JAKARTA – RUU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP) yang mengamanatkan pembentukan Inspektorat Nasional, juga akan membuka jabatan fungsional baru pengawas internal pemerintah sebagai posisi yang lebih professional dan berintegritas.
Dalam RUU yang terdiri dari 8 bab dan 66 pasal ini, bab III dalam pasal 33 sampai 44 mengatur mengenai pengawas internal pemerintah, mulai dari perekrutan dan penetapan, sampai perlunya dibentuk asosiasi profesi. Dalam pasal 33 disebutkan bahwa Inspektorat Nasional berwenang menetapkan pejabat fungsional pengawas internal.
Syaratnya, pejabat fungsional tersebut harus berasal dari pegawai negeri pada instansi pemerintah, melalui proses perekrutan calon dan uji kompetensi. Perekrutan pengawas internal, seperti diatur dalam pasal 34, dilakukan melalui pengusulan oleh instansi pemerintah, dan/atau prakarsa Inspektorat Nasional.
Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tasdik Kinanto mengatakan harus punya kompetensi dalam mengawasi akuntabilitas keuangan negara, kepatuhan, dan kinerja instansi pemerintah. “Pengawas internal juga harus memiliki integritas moral dan kejujuran,” ujarnya saat memimpin Rakor Pembahasan Tindak Lanjut Uji Publik RUU tentang SPIP, di Kementerian PANRB, Rabu (19/06).
Syarat lain, pengawas internal pemerintah harus berpendidikan paling rendah D III atau sederajat, tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin pegawai tingkat sedang dan berat, dan/atau hukuman pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Dari segi umur, paling tinggi 50 tahun, dan perekrutan dilaksanakan berdasarkan formasi jabatan.
Untuk calon pengawas internal yang terpilih agar mengikuti uji kompetensi yang meliputi materi pengetahuan dan keterampilan keuangan negara, akuntansi dasar, dan auditing dasar. Penempatan di luar aparat pengawas internal pemerintah dapat dilakukan dalam rangka promosi jabatan, karena instansi pemerintah harus memberikan kesempatan kepada pengawas internal untuk mengembangkan karir dan keahliannya pada bidang jabatan dimaksud. Pengawas internal ditentukan berdasarkan analisis kebutuhan pengawas internal, dan instansi pemerintah wajib memberikan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menyusun analisis kebutuhan pengawas internal.
Sejalan dengan kebijakan reformasi birokrasi, RUU ini juga mencantumkan perihal penilaian kinerja bagi pengawas internal, yang merupakan pegawai negeri dalam pasal 38 sampai 42. Penilaian kinerja itu dilakukan oleh pengawas internal, di bawah kewenangan pimpinan instansi pemerintah dan Inspektorat Nasional.
Disebutkan bahwa penilaian kinerja dilakukan secara obyektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan. Hal tersebut dipastikan untuk menjamin obyektifitas dalam pengembangan dan peningkatan karir, yang didelegasikan secara berjenjang kepada atasan langsung dari pengawas internal. “Dalam hal terjadi perbedaan signifikan hasil penilaian antara pimpinan instansi pemerintah dan Inspektorat Nasional, dilakukan penilaian kinerja oleh rekan sejawat, bawahan kepada atasan, atau pejabat yang diawasi,” tambah Tasdik Kinanto.
Kinerja yang dinilai adalah perencanaan kinerja dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, dan manfaat yang dicapai baik pada tingkat individu maupun tingkat unit. Sedangkan penilaiannya dilakukan atas perilaku pengawas internal terkait dengan kode etik dan kode perilaku.
Untuk mengembangkan kompetensi, sesuai pasal 43, diselenggarakan oleh Inspektorat Nasional, dengan menyerahkan pada lembaga pendidikan dan pelatihan yang telah terakreditasi pada inspektorat nasional. Pengembangan tersebut meliputi peningkatan pengetahuan, pengembangan keterampilan, dan pembentukan sikap perilaku yang diperlukan pengawas internal dalam pelaksanaan tugas pengawasan.
RUU ini juga mendorong pembentukan asosiasi profesi pengawas internal yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, bertanggungjawab, demokratis, dan nirlaba. Asosiasi ini sebagai wadah bersama untuk meningkatkan profesionalitas dan penyaluran aspirasi kepentingan SDM pengawas internal, dalam penyelenggaraan fungsi, tugas pengawasanan internal pemerintah. Hal ini tertuang dalam pasal 44 yang merupakan bagian terakhir dari ketentuan mengenai pengawas internal pemerintah.
Lebih lanjut dalam pasal ini disebutkan bahwa, asosiasi profesi memiliki wewenang untuk menyusun standar kompetensi pengawas internal dan melaksanakan sertifikasi pengawas internal, yang memiliki kewenangan untuk menampung dan menyalurkan aspirasi pengawas internal kepada lembaga terkait.(bby/HUMAS MENPANRB)