Asdep Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat Kementerian PANRB Insan Fahmi dalam Rapat Pengembangan Model Implementasi dan Evaluasi FKP di Jakarta, Jumat (26/08).
JAKARTA – Survei kepuasan masyarakat (SKM) dan forum konsultasi publik (FKP) menghasilkan aspirasi terkait penyelenggaraan pelayanan publik. Untuk dapat senantiasa menyediakan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka diperlukan kepemimpinan yang adaptif.
Asisten Deputi Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Insan Fahmi menyatakan bahwa kepemimpinan adaptif akan mampu membuat kebijakan dan program pelayanan beradaptasi dengan perubahan yang sesuai dengan kebutuhan penerima layanan. Maka pelayanan prima akan selalu hadir bagi masyarakat.
“Dengan kepemimpinan adaptif, maka pemerintah akan dapat lebih banyak mendengarkan dan menerima aspirasi masyarakat yang kemudian diterjemahkan dalam kebijakan serta melakukan perubahan dalam pelayanan seperti yang didambakan masyarakat,” ungkap Insan dalam Rapat Pengembangan Model Implementasi dan Evaluasi Forum Konsultasi Publik di Jakarta, Jumat (26/08).
Insan menjelaskan bahwa adaptif dalam pelayanan publik dilakukan dengan menyerap konsep dan nilai-nilai dari aspirasi masyarakat terkait dengan kinerja pelayanan publik. Hal ini kemudian diejawantahkan dalam pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
Dalam kesempatan tersebut, Founder Semut Nusantara Goris Mustaqim menyampaikan bahwa peran masyarakat terhadap pelayanan publik sangatlah penting. Adanya keterlibatan masyarakat membuat pelayanan publik menjadi paripurna dan disinilah peran kepemimpinan adaptif menjadi penting untuk dapat menjalin kerja sama dengan stakeholder dengan memperhatikan berbagai tantangan dinamis yang ada.
“Melalui SKM dan FKP, dapat diketahui nilai-nilai apa yang menggerakkan masyarakat dan stakeholder lainnya untuk berkontribusi, dalam hal ini pembangunan pelayanan publik. Sehingga pemerintah dapat mengetahui nilai dari masing-masing stakeholder dan dapat membawakannya dengan tepat kepada semua pihak tersebut,” ujar Goris yang kesehariannya berjibaku dalam pengembangan komunitas ini.
Untuk dapat menjalankan kepemimpinan yang adaptif, Goris menyampaikan dua hal. Pertama, membuat stakeholder mapping. Dengan peta tersebut, dapat terlihat siapa saja stakeholder yang akan terlibat langsung dalam sebuah program. Kemudian, perlu dilakukan analisis terkait peran, kepentingan, harapan, nilai, serta losses dan loyalty dari masing-masing stakeholder.
Setelah melakukan pemetaan, maka untuk menjawab tantangan secara adaptif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Goris mengatakan yang paling penting adalah dengan menghadirkan courageous conversation dengan stakeholder. Pembahasan yang sulit untuk didiskusikan dilakukan untuk mencapai resolusi dan output sehingga keluar penyelesaian yang bisa diterima oleh semua pihak.
“Pemerintah harus memiliki keterbukaan dan meyakini bahwa kesuksesan dari tiap program bukan hanya berbasis output, tapi juga pelibatan stakeholder, yang mencakup output dan outcome dari program tersebut,” lanjut Goris.
Goris juga menyampaikan bahwa cara yang efektif dalam kepemimpinan adaptif adalah dengan mengidentifikasi local champion ditengah masyarakat. Local champion ini merupakan penggerak di kelompok masyarakat yang berorientasi akan kepentingan umum, memiliki komunikasi yang baik, serta diterima oleh masyarakat. “Local champion ini yang kita ajak dalam setiap program untuk dapat membantu peningkatan partisipasi publik,” ungkapnya.
Cara lainnya adalah dengan menciptakan keuntungan yang dapat langsung dirasakan oleh masyarakat ketika berpartisipasi aktif. Hal ini dapat diterapkan ketika masyarakat berkontribusi dalam pelaporan, pengaduan, serta penilaian kerja pemerintah.
Melalui penerapan kepemimpinan adaptif tersebut, maka partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan, salah satunya melalui SKM dan FKP. Dengan demikian, pelayanan publik dapat terus berevolusi sesuai dengan kebutuhan masyarakat demi menghadirkan pelayanan prima. (ald/HUMAS MENPANRB)