Pin It

20200219 Reform Corner ke 43 2

Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji saat membuka acara Reform Corner ke-43 di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Rabu (19/02).

 

JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) telah menyelesaikan arahan Presiden Joko Widodo terkait penyederhaan birokrasi. Dengan begitu, jabatan administrator (eselon III) dan pengawas (eselon IV) telah resmi dialihkan ke jabatan fungsional. Hal ini tentunya membutuhkan penyesuaian dalam pengelolaan manajemen kepegawaian.

“Dengan adanya sebagian besar pejabat fungsional, tentu memerlukan pengelolaan manajemen kepegawaian yang berbeda,” jelas Sekretaris Kementerian PANRB Dwi Wahyu Atmaji saat membuka acara Reform Corner ke-43 di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Rabu (19/02).

Atmaji menjelaskan bahwa pembinaan jabatan fungsional penting bagi Bagian Sumber Daya Manusia karena adanya perubahan proses pengelolaan organisasi dari basis struktural menjadi fungsional. Hal ini juga berpengaruh bagi kepemimpinan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama untuk dapat melakukan supervisi dan pembagian tugas langsung kepada individu.

Disamping manajemen kepegawaian yang harus kuat, para pejabat fungsional juga harus proaktif dalam memahami hak, kewajiban, serta peraturan yang berlaku. Dengan menjadi proaktif, maka pejabat fungsional lebih memahami dalam mengumpulkan angka kredit.

Lebih lanjut dijelaskan, persepsi bahwa jabatan fungsional itu merupakan jabatan mandiri dan dapat bekerja seenaknya harus diluruskan. “Kita harus memastikan bahwa yang dikerjakan oleh pejabat fungsional terkait dengan sasaran dari unit kerja organisasi masing-masing. Para pimpinan harus pastikan itu terkait dengan sasaran kerja,” lanjutnya.

 

20200219 Reform Corner ke 43 3

 

Dalam kesempatan Reform Corner ke-43 ini, salah satu topik yang dibahas adalah mengenai sosialisasi Jabatan Fungsional Analis Kebijakan oleh Kepala Pusat Pembinaan Analis Kebijakan Lembaga Administrasi Negara (LAN) Elly Fatimah. Topik analisis kebijakan diambil karena pada proses penyederhanaan birokrasi di Kementerian PANRB, sebanyak 84 orang beralih fungsi menjadi analis kebijakan, menambah 33 orang analis kebijakan yang telah ada sebelumnya.

Elly menjelaskan bahwa analis kebijakan memiliki ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan kajian dan analisis kebijakan dalam lingkungan instansi pusat dan daerah. Secara singkat, fungsi dari analis kebijakan adalah untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pembuat kebijakan dalam membuat kebijakan. Informasi mengenai kebijakan tersebut meliputi masalah kebijakan, masa depan kebijakan, hasil kebijakan, serta kinerja kebijakan yang kemudian dianalisis untuk menghasilkan rekomendasi dan saran kebijakan.

Dasar hukum terkait analis kebijakan diatur dalam Peraturan Menteri PANRB No. 45/2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya. Peraturan ini kemudian diturunkan dalam Peraturan Bersama Kepala LAN dan Kepala BKN No. 16/2014 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Menteri PANRB No. 45/2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan dan Angka Kreditnya.

Elly memaparkan bahwa berdasarkan data milik LAN per 21 Januari 2020, jumlah analisis kebijakan di seluruh Indonesia berjumlah 603 orang yang tersebar di berbagai kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Jumlah ini terdiri atas Analis Kebijakan Ahli Pertama sebanyak 233 orang, Analis Kebijakan Ahli Muda 71 orang, Analis Kebijakan Ahli Madya 88 orang, dan sebanyak 8 orang Analis Kebijakan Ahli Utama.

 

20200219 Reform Corner ke 43 10

 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bappenas pada tahun 2015, Elly mengatakan bahwa tantangan dari kebijakan di Indonesia adalah kurang didukung dengan adanya kajian serta penelitian. Hal ini menyebabkan adanya kebijakan yang tumpang tindih, kebijakan yang potensi menimbulkan konflik, hingga kebijakan yang hanya memilliki orientasi jangka pendek.

“Oleh karena itu, kebijakan yang berbasis bukti itu kurang. Sehingga kondisi kebijakan menjadi inkonsisten, multitafsir, bahkan tidak operasional,” lanjut Elly.

Hal ini menyebabkan efektivitas kebijakan pemerintah dipertanyakan sehingga perlu ditinjau ulang kembali. Sehingga analis kebijakan berperan untuk dapat menyiapkan data dan informasi dalam bentuk kajian untuk perumusan kebijakan. Hal ini juga dilakukan sejalan dengan kewajiban dari analisis kebijakan untuk dapat berkontribusi terhadap target kinerja dari masing-masing unit kerjanya.

Dengan adanya Reform Corner ini, Elly mengapresiasi Kementerian PANRB dengan adanya sosialisasi mengenai jabatan fungsional analis kebijakan. “Ini forum yang menurut kami sangat bagus, karena disini kita dapat menyempurnakan banyak hal terkait dengan pembinaan fungsional analis kebijakan,” pungkasnya. (ald/HUMAS MENPANRB)