JAKARTA - Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 413 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014, pemerintah memandang perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI).
Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 20 Februari 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.
Dalam Perpres itu disebutkan, Sekretariat Jenderal DPD RI, yang selanjutnya disebut Sekretariat Jenderal merupakan Instansi Pemerintah yang dalam menjalankan wewenang dan tugasnya bertanggung jawab kepada Pimpinan DPD RI. Sekretariat Jenderal ini dipimpin oleh Sekretaris Jenderal.
“Sekretariat Jenderal mempunyai tugas menyelenggarakan dukungan administrasi dan keahlian terhadap kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia,” bunyi Pasal 3 Perpres tersebut.
Menurut Perpres ini, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Sekretariat Jenderal menyelenggarakan fungsi: a.perumusan dan evaluasi rencana strategis Sekretariat Jenderal; b. koordinasi dan pembinaan pelaksanaan tugas unit organisasi Sekretariat Jenderal; c.perumusan kebijakan dan pelaksanaan dukungan persidangan kepada DPD RI; d.perumusan kebijakan dan pelaksanaan dukungan administrasi kepada DPD RI; e. pelaksanaan dukungan administratif dan keahlian kepada DPD RI di daerah pemilihan; f. perumusan kebijakan dan pelaksanaan pengawasan internal Sekretariat Jenderal; g. pelaporan pelaksanaan tugas dan fungsi kepada Pimpinan DPD RI; dan h.pelaksanaan fungsi lain yang ditugaskan oleh DPD RI.
Organisasi Sekretariat Jenderal, menurut Perpres ini, terdiri atas: a.Deputi Bidang Administrasi; dan b. Deputi Bidang Persidangan. Masing-masing kedeputian dipimpin oleh Deputi, dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal.
Deputi Bidang Administrasi, menurut Perpres ini, terdiri atas paling banyak 6 (enam) Biro. Biro sebagaimana dimaksud terdiri atas paling banyak 4 (empat) Bagian. Dan Bagian sebagaimana dimaksud terdiri atas paling banyak 3 (tiga) Subbagian.
Sedangkan Deputi Bidang Persidangan, menurut Perpres ini, terdiri atas paling banyak 5 (lima) Biro dan/atau Pusat. Biro sebagaimana dimaksud terdiri atas Bagian sesuai dengan kebutuhan berdasarkan jumlah alat kelengkapan dan/atau jumlah Pimpinan DPD RI. Dan Bagian sebagaimana dimaksud terdiri atas paling banyak 3 (tiga) Subbagian.
Adapun Pusat terdiri atas paling banyak 4 (empat) Bidang dan Subbagian Tata Usaha. Bidang sebagaimana dimaksud terdiri atas paling banyak 3 (tiga) Subbidang dan/atau kelompok jabatan fungsional.
Perpres ini juga menegaskan, untuk melaksanakan pengawasan intern, di lingkungan Sekretariat Jenderal dibentuk Inspektorat, yang merupakan unsur pengawasan intern yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal, dan dipimpin oleh Inspektur.
“Inspektorat terdiri atas 1 (satu) Subbagian Tata Usaha, dan kelompok jabatan fungsional,” bunyi Pasal 19 Perpres ini.
Untuk memperlancar pelaksanaan tugas Pimpinan DPD RI, menurut Perpres ini, dapat diangkat Staf Khusus Pimpinan DPD RI, yang mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan kepada Pimpinan DPD RI, dan melaksanakan tugas tertentu sesuai penugasan Pimpinan DPD RI di luar tugas yang sudah dicakup dalam susunan organisasi Sekretariat Jenderal.
Staf Khusus sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini,dapat diangkat paling banyak 3 (tiga) orang untuk Ketua DPD RI dan paling banyak 2 (dua) orang Staf Khusus untuk masing-masing Wakil Ketua DPD RI.
“Staf Khusus Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud bertanggung jawab kepada Ketua atau Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sesuai dengan penugasannya,” bunyi Pasal 21 ayat (3) Perpres ini.
Pengangkatan Staf Khusus Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, menurut Perpres ini, ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris Jenderal. Sedangkan masa jabatan Staf Khusus paling lama sama dengan masa jabatan Ketua DPD RI atau Wakil Ketua DPD RI yang bersangkutan.
“Dalam hal berhenti, diberhentikan, atau telah berakhir masa baktinya, Staf Khusus Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tidak diberikan pensiun dan uang pesangon,” bunyi Pasal 25 ayat (2) Perpres ini.
Hak keuangan bagi Staf Khusus Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, menurut Perpres ini, diberikan paling banyak setingkat dengan jabatan Eselon I.b atau jabatan Pimpinan Tinggi Madya.
Adapun Sekretaris Jenderal merupakan jabatan struktural eselon I.a. atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya; Deputi merupakan jabatan struktural eselon I.b. atau Jabatan Pimpinan Tinggi Madya; Kepala Biro, Kepala Pusat, dan Inspektur merupakan jabatan struktural eselon II.a. atau Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama; Kepala Bagian dan Kepala Bidang merupakan jabatan struktural eselon III.a. atau Jabatan Administrator; dan Kepala Subbidang dan Kepala Subbagian merupakan jabatan struktural eselon IV.a. atau Jabatan Pengawas.
Perpres ini menegaskan,Sekretaris Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia.Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pejabat struktural dan pejabat fungsional di lingkungan Sekretariat Jenderal diangkat dan diberhentikan oleh Sekretaris Jenderal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Segala pendanaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Sekretariat Jenderal, menurut Perpres ini, dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Dalam Perpres ini ditegaskan, ketentuan lebih lanjut mengenai kedudukan, tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesiadiatur dengan Peraturan Sekretaris Jenderal setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Pasal 45 Perpres ini menyebutkan, pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2005 tentang Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerahaturan Presiden ini mulai berlaku, Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2005 tentang Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 46 Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 24 Februari 2017 itu. (arl/Humas MenPANRB/JDIH Kemkumham)