juga Kepala BKN mengatakan, kalau terjadi keterlambatan pemberkasan, maka yang dirugikan adalah masyarakat. “Pemberkasan hingga akhir Februari 2014,” ujar Eko dalam jumpa pers di Kementerian PANRB, Selasa (07/01).

Eko Soetrisno yang didampingi Deputi SDM Aparatur Kemenetrian PANRB Setiawan Wangsaatamdja dan Karo Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik (KIP) Kementerian PANRB  Herman Suryatman, menambahkan, dari 65 ribu formasi CPNS 2013 yang terisi sebanyak 58.796, dan 6.204 diantarnya tidak terisi. Tidak terisinya formasi tersebut umumnya akibat peserta tidak lulus passing grade, ada juga yang tidak ada pelamarnya.

Setiawan menambahkan, dari hasil pengolahan lembar jawaban komputer (LJK) ada sekitar 10 persen yang tidak valid. Ada lima penyebab LJK tidak valid, yakni kelengkapan isian, nomor peserta tidak ada dalam biodata, nomor peserta ganda, atau sama dengan peserta lain, kode soal salah, dan peserta ikut lebih dari satu instansi. “Dengan prinsip zero tolerans, Panselnas tidak mengoreksi LJK yang tidak valid tersebut,” ujarnya.

Menjawab pertanyaan wartawan, Kepala BKN juga menegaskan bahwa pengumuman hasil tes bagi tenaga honorer kategori II diharapkan bisa sesuai jadwal, yakni minggu keempat Januari 2014 ini.

Diungkapkan, tenaga honorer K2 yang mengikuti tes sebanyak 649.284 orang, yang tersebar di 37 kementerian/lembaga sebanyak 86.644 orang, dan dan 510 pemda dengan peserta sebanyak 562.640 orang. Dari jumlah itu, 77 persen diantarnya berpendidikan maksimal SLTA.

Ditambahkan, bagian terbesar honorer K-2 adalah tenaga teknis/administrative yakni 54 persen, sedangkan sebagai tenaga pendidik 42 persen, dan tenaga penyuluh atau kesehatan sebanyak 4 persen. Pada bulan Januari 2005, usia  tenaga honorer tersebut umumnya di bawah 35 tahun.

Salah satu PR yang harus dipikirkan bersama, khususnya antara pemda dan pemerintah pusat adalah penyelesaian tenaga honorer K-2 yang tidak lulus seleksi CPNS. Mereka tidak serta merta bisa diakomodir menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) seperti diatur dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN).

Pasalnya, PPPK merupakan pegawai yang benar-benar dibutuhkan oleh organisasi, melalui pengusulan, dan seleksinya seperti dalam rekrutmen CPNS. “Jadi harus melalui analisis jabatan, analisis beban kerja. Jadi keduanya merupakan hal yang berbeda,” ujar Setiawan.

Eko Soetrisno menambahkan, dalam menyelesaiian tenaga honorer K-2 tidak semata-mata menyangkut status, tetapi lebih penting adalah pendekatan kesejahteraan. Hal ini sejalan dengan sistem jaminan sosial nasional, yang menetapkan setiap badan publik yang mempekerjakan pegawai harus menjamin kesejahteraannya. “Ini merupakan PR bersama pemerintah pusat dan pemda,” tambahnya. (ags/HUMAS MENPANRB)